CLAIRE

99.9K 5.6K 452
                                    

Aku menatap lurus kedepan ketika kakiku sudah menginjakkan di Negara lain. Ini sudah keputusan akhirku, entah mengapa aku memilih Negara ini. Yang ku tahu hanyalah aku ingin jauh dari Dalvin.

Aku menyeret koperku dan membawanya keluar dari bandara. Setelah aku benar-benar keluar dari bandara, pun aku langsung mencegat taksi. Aku memilih untuk tinggal disebuah flat sederhana atau mungkin disebuah apartemen sederhana.

Tidak ada terbesit dipikiranku untuk mencari tempat tinggal yang mewah, disini aku tinggal sendirian dan aku sudah meminta orangtuaku untuk tidak memberikanku uang sepeserpun, aku berjanji dengan diriku sendiri bahwa aku harus mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain.

Aku masuk kedalam taksi dan memintanya untuk membawaku pergi meninggalkan bandara menuju ke coffe shop.

Satu kenangan yang masih berada ditanganku adalah sebuah ponsel pemberiannya yang masih ku pertahankan sampai sekarang. Entah apa yang membuatku ingin menyimpannya sampai sekarang disaat aku sudah memiliki yang baru. Aku menyimpan ponsel pemberian Dalvin disebuah box kecil berwarna soft pink.

“Kita sudah sampai, nona.” Kata pria setengah baya.

Suara lonceng berbunyi ketika pintu kedai ku buka. Pun dengan cepat aku melangkah dan memilih tempat duduk yang berada dibagian sebelah kaca pembatas.

Aku menatapi keluar jendela, menyaksikan orang-orang yang berlalu lalang sambil berbincang-bincang.

“Ingin memesan sesuatu, nona?” aku langsung menoleh, mendapati seorang pria dengan celemek putihnya tengah tersenyum padaku.

“Aku ingin satu matcha latte.” Kataku dan pria itu menganggukkan kepalanya mengerti. Aku mengalihkan pandanganku lagi kearah keluar jendela ketika sang pelayan pria itu berlalu.

Ini adalah langkah awalku dan seharusnya disini aku harus membuka sebuah lembaran baru, setidaknya melupakannya sudah lebih dari sekedar cukup.

_______

Kini, langkahku sudah terhenti didepan sebuah flat sederhana setelah supir taksi yang mengantarku mau menunjukkan flat sederhana yang murah dan layak untuk ditempati.
Menarik nafas dalam-dalam, aku mencoba mencari seseorang pemilik flat ini. Mataku langsung tertuju kearah seorang pria muda, mungkin seumuranku sedang duduk santai diteras flat sambil memainkan ponselnya. Pun dengan cepat aku langsung menghampirinya.

“Permisi.” Dia mendongak menatapiku ketika aku mengganggu waktunya. Aku tidak begitu mengerti dengan bahasa dari Negara ini, maka dari itu aku menggunakan bahasa inggris, semoga saja dia mengerti.

“Ya?” Pria itu mematikan ponselnya dan berdiri tepat menghadap kearahku.

“Apa kau tahu pemilik dari flat ini?”

“Aku tahu. Tapi pemilik flat sedang tidak ada dirumah karena bekerja, mungkin nanti malam kau bisa menemuinya. Kau ingin menyewanya?” Tanyanya.

Aku hanya menganggukkan kepalaku dan tersenyum kearahnya dengan ramah.

“Kau bisa menunggu pemiliknya di flatku kalau kau mau, tepat disebelah flat ini. Sang pemilik memiliki empat flat sederhana, diantaranya ada yang berada dilantai atas.” Tawarnya, aku tidak berfikir untuk menolak. Lagi pula aku jauh-jauh dari Amerika hanya untuk tinggal di Negara orang, untuk apa aku mencari sebuah tempat tinggal lagi ketika aku sudah mendapatkan yang mungkin terbaik untukku.

“Siapa namamu?” Tanyaku begitu kami berjalan untuk menuju ke flatnya.

“Dominico Patrizio, kau bisa memanggilku Nic. Bagaimana denganmu? Siapa namamu?” Tanyanya.

“Claire Anderson. Terimakasih sudah mau memberikanku tumpangan untuk tinggal.” Kataku padanya dan dia langsung terkekeh sambil membuka pintu flatnya.

“Masuklah. Jangan berterimakasih padaku, aku hanya ingin menolong.” Katanya dan kemudian menutup pintu flatnya.

Memang flat ini sederhana. Ruangannya tidak begitu sempit, hanya saja saling  berhimpitan, seperti ruang tamu hampir mepet dengan ruang santai.

“Duduklah, akan ku buatkan teh.” Katanya dan aku langsung duduk sambil menatapi sekeliling ruangan, tidak ada lantai dua, bahkan ku rasa pintu yang berada tepat didepan ruang santai adalah kamar.

Nic kembali dengan membawa secangkir teh panas dan menaruhnya diatas meja, “Berapa harga sewanya perbulan?” Tanyaku.

“60, itu sudah dikata lebih murah dari flat-flat yang lain.” Katanya dan aku langsung menangukkan kepalaku mengerti sambil menyesap teh panas buatannya.

Aku menaruh tehku kembali diatas meja,”Menarik. Mengapa kau mau tinggal di flat sederhana ini?”

“Aku hanya tidak ingin bergantung dengan orang lain. Lagi pula, aku selalu merasa bahwa aku bisa melalui ini semua sendirian dan kenyataannya aku bisa.” Katanya dan kemudian tertawa.

“Itu hebat. Ku pikir tidak salah jika aku harus tinggal disini.”

“Kau berasal dari Negara mana? Wajahmu begitu asing untuk orang-orang disini” Katanya dan aku langsung tersenyum kearahnya.

“Amerika, tepatnya di New York.”
Dia menyandarkan tubuhnya kebelakang ketika dia mengambil sebuah toples yang berisikan camilan.

“Bukankah lebih menyenangkan tinggal di New York? Asal kau tahu bahwa Kota ini tidak begitu menyenangkan.” Katanya.

Alisku menaut menjadi satu, “Bagaimana bisa kau mengatakan Kota ini tidak begitu menyenangkan? Ini adalah kota yang penuh dengan sejarah, kau tidak suka?” Tanyaku.

“Aku hanya menyukai objek wisatanya daripada mempelajari tentang sejarahnya. Kau akan menemukan banyak bangunan bersejarah tapi berbeda lagi dengan New York, aku belum pernah kesana.” Katanya.

“New York adalah kota yang ramai, tidak ada yang menarik selain melihat orang-orang yang berlalu lalang disepanjang jalan. Aku suka tinggal disini dan sepertinya besok aku ingin berkeliling.” Kataku.

“Kemana?”

“Katedral dan salah satu benteng terbesar di Eropa.”
Nic menaikkan satu alisnya keatas kemudian menelan camilannya dengan cepat, "Benteng itu adalah tempat favoritku. Kita bisa pergi kesana bersama.” Katanya. Oh kebutulan sekali.

Aku mengangkat alisku sambil tertawa, “Tentu.”

_____

Semalam, aku sudah boleh menempati flat yang berada disamping flat milik Nic dan itu artinya sekarang kami sudah resmi menjadi tetangga.

Paginya, tepat jam delapan. Nic mengajakku untuk segera pergi menuju ke benteng terbesar di Eropa terlebih dahulu, dengan alasan semakin siang kita tiba disana, maka akan semakin ramai pengunjung dan tentu aku tidak mau jika tempatnya terasa sesak walau kenyataannya tidak seperti itu.

“Ready?”

Aku menganggukkan kepalaku setelah aku selesai memasang sabuk pengaman, “I’m ready.”

Nic langsung melajukan mobilnya meninggalkan flat kami.

Disepanjang perjalanan, aku melihat berbagai bangunan klasik yang berderet rapih disepanjang jalan, bahkan restoran di Kota ini terlihat begitu mewah dengan suasana klasiknya. Aku bahkan merasa heran mengapa Nic tidak begitu menyukai bahwa dirinya tinggal di Kota ini. Bahkan aku sendiri, ingin sekali tinggal lebih lama disini untuk menikmati suasana yang damai.

Tidak lama kemudian, ponselku langsung berdering, dengan cepat aku langsung merogoh isi tasku dan membaca nama si pemanggil.
Hailey.

“Claire.”

“Ya?”

“Dia mencarimu.”

_______

Bisa nebak ngga nih, Claire ada dimana?

I'm Yours Mr.NelsonWhere stories live. Discover now