Bersemi 18

1.2K 190 6
                                    

Ingatlah, boleh jadi manusia itu mencintai sesuatu yang membahayakan dirinya. Atau membenci sesuatu yang bermanfaat baginya. Mohonlah petunjukNya.

¤¤¤

Seoul di Bulan Januari.

"TANTE ALIYA!" ucap seorang anak yang setengah berlari mengarah ke Aliya yang barusan keluar dari pantry. Aliya hanya tersenyum melihat anak itu. Ah... apakah ia sedang bermimpi kini?Mengapa anak ini ada di sini? Bersama siapa ia datang ke sini? "Zahra kangen sama tante."

Aliya hanya tersenyum sambil mengelus kepala sang anak kecil. Anak itu memeluk erat dirinya. Enggan melepaskan. Aliya memberikan ciuman di dahi anak itu. Kemudian ia mengangkat anak itu ke gendongannya. Terlihat butiran salju masih menempel di jaketnya yang tebal. Anak itu langsung mencium pipi Aliya. Ada senyuman di bibir Aliya.

"Tante..."

"Zahra sama siapa ke sini?" tanya Aliya memandang anak kecil yang selama ini ia rindukan.

"Assalamualaikum warohmatullah," ucap seorang lelaki mendekati Aliya dan Zahra. Aliya melihat lelaki itu. Ada sebuah keterkejutan di wajah Aliya. Darimana lelaki itu tau jika Aliya berada di sini?

"Wa'alaikumsalam warohmatullah," balas Aliya. Ada sebuah desiran halus di dadanya. Ah... senangkah ia?

"Sama ayah," ucap Zahra sambil menunjuk ke lelaki itu. Aliya terdiam sejenak, kemudian ia mengalihkan pandangannya ke Zahra. Ada senyuman bahagia di sana.

"Zahra kedinginan?" tanya Aliya sambil memeluk erat Zahra.

"Iya... Zahra kedinginan, Zahra pengen teh yang dulu tante suka buat," ucap Zahra merajuk. Aliya tersenyum.

"Kalo gitu, tante buatin ya. Zahra sama ayah tunggu di ruangan tante aja ya," ucap Aliya sambil mencium pipi gembil itu. Zahra mengangguk semangat. Aliya memandang seorang pria yang hanya bisa tersenyum memandang Aliya dan anaknya. Apakah hal yang sama akan terjadi jika istrinya masih ada?

Aliya membawa Zahra dan juga lelaki itu ke ruangannya. Banyak mata yang melihat ke arah mereka. Terutama Syahid dan juga Nissa. Aliya hanya tersenyum. Ia akan menjelaskan nanti.

"Zahra tunggu di sini dulu, ya," ucap Aliya sambil mendudukan Zahra di kursi. Zahra hanya mengangguk. Mengiyakan. Ia melihat ayahnya Zahra yang sedari tadi memperhatikannya dengan Zahra. "Aku buatin yang hangat dulu."

Ayahnya Zahra hanya mengangguk sambil tersenyum. Aliya langsung meninggalkan mereka berdua di ruangannya menuju dapur yang ia tau masih penuh dengan lalu lalang. Tapi tak ada salahnya kan untuk menumpang membuat teh hangat untuk tamunya?

"Who are they?" tanya Rizan tak sabaran menghampiri Aliya.

"Teman," balas Aliya sambil cekatan membuat teh.

"Teman kamu yang kecil apa yang besar?" tanya Rizan sambil manggut-manggut. Ini kali pertama Aliya dihampiri oleh temannya. Kecuali Wina, tentunya. Aliya memandang tajam ke arah Rizan. "Aku hanya bertanya!"

"Lanjutkan pekerjaanmu!" balas Aliya yang sduah selesai membuatkan teh. Ia langsung keluar dari pantry menuju ruangannya. Kembali menemani tamunya.

"Kau pantas menjadi ibu untuk anak itu!" teriak Rizan yang hampir membahana sampai ke tempat makan. Satu pantry mengiyakan sambil tersenyum. Apakah itu doa? Doa bagi saudara mereka?

"Tante!" ucap Zahra sambil bermain dengan kursi kerja Aliya. Aliya hanya tersenyum sambil menyuguhkan minuman untuk Zahra dan Nata. "Zahra mau dimasakin sayur sama tante!"

"Iya, nanti ya sayang. Kalo udah di rumah aja," jawab Nata.

"Tapi nanti tante Aliya juga ikut kan ke rumah? Iya kan tante?" tanya Zahra ingin tau. Aliya memandang Nata sejenak. Tatapan mereka bertemu. Namun sedetik kemudian mereka saling menghindar. "Iya kan tante?"

BersemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang