Bersemi 13

1.2K 193 4
                                    

Ya Allah, jadikanlah kami bersabar saat diuji, bersyukur saat diberi, memaafkan saat dizholimi, istighfar saat menyalahi dan bukakan pintu hati kami untuk selalu dekat denganMu.

¤¤¤

Jakarta di Bulan Agustus.

"Tante..." ucap Zahra sambil berlari ke arah Aliya yang baru turun dari kendaraan umum. Aliya berjongkok sambil merentangkan tangannya. Ia menyambut Zahra dengan hangat. Setelah Zahra ada dipelukannya, Aliya menggendong perempuan menggemaskan itu.

"Assalamualaikum warohmatullah," ucap Aliya memberikan salam.

"Wa'alaikumsalam," balas Zahra terasenyum. "Kirain Zahra, tante nggak datang."

"In sya Allah, jika Allah mengizinkan, tante pasti datang kok," balas Aliya sambil menciun pipi gembil Zahra. "Zahra udah lama nunggu tante?"

"Nggak," balas Zahra sambil menggelengkan kepalanya.

"Nggak bawa mobil?" tanya Nata yang baru sampai menghampiri Zahra dan Aliya.

"Nggak, ntar macet," balas Aliya sambil memandang Zahra. Ia tak berani memandang Nata.

"Kamu nggak apa-apa dititipin? Nggak sibuk?" tanya Nata khawatir.

"In sya Allah, nggak kok, Nat. Daripada di rumah terus, bisa bosen. Iya nggak, Zahra?" tanya Aliya ke Zahra. Zahra hanya mengangguk. Tertawa.

"Ntar Zahra aku jemput. Nanti aku kabarin," ucap Nata. Aliya hanya mengangguk sambil masih bercanda dengan Zahra. "Zahra..." panggil Nata.  Zahra langsung merentangkan tangannya. Ingin di peluk oleh sang ayah. "Jangan nakal sama tante Aliya ya."

"Shiaap!" ucap Zahra sambil tangannya memberi hormat kepada sang ayah. Sang ayah hanya tersenyum. "Hati-hati ayah, assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam warohmatullah," ucap Nata. Ia langsung menyerahkan Zahra ke pelukan Aliya lagi. "Titip Zahra, Al. Maaf udah ngerepotin."

"Hati-hati di jalan," balas Aliya tanpa memandang Nata. Ia selalu memandang Zahra. Zahra pun sedang bercanda dengan Aliya.

"Assalamualaikum warohmatullah."

"Wa'alaikumsalam warohmatullah," balas Aliya. Nata langsung masuk ke dalam mobilnya. Dan Aliya baru bisa melihat punggung Nata berlalu. Helaan nafas berat terdengar. Ini sungguh berat baginya. Bukan karena mengurus Zahra, melainkan berhadapan dengan Nata. Ada sesuatu yang mengganjalnya.

"Tante... ayo berangkat. Nanti Zahra terlambat ke sekolah," ucap Zahra membuyarkan lamunan Aliya. Aliya hanya tersenyum.

"Ayo..."

¤¤¤

"Jangan pergi, Mbak," ucap Dinda memohon. Aliya terdiam sejenak. Bagaimana Dinda tau tentang kepergiannya? Bahkan teman-teman dekatnya pun nggak ada yang ia beri tau. "Kemarin aku ke kantor, Mbak. Katanya, mbak keluar dari kantor."

"Din..."

"Mbak jangan pergi, mbak. Mas Nata memerlukan mbak."

"Dinda..."

"Mbak... jangan pergi, Dinda mohon," ucap Dinda sambil menangis.

"Dinda..."

"Mbak, jika menikah dengan Mas Nata bisa membuat Mbak Aliya tinggal, Dinda ikhlas, Mbak. Dinda sangat ikhlas, Mbak," ucap Dinda. Tangisnya semakin tak terbendung.

BersemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang