Bersemi 14

1.3K 199 7
                                    

Senyuman adalah alat penumbuh kasih sayang - Sufyan bin Unaiyah

¤¤¤

Jakarta di bulan Agustus.

Aliya membuka pintu untuk Nata yang baru pulang dari kantor. Nata langsung menuju apartemen Aliya setelah sholat Maghrib di kantor.

"Ayaaah..." ucap Zahra sambil berlari menghampiri sang ayah. Sang ayah menyambutnya dengan senyuman. "Hari ini Zahra bantuin Tante Aliya masak lho, Yah!"

"Oh... iya? Masak apa?" tanya Nata ingin tau. Zahra langsung memaksa sang ayah untuk masuk ke dalam ruang makan. Sang ayah hanya tersenyum melihat masakan yang sudah terhidang di atas meja. "Wah... kayaknya enak banget!"

"Iya dong. Kan Zahra yang masak. Kata tante, masakan enak itu bukan karena bumbunya yang banyak atau bahannya yang bagus. Tapi dari cinta yang masak untuk orang-orang yang makan," jelas Zahra. Nata melirik Aliya yang menghindari bertatapan mata dengannya.

"Nggak ngerepotin ini, Al?" tanya Nata memecahkan kecanggungan diantara mereka berdua.

"Udah di masak, sayang nggak di makan," balas Aliya. Ia mengambilkan nasi untuk Nata dan Zahra. Zahra sudah tak sabar untuk makan malam. Nata hanya tersenyum memperhatikan anaknya. "Makan yang banyak ya, Zahra!"

"Tenang aja, Tante!" balas Zahra sambil mengambil lauk yang ia sukai. Aliya hanya tersenyum melihat Zahra yang nampak antusias. Seperti tadi siang, ketika Zahra menangis karena tak terima Aliya diperlakukan seperti itu. Zahra baru berhenti ketika suapan pizza masuk ke dalam mulutnya. Dan melupakan semuanya.

"Zahra nggak ngerepotin kan tadi?" tanya Nata ke anak semata wayangnya.

"Tadi..."

"Nggak kok, Zahra udah jadi anak yang baik, iya nggak sayang?" tanya Aliya memotong pembicaraan Zahra.

"Ih.. i... ya..." ucap Zahra sambil menatap Aliya. Aliya mengerlingkan sebelah matanya. Zahra hanya tersenyum. Ia mengerti maksud Aliya agar tak membicarakan masalah yang tadi.

"Ada apa kalian ini?" tanya Nata menyelidik.

"Nggak ada apa-apa kok, Yah. Ayo makan!"

¤¤¤

Nata sudah berada di rumahnya lagi. Setelah makan malam dan sholat Isya berjamaah, ia dan Aliya bermain dengan Zahra. Mendengarkan ceritanya dengan antusias. Sampai akhirnya Zahra tertidur di pangkuan Aliya. Sebuah momen yang tak pernah ia lihat selama Zahra hadir di kehidupannya.

"Makasih atas semuanya, Al!" ucap Nata sambil menggendong Zahra yang tertidur.

"Sama-sama, Nat!" balas Aliya tersenyum memandang wajah Zahra yang sedang tertidur.

"Kamu nggak ada acara selama di sini?" tanya Nata. Aliya hanya menggelengkan kepalanya. "Akhir minggu, Herdi ngajak ketemuan. Aku nggak bilang kalo kamu di Jakarta. Tapi, nggak ada salahnya kan kalo menyambung tali silaturahmi?"

Aliya nampak ragu menatap Nata. Tapi benar apa yang Nata katakan. Sudah terlalu lama ia tak berjumpa dengan kawan-kawannya. Bukankah Allah sangat tak suka jika ada hambaNya yang memutus tali silaturahmi?

"In sya Allah," ucap Aliya menyanggupi. Nata hanya tersenyum.

"Sampai kapan kamu akan tinggal di sini?" tanya Nata. Seolah ia tak ingin kehilangan jejak perempuan yang ada dihadapannya ini.

"Entahlah, mungkin setelah urusanku selesai."

"Bisakah kamu tinggal di sini? Lebih lama. Setidaknya demi Zahra, dia sangat menyukai kamu," jelas Nata.

BersemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang