EPILOG

160 5 0
                                    

Ubud, Oktober 2016

Ubud Writers and Readers Festival tahun itu berlangsung meriah seperti tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini festival itu menjadi istimewa bagi Lintang, Erin, dan Bright Publishing, karena Lintang dan Erin menjadi pembicara dalam festival tahunan itu. Lintang berbagi sesi dengan pembicara lainnya dalam salah satu forum yang dilangsungkan pada hari ke-2 festival yang jatuh pada hari ini. Ia akan berbicara tentang tren fiksi populer di kalangan perempuan. Sementara Erin menjadi pembicara pada hari ke-3 bersama dengan pembicara lainnya yang akan membicarakan tentang industri penerbitan.

Jika ada nilai untuk mengurutkan tingkat bahagia di dunia, maka Lintang akan menilai 8 dari 10 rasa bahagia yang dirasakannya saat ini. Melihat Banyu diantara kerumunan peserta forum dari meja pembicara tanpa melepaskan pandangannya dari Lintang sedikit pun. Lintang tidak bisa melakukan hal yang sama, selain akan membuat wajahnya malu karena merona, ia juga harus memperhatikan pembicara lain dan peserta forum yang bertanya kepadanya. Sesekali Banyu meniupkan kecupan kepadanya ketika Lintang tertangkap mencuri pandang ke arah Banyu.

Forum itu selesai pada pukul 9 malam. Tempat itu baru benar-benar bersih dari peserta pada pukul 21.30, hanya Banyu yang tersisa. Banyu segera menghampiri Lintang yang sedang berbincang dengan rekannya sesama pembicara yang berasal dari negara lain.

"Join us, Lintang!" salah satu dari mereka mengajak Lintang untuk mengobrol di salah satu pub.

Lintang menggeleng, "My husband will kill me." Ia mengedipkan sebelah matanya pada Banyu yang sudah melingkarkan lengan di pinggangnya. Mereka tertawa mendengar jawaban Lintang.

Akhirnya mereka berpisah di pintu keluar. Banyu dan Lintang menuju hotel tempat menginap saat.

"Are you happy?" tanya Banyu.

"Perfectly happy,"

Pip pip, Pip pip, Pip pip

Alarm smartphone Banyu menyala pada pukul 6 pagi. Lintang mengerang lembut, terganggu dengan bunyi alarm yang nyaring. Dengan mata yang masih tertutup, Banyu meraba-raba nakas di samping tempat tidur lalu mematikan alarm-nya. Kemudian Banyu mencoba mengumpulkan nyawanya dengan mengerjap-ngerjapkan matanya sambil tetap berbaring di tempat tidur. Setelah separuh nyawanya sudah berkumpul, ia menarik lengannya dari bawah kepala Lintang lalu duduk dan melihat sekitarnya.

Gorden putih berkibar-kibar karena angin dari pintu kaca kamar hotel yang dibuka sedikit. Lintang tidak tahan dingin AC kamar tetapi terlalu panas jika tidur tanpa AC, maka mereka membuka sedikit pintu kaca yang berhadapan langsung dengan pemandangan sawah Ubud sejak semalam.

Banyu membuka selimut yang menutupi tubuh Lintang lalu menunduk untuk menjajarkan kepalanya dengan perut Lintang yang membesar.

"Selamat pagi, Ayi," Banyu berbisik

Ia takjub melihat perut itu bergerak sedikit karena suaranya. "Good girl," Banyu menepuk pelan perut Lintang lalu kembali berbaring dan memeluk Lintang.


Our TwistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang