Damian kemudian merogoh saku celananya, mengeluarkan plastik ziplock berukuran kecil yang berisi bubuk putih. Damian menaikan satu alisnya menatap espresso pesanan Marius kemudian mengedarkan pandangannya kesekitar Cafe. Dengan gerakan cepat Damian menaburkan bubuk putih itu kedalam espresso Marius kemudian mengaduknya.

Setelah itu Damian kembali memasukan bubuk itu ke saku celananya sambil melirik wanita yang ada di balik Bar.

Damian tekekeh samar, Tuhan pasti akan mengutuknya karena sudah berbuat licik kepada Marius yang baik hati kepadanya. Namun jangan sepenuhnya salahkan Damian, karena Damian berpikir bahwa ia tak sepenuhnya licik. Disisi lain ia akan mengabulkan keinginan seorang wanita yang berada di balik bar sana agar dapat bersama Marius.

Zoe menoleh kebelakang saat seseorang menepuk bahunya. Ia melihat salah satu pegawai lelaki berada di belakangnya.

"Bob memanggilmu Zoe" ujar pegawai lelaki itu

Zoe tersenyum tipis lalu mengangguk "aku akan segera kesana, tolong gantikan aku sebentar. Pencet tombol ini jika lampu merah sudah menyala" ujar Zoe sambil melepaskan celemek

Lelaki itu mengacungkan jempolnya sambil tersenyum. Dan Zoe melenggang menuju ruangan Bob.

"Bob, ada yang bisa kubantu?" Zoe muncul dari balik pintu ruangan Bob

Bob yang sedang membereskan barang-barangnya kemudian mendongak "oh Zoe, syukurlah"

Zoe mengerut "ada apa?" Ia lalu berjalan masuk

"Anakku tiba-tiba saja demam tinggi, bisa kau bantu aku untuk menutup Cafe? Kuncinya bawa kau saja. Besok aku akan mengabilnya" katanya terburu-buru

Mulut Zoe menganga "oh Tuhan, baiklah jangan khawatirkan hal itu. Aku akan mengurus cafenya malam ini. Cepatlah bergegas!"

Bob mengangguk kemudian segera beranjak "terimakasih Zoe" ujarnya dengan wajah panik

Zoe mengangguk sambil tersenyum "Never mind" lirihnya.

Setelah itu Zoe kembali berjalan keluar menuju bar-nya. Ia mengedarkan pandangannya, beberapa pengunjung cafe sudah meninggalkan cafe ini. Begitupun dengan meja nomer delapan, tak ada seorangpun disana selain pelayan yang sedang membersihkan meja.

Zoe menghela nafasnya, ia berharap semoga besok masih bisa bertemu dengan Marius Kneiling.

*

Setelah mengunci pintu Cafe dan memastikan semuanya sudah beres Zoe kemudian berjalan meninggalkan cafe itu.

Malam ini suasana begitu sepi, terlebih lagi jam sudah menunjukan pukul dua dini hari. Zoe mengusap lengannya ketika angin malam menerpa tubuhnya, ia berjalan diatas trotoar jalanan yang sudah sepi. Bulu kuduk Zoe tiba-tiba saja meremang saat merasakan angin malam yang dingin.

Ia menundukan pandangannya, menatap trotoar sambil terus berjalan. Hingga tiba-tiba Zoe merasakan tubuhnya terhempas kebelakang. Seseorang membekap mulutnya dengan tangan.

Mata Zoe melebar, ia berontak sekuat tenaga. Namun tiba-tiba ada orang lain yang sudah menutup kepalanya dengan kain hitam. Zoe semakin kalut, sampai kemudian ia merasakan dua orang membawanya dan meletakannya di kursi empuk. Zoe menebak bahwa itu adalah kursi mobil, Zoe kembali berontak menendang kakinya dan hendak berteriak. Tapi teriakannya teredam ketika mulutnya ditutup dengan sesuatu.

Air mata Zoe mengalir begitu saja, ia sampai lelah menggerakan tubuhnya. Sampai Zoe merasakan mobil itu mulai berjalan.

Sepanjang perjalanan Zoe tak mendengar pembicaraan apapun. Yang ada hanya suara isakan Zoe yang samar.

Tak lama kemudian Zoe kembali diangkat oleh dua orang. Zoe tak tau pasti kini ia berada dimana karena pandangannya yang tertutup. Zoe berusaha melepaskan dirinya namun cengkraman mereka semakin erat membuat Zoe merasakan sakit.

Hingga kemudian terdengar suara pintu dibuka, Zoe didorong masuk kedalam ruangan itu lalu penutup kepalanya dibuka.

Saat Zoe hendak membalikan tubuhnya saat itu juga pintu ditutup dengan kasar dan dikunci dari luar.

Zoe melebarkan matanya, air matanya mengucur deras. Ia bahkan tak tau berada dimana, meskipun Zoe tau ini adalah sebuah kamar namun Zoe tak bisa memastikan ada dimana.

"Tolong! Tolong keluarkan aku dari sini!!" Teriak Zoe yang terdengar percuma karena kamar itu kedap suara.

Zoe menggedor pintu itu kasar hingga tubuhnya merasa lelah. Zoe lemas, ia lalu mengedarkan pandangannya sampai ia baru menyadari sesuatu.

Ia tak sendiri dikamar tersebut, ada seorang lelaki yang sedang duduk di samping ranjang sambil menatapnya tajam.

Penampilan lelaki itu sudah berantakan, kancing kemejanya sudah terbuka semua hingga memperlihatkan otot perutnya yang kekar. Rambutnya tak tertata rapi begitupun dengan wajahnya yang memerah.

Jantung Zoe berdetak kencang "Marius.." bisiknya

Lelaki itu kemudian beranjak menghampirinya, berjalan dengan pelan.

"Siapa kau?" Bisiknya

Zoe menggeleng pelan "tolong.. tolong keluarkan aku dari sini" rengek Zoe sambil menahan tangisnya

Marius semakin menatap Zoe lekat "apa yang kau katakan? Aku juga tersiksa disini" desisnya

Zoe menyudutkan tubuhnya ke pintu ketika Marius semakin berjalan mendekat. Zoe menatap Marius takut, Zoe merasa bahwa lelaki ini bukan Marius yang sama. Marius yang selalu di pandanginya ketika di cafe, sekarang ia melihat Marius seperti ada sesuatu yang telah terjadi pada diri lelaki itu.

"Maka dari itu tolong keluarkan aku" ujar Zoe bergetar

Marius mencengkram lengan Zoe kencang, menatap wajahnya dengan tajam. Nafasnya memburu dengan cepat.

"Aku tersiksa, kau harus menolongku." Katanya serak

"Apa maksudmu?! Lepaskan aku!" Bentak Zoe kemudian meringis menahan sakit di lengannya

"Disini sangat panas, sedari tadi aku sudah tersiksa dengan ini semua. Kau harus menolongku!" Katanya dengan rahang yang mengetat

Marius lalu menarik lengan Zoe paksa membanting tubuh Zoe dengan kasar keatas ranjang. Ia sudah kalap, yang ada di pikirannya kini hanyalah ia membutuhkan pelampiasan yang dapat membuatnya lepas dari gejolak yang sedari tadi menyiksanya.

Air mata Zoe kembali menetes, Zoe menggeleng kuat kemudian mendorong dada Marius yang berada diatasnya.

Namun itu tak berefek apapun karena tubuh Marius yang lebih besar darinya.

"Minggir sialan!" Bentak Zoe

Marius seakan tiba-tiba tuli, lelaki itu kemudian mencengkram pipi Zoe dan melumat bibirnya dengan kasar.

Zoe semakin berontak menendang-nendangkan kakinya hingga kemudian Marius semakin mengunci pergerakannya. Zoe manfaatkan tangannya untuk mencakar punggung Marius namun dengan gesit lelaki itu mencengkram tangan Zoe dan menguncinya diatas kepala Zoe.

Hingga kemudian Zoe lelah, ia pasrah dengan semuanya ketika menyadari pakaiannya sudah terkoyak. Zoe memejamkan matanya erat berusaha mengabaikan sentuhan Marius.

Zoe memang mencintai lelaki ini, namun Zoe tak pernah berharap bahwa cara seperti ini yang akan membawanya bertemu dengan Marius.

Dan satu hal yang Zoe sadari, jika mulai esok nanti kehidupannya tak akan sama lagi. Karena setelah ini ia akan melupakan Marius dan akan sangat membenci lelaki yang kini sedang menjamah tubuhnya.














Part 31 full flashback heheh. Nanti malem aku update lagi, see u tonight guys and happy weekend!!

Enjoyyy😁✌️✌️✌️

Mr. Dangerous ✔ (AVAILABLE AT BOOKSTORES)Where stories live. Discover now