"Shay,"

Dan Shay praktis tersentak saat suara Will menyeruak begitu saja di dekatnya. Wanita itu terlonjak, lantas menoleh ke arah Will yang kini duduk tepat di sampingnya.

"Terkejut?" Will terkekeh. Pria paruh baya itu tampak berkeringat, tubuh besarnya turut bersandar di sandaran kursi. "Kau terlihat lelah."

"Tidak. Aku baik-baik saja."

"Sungguh? Tapi kau tampak pucat."

Shay tidak menjawab. Wanita itu kembali memusatkan perhatiannya pada Jericho yang kini bergerak lincah memainkan bola sendirian. Rambutnya yang kecoklatan menutupi sebagian wajahnya, anak itu tampak bersemangat. Kaki-kakinya begitu mahir untuk memainkan bola yang kini memantul di udara. Untuk sejenak, Shay merasa... tersayat. Memori yang telah lama tersimpan seakan kembali terkuak, menguarkan kenangan lama yang sungguh membuat Shay merasa rindu.

Karena Jericho selalu mengingatkannya pada Justin.

"Shay,"

Shay tersentak, lantas kembali menoleh ke arah Will di sampingnya. Kini pria paruh baya itu tidak menatapnya, melainkan turut memerhatikan Jericho di depan sana dengan kedua mata yang menyipit dan senyum kecil.

"Ya?"

"Anakmu sudah besar."

Shay terdiam.

"Dia nyaris menyusul pertumbuhan cucu perempuanku." ujar Will. Iris matanya yang berwarna biru tampak hangat terselimuti cahaya senja. "Suatu saat nanti aku ingin mempertemukan mereka berdua."

Shay tercekat, wanita itu mengeraskan rahangnya seraya melirik Will dengan tajam. Penolakan jelas terlihat dalam gestur tubuhnya. "Bagaimana jika aku menolak?"

"Tidak." Will terkekeh. Pria paruh baya itu menanggapi ketegangan Shay dengan senyuman hangat dan sikap yang terkesan santai. Namun dari kedalaman matanya, Shay tahu jika Will mulai terpancing oleh amarah. Dia tidak suka dibantah. "Aku hanya ingin mempertemukan dua anak kecil, silly. Dan kurasa Jericho tidak akan keberatan. Jadi jangan menganggu ketenanganku jika kau tidak ingin kubunuh."

Shay terdiam.

William mulai menggeram. Tanpa menatap Shay, ia kembali menginterupsi keterpakuan Shay dengan sengit. "Katakan maaf."

"Maaf,"

"Sekali lagi, bitch."

Shay mengerjap, lantas berbisik lirih. "Aku minta maaf... William."

William tidak menjawab, namun tubuhnya bergerak. Pria itu mulai beringsut lantas membawa tubuh Shay dalam rangkulan besarnya. Lengannya yang kaku mulai mendekap seluruh permukaan leher Shay yang terbuka dengan kuat. Bahkan Will terkesan memelintirnya, membuat Shay sempat kehabisan napas dan merasa tercekik. Beberapa detik kemudian, Will menghentikan aksinya yang cukup sadis tersebut. Hingga Shay kembali bernapas lega dan dengan pasrah menerima rangkulan Will yang telah kembali normal.

Cahaya senja menemani mereka di sore itu. Bersama hijaunya rerumputan dan udara yang hangat. Jericho tidak berhenti bermain di depan sana. Tubuh kecilnya tetap lincah memainkan bola. Sementara Will menikmati waktunya bersama Shay McConnell yang diam-diam merasa tersiksa. Mereka terduduk di atas kursi taman diiringi kenyamanan. Will merasakannya, namun tidak dengan Shay. Wanita itu seakan terkurung dalam ketidaknyamanan yang menekannya dalam kesakitan. Bahkan wajahnya semakin pucat.

"Kau tahu, Shay," Will berdeham tanpa menatap Shay. Kedua matanya yang biru tetap memerhatikan eksistensi Jericho di depan sana. "Aku merasa jika Jericho sangat mirip dengan Justin Allard Rousseau. Kau tentu tahu rekan bisnisku yang sangat menguntungkan itu."

SLUT 2 [COMPLETED]Where stories live. Discover now