Chapter 9

6.5K 674 258
                                    

Tiga hari berlalu sejak pertemuan dengan masa lampau di Skagit Valley. Meredam luka yang bertahan dan terus menyayat selama bertahun-tahun. Shay merasa... tenang. Ia hanya merasakan ketenangan dalam benaknya setelah pertemuan tersebut. Tidak ada hal lain. Hanya perasaan tenang yang meluruh begitu saja. Meski tak bisa dipungkiri jika rasa cinta dalam diri Shay maupun Justin masih begitu besar. Namun sejauh ini, Shay merasa cukup dengan segala penyelesaian yang terjadi di malam itu.

Kini, pikiran Shay hanya terpusat pada putranya. Wanita itu dilanda kecemasan yang sangat berlebihan ketika Jericho mulai menampakkan perubahan yang tidak biasa. Tiga hari terakhir, anak itu menghindari Shay. Ia enggan diganggu saat melakukan aktivitas apapun, berbicara pada Shay seperlunya dan anak itu selalu mengalihkan tatapannya jika Shay berusaha untuk mengajaknya bicara.

Dan Shay tahu, ada sesuatu yang terjadi.

Jericho adalah tipikal anak yang tertutup. Hal tersebut membuat Shay kesulitan untuk mencari tahu penyebab tingkah laku Jericho yang berubah semakin jauh. Shay semakin resah dan selalu bertanya-tanya. Apa yang telah ia lakukan hingga membuat putranya menghindar sejauh ini? Semua berlangsung terlalu singkat. Shay tidak tahu celah sebesar apa yang telah ia perbuat hingga menjadi kesalahan. Shay kebingungan. Terlebih ketika ia tidak tahu tindakan tepat seperti apa yang harus ia lakukan.

Sekarang, Shay hanya bisa memerhatikan eksistensi putranya dari kejauhan. Di bawah langit senja seperti saat itu, saat terakhir Jericho berbaring di pangkuannya. Anak itu tersenyum, kesenangan jelas terlihat dalam raut wajahnya. Shay sempat tercekat saat senyuman manis nan murni Jericho terbit dengan indah di bawah hangatnya cahaya senja. Seketika perasaan iri dan sendu melanda benaknya saat Shay sadar jika senyuman yang Jericho keluarkan semata-mata terlihat untuk orang lain.

Karena Will tengah menemaninya.

Mereka bermain bola bersama. Jericho tampak girang saat berhasil menangkap bola yang ditendang oleh Will. Hingga mereka berdua tertawa dan kembali berebut bola dengan kaki-kaki yang bergerak cepat memijak rerumputan hijau di hamparan halaman yang luas. Hanya mereka berdua. Seorang anak dan pria paruh baya. Mereka seakan melupakan eksistensi Shay yang kini terduduk lesu di atas kursi taman dengan wajah pucat. Hanya ditemani dengan secangkir kopi hitam.

Shay benar-benar merasa sendiri.

Lihat itu. Bahkan putranya lebih mencintai orang lain. Sial. Shay memejamkan mata seraya mengembuskan napas, lantas menegak cairan kelat kopi di dalam cangkir hingga tandas.

"Paman! Oh, tidak! Itu curang!" Jericho mengerang ketika Will mendorong tubuhnya dengan gerakan kecil. Membuat anak itu kehilangan keseimbangan hingga terjatuh di atas rumput.

"Oh, ayolah!" Will tertawa tanpa berhenti menggiring bola. "Bangun, super boy. Itu hanya teknik."

"Tidak adil." Jericho merengut kesal. Namun tak urung anak itu bangkit lantas mengejar Will seraya menyeringai. "Paman! Awas kau!"

Will tertawa semakin keras saat Jericho kembali berlari untuk mengejarnya. Pria paruh baya itu berusaha menghindari Jericho tanpa berhenti menggiring bola. Mereka kembali tertawa bersama. Dan pemandangan itu terus mengundang kecemasan Shay yang semakin memuncak. Pikirannya berkecamuk, bibirnya yang pucat tampak bergetar. Dan Shay bersumpah jika benaknya terasa sangat menyakitkan.

Apa yang harus Shay lakukan? Memaksa Jericho untuk menjawab kecemasannya bukanlah hal yang tepat untuk dilakukan. Anak itu tentu tidak akan mau menjelaskan tentang perasaannya pada Shay saat ini. Shay tahu jika Jericho marah padanya. Namun atas dasar apa? Astaga. Semua sungguh membingungkan. Shay kembali menghela napas seraya memijat pangkal hidungnya. Lantas bersandar pada sandaran kursi yang didudukinya dengan lemas.

SLUT 2 [COMPLETED]Where stories live. Discover now