Chapter 1: The Day Where it All Began

2.1K 116 120
                                    

Apakah kau pernah berandai-andai
Kira-kira, apa saja yang ada di luar sana?
Di luar tembok tinggi yang menutupi pandangan
Apakah ada padang rumput luas yang membentang
Atau rumah-rumah indah yang berderet?
Mungkin, jika ada kesempatan
Aku ingin sekali saja pergi ke luar.

• • •

Cahaya matahari merembes masuk melalui jendela besar yang terdapat di sisi ranjang Cecilia. Terdengar kicauan burung yang merdu, menyadarkannya dari mimpinya yang indah.

Cecilia membuka matanya yang masih terasa berat dan mengerjap beberapa kali. Ia bisa merasakan angin yang menghembusi wajahnya dengan lembut. Kelihatannya, tadi salah satu pelayannya sudah masuk kemari dan membukakan jendela kamarnya.

Cecilia melirik jam yang tergantung di dinding kamarnya. Ah, pantas saja jendelanya sudah dibukakan, pikirnya. Rupanya sudah pukul delapan lewat dua puluh. Sudah lewat dua puluh menit dari jadwal bangunnya yang biasa. Pasti salah satu pelayan disuruh papa untuk membuka jendela agar membuatku terbangun.

Cecilia mendengus. Padahal, ia masih belum ingin terbangun. Mimpinya tadi betul-betul indah. Ia bermimpi sedang berjalan-jalan di sebuah kota, persis seperti yang ia sering lihat di buku-buku dongengnya yang bergambar. Dalam kota indah tersebut ada air mancur, orang-orang yang berlalu-lalang, juga toko roti. Cecilia sempat memakan roti yang ia beli di toko tersebut sebelum ia akhirnya terbangun. Ia bahkan sempat mengobrol dengan orang-orang yang sedang membeli roti.

Cecilia bangkit dan berjalan ke tepi jendela, menghirup udara segar dengan penuh semangat. Hari ini pun, pemandangan di luar masih terlihat indah seperti biasanya. Namun, ia hanya bisa melihat halaman istananya saja. Bagaimana dengan bagian luar istana?

Apakah kira-kira akan sama seperti mimpiku?

Tiba-tiba, suara ketukan yang berasal dari pintu berbunyi, membuyarkan lamunan Cecilia.

Itu pasti Bu Lorelaine, salah satu pelayannya, pikir Cecilia.

Namun, pintu sudah dibuka duluan sebelum Cecilia berkata apa-apa. Sebuah sosok yang sudah sangat ia kenal muncul dari balik pintu.

"Selamat pagi, sayang. Kau sudah bangun?"

Senyuman muncul di wajah Cecilia begitu melihat sosok tersebut.

"Papa!" Pekiknya sambil menghambur ke pelukan ayahnya, Ethelbert. Ethelbert tertawa sambil mengelus rambut putrinya yang berwarna keemasan itu.

"Haha... Papa nggak bisa bernafas, nih."

Cecilia melonggarkan pelukannya dan menatap ayahnya dengan mata bersinar. "Kenapa papa ke sini? Biasanya kan Bu Lorelaine yang ke sini. Tunggu... jangan-jangan, ini berarti papa lagi nggak ada kerjaan, ya?"

Ethelbert tertawa geli mendengar pertanyaan putri tunggalnya tersebut.

"Tahu aja kamu kalau papa lagi nggak ada kerjaan," Ethelbert mengangkat putrinya dengan lembut dan mendudukkannya di tepi ranjang. "Papa ke sini karena penasaran, soalnya kan biasanya jam segini Cecilia sudah bangun. Nggak apa-apa, kan, papa ke sini? Atau mungkin, Cecilia maunya Bu Lorelaine saja yang ke sini?"

Mendengar candaan ayahnya tersebut, Cecilia langsung menggeleng keras-keras sambil menarik baju ayahnya. "Tentu saja tidak! Aku lebih suka kalau ayah yang ke sini. Bosan kalau Bu Lorelaine terus..."

The Fallen KnightsWhere stories live. Discover now