"Aku baru tahu selain Digo, ada peliharaan lain dirumah ini."

Langkah pelan Amanda terhenti. Itu suara Mahesa. Amanda membalikkan tubuh. Tersenyum semanis yang dia bisa.

"Kemarin... Boleh juga. Dan... aku menyesal kenapa abangku belum mencicipi tubuhmu itu sebelum dia meninggal."

Amanda tersenyum miring. "Aku anggap itu pujian. Tapi akan lebih bijaksana lagi kalau kamu gak membawa Michael kedalam topik ini."

Mahesa mendengus pelan. "Sepertinya kamu gak menyesal sama sekali. Yah perempuan gampangan memang begitu. Kupikir, kamu bisa menghangatkan kasurku setiap malam." Senyuman sinis Mahesa tersungging.

Amanda mengendikkan bahu. "Sepertinya kamu belum pernah tidur dengan perawan sebelumnya. Aku mengerti kalau kamu ketagihan, Ryshaka. Lagipula sudah tugasku sebagai istri menuruti semua yang kamu mau kan? Apa yang kamu bilang kemarin benar, aku memang gak siap hidup susah. Jadi, terserah kamu mau bagaimana. Aku anggap aku mengabdikan diriku karena keluargamu sudah menyelamatkan kami dari kesusahan." Amanda membawa mangkuk buahnya pergi dari dapur.

Mahesa terpaku ditempatnya. Entah hanya perasaannya saja atau memang nyata, ia melihat kepedihan dimata Amanda. Hanya sekilas. Karena wanita itu sangat pandai mengendalikan emosi diwajah datarnya. Untuk sesaat ia menyesal kenapa tidak bisa mengontrol ucapan. Didekat Amanda, hanya ada emosi yang membakar hatinya. Rasa kesal mendominasi tanpa ia tahu apa penyebabnya.

***

Keesokan harinya, kunjungan tak terduga datang dari Michelle Vienna Liman. Siapa lagi kalau bukan ibu mertua Amanda yang luar biasa berkuasa dikeluarga besar Toeweh. Tiga hari setelah pernikahan dan dia sudah tak mampu menahan rasa penasarannya.

"Kemarin lusa kita baru aja ketemu, ma." Mahesa duduk tak nyaman disebelah kanan Amanda.

"Jadi kamu gak suka mama datang?"

"Bukan gitu..." Mahesa melirik istrinya. "Tapi sumpah deh, ini baru tiga hari sejak aku pindah kesini. Mama nih perhatian atau kepo sih?"

Michelle cemberut. Sikapnya memang kaku tapi ekspresi dan ucapan-ucapannya kadang menggelitik Amanda untuk tertawa. Tapi ia tidak berani. Siapa dirinya memang?

"Kerasan disini, Manda?"

"Eehh... Iya, bu. Eh, ma."

"Padahal kalau kamu gak kerasan, kalian bisa tinggal dirumah."

Amanda meneliti ibu mertuanya. Setelah ia menikah dengan Michael, Michelle tidak pernah seantusias ini mengajaknya bicara. Wanita itu lebih banyak diam. Tapi saat Mahesa sudah kembali, sikapnya menjadi sedikit berbeda. Sedikit. Sedikit saja. Tapi sudah membuat Amanda keheranan.

"Mama..." Mahesa menggelengkan kepalanya tak kentara. Kode agar ibunya tidak bicara aneh-aneh.

"Mama bawain jamu loh. Supaya lancar jaya."

"Jamu?" Amanda seolah mengalami disorientasi.

"Iya." Angguk Michelle. "Buat kamu sama Mahesa. Supaya makin semangat."

"Eem... Ma, kayaknya mama mendingan nyusul papa ke kantor deh, ma. Aku antar. Ya?" Mahesa menarik tangan ibunya.

"Apaan sih?" Nyonya Fevri menepis tangan putranya. "Mama belum jelasin cara buatnya ke Amanda."

"Udah... Itu nanti aja. Aku antar mama sekarang. Ya? Oke."

Amanda hanya bisa menatap kepergian ibu dan anak itu dengan pandangan aneh. Bungkusan jamu diatas meja menarik perhatiannya. Jamu kuat dan tahan lama. What?? Amanda bergidik. Anaknya sialan, ibunya aneh.

***

Mahesa mengerang sebal. Setiap dia mulai mencumbu gadis yang dipersiapkan Jovi untuknya, yang ada dalam bayangannya justru Amanda. Berkeringat, telanjang, pasrah dibawah tubuhnya.

"Sialaaan...." Ia mengerang lagi dan mendorong gadis didepannya agar menjauh.

Dia membenci Amanda. Dulu saat SMA, perempuan itu menjadi sumber masalah untuknya. Dia berhadapan dengan guru pembimbing nyaris setiap hari. Entah karena terlambat, membolos, kedapatan merokok bahkan berkelahi. Amanda seolah mejadi alarm. Dia selalu melaporkan kelakuan nakal Mahesa kebagian BP.

Lalu sekarang, dia menjadi sumber kesialan baru. Setelah tujuh tahun terbebas, kenapa harus wanita itu lagi yang mengganggu hidupnya. Pertama Michael, lalu Mahesa. Michael adalah abang idolanya. Kakaknya itu terlalu sempurna. Dia pria baik-baik, cerdas, berprestasi, dan juga pekerja yang luar biasa untuk perusahaan keluarga. Dan dia harus meninggal secara tragis setelah pernikahannya membuat Mahesa kesal. Kakaknya pasti tertekan sampai tidak fokus dalam menyetir.

Seolah belum cukup itu semua, wanita sumber kesialan itu malah dioper padanya. Membuatnya terikat status pernikahan diusia yang mana seharusnya dia masih bersenang-senang tanpa memikirkan rumah tangga, keluarga, anak, dan lain-lain selain bisnis yang tengah dimulainya. Terlebih, wanita itu sekarang seolah mengacaukan seleranya. Sebelum ini, Mahesa selalu bisa menghabiskan waktu sampai pagi dengan para wanita berbeda. Tapi hari ini, satu saja belum berhasil. Mahesa meremas rambutnya. Meraih kunci mobil. Dia sebaiknya pulang saja.

***

Ketukan beruntun dipintu kamar membuat Amanda berlari buru-buru dari kamar mandi. Dia baru saja selesai mandi karena tadi sore justru ketiduran sampai pukul sepuluh malam. Dia membuka pintu dengan cepat.

"Ya? Oh ya ampun!"

Ia ingin menutup kembali pintu karena sadar siapa yang ada diluar dan kondisinya yang masih memakai handuk sebatas dada. Namun gerakannya kalah cepat. Mahesa sudah menahan pintu dan masuk. Pria itu mengunci pintu kemudian mencabut dan melemparkan anak kuncinya ke sembarang arah.

"K-k-kamu mau apa?" Refleks Amanda merapatkan handuknya.

"Kurasa aku perlu kamu malam ini."

"Ak... Ak... Aku." Amanda mundur kebelakang. "Aku gak mau!"

"Kamu bilang kamu akan penuhi semua permintaanku." Mahesa menarik handuk Amanda kasar, membuat wanita itu berlari cepat kearah ranjang dan menyelimuti tubuhnya dengan bedcover tebal.

"Gak!"

"Tepati ucapanmu, Mikha. Kamu itu istriku. Pelacurku yang sah!! Kamu gak bisa mengelak!"

"Kamu sialan, Ry!!"

Amanda benci tenaganya yang lemah. Karena Mahesa dengan mudah menarik selimut itu, tersenyum culas melihat tubuh polos Amanda yang masih setengah basah.

"Kamu boleh sebut aku apa aja, Mikhayla. Tapi selama statusmu istriku, aku bisa memperlakukan kamu sesuka."

"Kamu benar-benar bajingan! Kakakmu lebih baik dari kamu! Kamu sialan! Wajar kalau Michael lebih mudah mendapatkan kepercayaan papa kamu!"

"Jaga bicaramu, Mikhayla!!!" Mahesa menarik kaki Amanda dengan kasar. "Kamu harus membayar semua sikap lancangmu ini! Aku sudah membeli kamu dari keluargamu, technically. Dan hidupmu sekarang ada dibawah kakiku!"

May 7th 2017

Mahesa emang ngeselin sih. Aku yang nulis aja kesel. Lebih kesel lagi karena kadang otakku buntu gitu tiap mau nulis. Hahahaha 😂🔫

9. FLARE [Jackson Yi]Where stories live. Discover now