" mereka tidak akan menangis, Mas Ami pasti akan mengajari mereka" ujar Lian tidak memperdulikannya.

" egois banget sih loe, kenapa juga mereka harus meminta guru yang sedikit pun tidak memiliki kasih sayang untuk mereka, kasihannya " ujar Nara yang kesal pun memalingkan wajahnya.

" Mas takan mengerti, dan tidak akan mengerti" tegas Lian berharap pengertian berpihak padanya.

" iya, aku memang tidak akan mengerti, tapi setidaknya kamu mengerti perasaan anak – anak itu, bisa atau tidak, setidaknya kamu menemani mereka dalam berlatih, bukan menggertak mereka hingga menangis" cakapnya dengan lantang.

" astagfirullah" ujarnya perlahan menarik nafasnya, " lalu aku harus bagaimana sekarang?" tanya Lian merasakan kesedihan.

" pergilah, temani mereka" jawab Nara, " kamu juga bisa bertemu Ami disana, bukankah itu kesempatan yang baik untukmu" ucap Nara langsung ke kamar.

Aliani pun keluar menghampiri anak – anak itu di lapangan. Dari kejauhan Ami terlihat mengajari mereka beberapa jurus. Aliani pun bergabung. Aliani mengarahkan pukulan – pukulan yang benar pada anak – anak. Tergambar senyuman di bibir anak – anak itu. Melegakan hati Aliani.

Dari kejauhan Nara memandangi Lian. Nara mulai memikirkan alasan kenapa Lian tidak menerima beasiswa itu, pasti ada hubungnnya dengan bakat yang dimilikinya itu, tapi kenapa dia tidak mau mengajari anak – anak. Semuanya masih samar. Saat ini tidaklah penting menanyakan hal tersebut, setidaknya dia bisa bersama Ami, dia pasti merasa bahagia.

Terlintas untuk menghubungi keluarga Aliani yang di Tangerang. Nara mencoba menghubungi ayah Aliani. Berharap mendapat dukungan yang positif setelah dia memberi tahu apa yang Aliani miliki dan akan dapatkan.

Nyatanya semua tak semudah yang diperkirakan. Respon ayah Aliani yang lebih dingin dari yang diperkirakan. Tak peduli apapun. Semakin menambah pertanyaan dalam benak Nara.

Ada sesuatu yang mengganjal di hati. Hubungan Aliani dan ayahnya. Kedatangan Aliani kerumah nenek. Seperti tiba – tiba datang karena sesuatu yang dipaksakan. Sepengetahuanku, beberapa tahun terakhir Aliani tidak pernah ke rumah nenek. Semua itu wajar – wajar saja. Namun, masih terasa aneh dalam hatiku.

Nara sepertinya harus menunujukan beberapa prestasi Lian. Nara juga memberi tahukan perasaan Lian. Nara akan mengkonsep pembicaraannya nanti dengan ayah Lian. Saat ini Nara harus menyembunyikan semuanya terlebih dahulu dari Aliani. Nara ingin Lian mendapatkan semua mimpinya.

**

Hari ke hari, Aliani sering mengikuti latihan silat di lapangan bersama anak – anak. Mereka senang dengan kehadiran Aliani. Ami juga menyambutnya dengan baik. Memudarkan janji diri pada ayahnya.

Kedekatan diantara Ami dan Lian semakin terlihat. Ami memang sedikit memiliki perasaan dihatinya untuk Aliani. Namun terkadang itu semua harus terhenti ketika menyadari bahwa mereka adalah saudara sepupu. Ibu Ami adalah saudara tiri dari Ibunya Aliani. Secara keturunan mereka masih ada ikatan persaudaraan, meskipun secara agama, mereka masih bisa menjalani hubungan yang spesial.

Namun tidak hanya persaudaraan diantara mereka, Ami juga telah dijodohkan orang tuanya dengan anak pak H. Imran yaitu Fatimah. Aliani belum mengetahui alasan kedua itu. Ami menganggap Aliani memiliki perasaan pada Nara. Jadi Ami merasa itu lebih baik.

Setiap hari Aliani dan Nara hampir tidak bertemu, Aliani hanya membereskan rumah, masak lalu pergi. Aliani terkadang menemani Ami untuk pergi ke pasar atau supermarket terdekat. Nara juga pergi untuk pekerjaannya, diwaktu luang dia menyempatkan waktu untuk bertemu ayah Aliani, jadi Nara sering pulang malam.

Dalam urusannya, terkadang Nara merindukan sosok Lian yang selalu membuat keributan. Satu sisi lain, Lian juga merasa kehilangan, karena beberapa hari ini dia tidak bisa bertemu Nara yang sedang sibuk. Meskipun Lian sedang bersama Mas Ami, terbesit sejenak Nara dipikirannya.

The Martial Art of loveKde žijí příběhy. Začni objevovat