"Kenapa kau melakukannya?" ucap Bora, memukuli Taehyung yang masih sibuk merapikan rok yang dia pakai kembali terpasang di pinggang.

Taehyung hanya menghela napas sebentar, sebelum menggendong Bora dengan kedua tangan untuk didudukan ke sofa dekat jendela. Senja sudah merangkak melukis langit, menghangatkan dinding kaca besar yang menyajikan pemandangan Ibu Kota.

"Bora, kupastikan kau tidak akan hamil. Kita sepakat tidak punya anak sampai kau siap secara mental, aku tidak butuh, aku hanya membutuhkanmu."

"Ibu ingin punya cucu."

"Bukan berarti keharusan."

"Tapi—" kalimat Bora tertahan, Taehyung sudah lebih dulu menciumnya.

"Aku hanya ingin Boraku kembali, sehat dan tidak tertekan setiap kali kita melakukannya. Kau tahu, aku selalu merasa menjadi suami yang jahat, karena kau pasti menangis dan tidak pernah lagi menikmati kebersamaan kita."

"Maafkan aku. Aku sudah berusaha tapi—"

"Aku sangat mencintaimu," sela Taehyung. "Kau tidak perlu memikirkan keinginan Ibu, sekarang yang terpenting kesehatanmu. Kau mengerti?"

"Iya." Bora mengangguk, tetapi dia tidak bisa ikut tersenyum bersama Taehyung.

"Sini peluk dulu, kangennya belum hilang."

"Taehyung, kita baru tujuh jam tidak saling lihat."

"Tapi kau sudah merindukanku, iya 'kan?"

Taehyung tertawa selagi mengusap pipi Bora yang lembab, dia membawa Bora bersandar di dadanya selagi dia memundurkan punggung ke sandaran sofa. Taehyung mengusap sepanjang bahu, bergumam lagu favorit Bora, Sweet Night, sampai beban di atasnya terasa lebih berat. Kebiasaan Bora ketiduran paska dipeluk, Bora bilang pelukannya terlalu hangat.

Dia tetap memeluk Bora tanpa berniat bergeser atau membangunkan, tarikan napas Bora mulai putus-putus, disusul rintihan seperti tangis ditahan membuat Taehyung mengeratkan pelukan. Dia tidak tahu seberapa menakutkan kecemasan yang dirasakan Bora dimasa depresi. Informasi dari dokter psikiater istrinya, mimpi Bora berbentuk bayi mati berdarah-darah, seperti makhluk neraka paling kelam yang akan mengejar istrinya di sepanjang Bora tidur.

Waktu tidur Bora selalu putus-putus bila tidak dibantu obat anti depresan, atau Taehyung harus memeluk Bora sepanjang malam, sampai Bora yakin tidak sendirian. Dia ingin sekali istrinya sembuh, tetapi penyakit mental illness tidak sesederhana yang dipikirkan orang awam. Tidak ada orang yang benar-benar bisa memahami kecemasan dan rasa takut Han Bora, sebelum merasakannya sendiri, dikejar bayimu yang telah mati.

"Saranghae!" Bisik Taehyung di telinga Bora, dia mengusap air mata yang meleleh dari sudut mata Bora yang terpejam. "Aku di sini, tidak apa-apa," tambahnya, mengusap punggung dan bahu Bora lembut dan hati-hati, sampai deru napas Bora terdengar lebih panjang dan teratur.

Ponsel Bora terasa bergetar dari dalam tas yang tergeletak di meja, Taehyung menjulurkan bahu kiri sejauh mungkin dan menggapainya. Dia mengeluarkan ponsel Bora sambil memastikan istrinya masih tidur, niatnya ingin mengangkat panggilan telepon berjeda, saat melihat nama Ibunya di layar depan.

Taehyung membiarkan panggilan itu tidak terjawab, lalu Bora terbangun saat dia memasukkan kembali ponsel Bora ke tas.

"Aku ketiduran?" tanya Bora, mendongak menatap Taehyung sebelum bersandar lagi.

"Hhmm... tidur lagi saja kalau masih ngantuk."

"Ngantuknya sudah hilang, tapi aku ingin memelukmu lebih lama," ucap Bora. Manik matanya berkaca-kaca, membayangkan bila Taehyung setuju menikah dengan Yunhee sesuai keinginan Ibu mertuanya.

Winter ScentWhere stories live. Discover now