Abry berdecak kesal sambil menepuk bahu sahabat karibnya. "Please ya Bin, gue tau lo suka sama Azril tapi gak usah belain dia juga kali."

Mendengar ucapan Abry, Bibin lantas berbalik, menatap lurus kedua mata bulat Abry. "Lo tau, sekarang dia deket sama siapa?"

Abry mengangkat kedua bahunya acuh. "Ngapaain juga gue peduli. Nanjong," tapi akhirnya, sifat cewek dalam diri Abry muncul. Alias; penasaran. "Emang siapa, deh?"

Bibin refleks menoyor kepala Bibin. "Tadi katanya nggak mau, goblok!"

Abry meringis sebentar lalu cengiran lebar tercetak di bibirnya. "Gue juga penasaran kali."

Mata Bibin menatap lurus kedepan dan bergumam pelan, nyaris berbisik. "Dia ... dia deket sama Zauzha."

Mendengar ucapan Bibin, Abry membelakan matanya, menatap tidak percaya. "Serius? Zauzha? Temen curhat lo kan?"

Abry nggak habis pikir banget sama Zauzha. Cewek beken macam Zauzha mana rela reputasinya rusak cuman gara-gara nikung orang. Yah, walaupun Bibin nggak pacaran sama sekali sama Azril, tapi tetap aja, semua siswa di Bharata tau kalau Bibin itu udah tergila-gila banget sama Azril. Abry mendengus. Kadang suka sedih punya temen yang suka sama musuhnya sendiri.

"Udah lama sih, tapi tetep aja," Bibin menyunggingkan senyum sinis. "Receh."

"Well, temen makan temen," gumam Abry. Spontan ia menaikan Alisnya sarkas. "Ha. ha. ha. Bilangnya mau diet, kok makan temen?"

Bibin menatap aneh Abry, maklum masih masa perkembangan, batin gadis berambut hitam legam itu. Namun dalam hati, ia membenarkan ucapan Abry. Teman makan teman emang udah jadi hal lumrah di dunia persekolahan. Untung Bibin orangnya sabar.

Merasa dipandangi, Abry melirik ke sisi sebelah kirinya sambil menaikan sebelah alisnya. "Ngapa?"

Bibin hanya menggeleng pelan."Bry?"

"Hmm, apa lagi, Bin" jawab Abry sambil menatap kedepan. Tapi, dalam hati Abry berdoa agar Bibin tidak meminta sesuatu yang aneh. Soalnya, Abry tau banget, gimana nada suara Bibin kalau lagi ada maunya.

Bibin mengulum bibirnya, lalu melontarkan kata, bukan lebih tepatnya permintaan yang hampir membuat Abry limbung ditempat.

"Lo harus nikung Zauzha dari Azril,"

Tuhkan bener!

-••-

Seharusnya Abry sudah pulang kerumahnya. Bersantai diatas kasur kesayangannya atau streaming film sampai wi-fi dirumahnya habis. Tapi sepertinya rencana itu ditunda dulu sebentar. Terbukti, karena sekarang ia sedang duduk disalah satu bangku Cafe dekat sekolah, dengan red velvet yang masih utuh. Ini bukan hal yang biasa. Karena biasanya Abry tidak
mungkin mendiamkan Cake kesukaannya. Tapi sekarang kondisinya beda. Ia langsung kehilangan selera makan.

Kening Abry berkerut dalam, tanda cewek sedang berpikir keras. Bibin ayan kali ya nyuruh gue nikung Zauzha, gumamnya dalam hati

Abry masih berpikir apakah ia harus menyetujui permintaan gila sahabat karibnya atau menolak mentah-mentah. Tapi ada untungnya juga sih Abry lagi-lagi berperang antara logika dan hatinya

"Lo harus nikung Zauzha dari Azril," ucap Bibin sangat yakin

Abry membelakan mata. Mulutnya terbuka lebar tanda ia sangat terguncang. "Bin lo sehat kan?"

Bibin memutar bola matanya jengah. "Please gak usah alay. Gue cuman minta lo nikung Zauzha aja, gak nyuruh lo kawin sama Azril goblok."

"Lo nggak inget Azril itu siapa? Dari zigot gue temenan sama lo, dan masih belom tau sekarang musuh gue siapa?" Kepala Abry menggeleng kuat. "Nggak. gue. gak. mau!"

AB-RILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang