Jatuh cinta

698 75 37
                                    

Chapter: 4
Dia?

...

🍁🍁🍁

Kebiasaan lupa yang Rifka pelihara ternyata membawa dampak buruk. Buktinya sekarang ia lupa membawa buku tugasnya. Ia sudah mengeluarkan seluruh isi tasnya, tetapi buku seratus lembar bersampul manila hijau putih merah itu tak juga ia temukan. Masih pagi, peluh sudah membanjiri sekujur tubuhnya.

"Matilah, Na. Mati. Buku tugas Fisika gue tinggal!"

Dina selaku—sewajarnya— teman yang baik, yang kebetulan juga teman sebangku Rifka hanya bisa berekspresi iba. Lagi pula, apa yang harus ia lakukan dalam keadaan seperti ini. Kesalahan ada pada Rifka sepenuhnya. Tidak mungkin juga Rifka pulang untuk mengambil. Jalan terakhir adalah pasrah.

"Pasrah adalah jalan ninjaku. Bodoh banget sih. Kok bisa gue lupa hari ini, hari Rabu?" Rifka duduk lemas di kursinya, menanti Bu Hayati, Si guru killer memberikan tugas, yang dijamin bikin ia depresi.

"Nonton sampe jam berapa tadi malam?" kata Dina, sedikit berprasangka bahwa ini adalah akibat kelakuan buruk Rifka yang doyan begadang untuk menamatkan film drama berseriesnya.

"Cuma dua episode, kok."

Dina tidak yakin, sebab lingkar hitam mata Rifka tidak menunjukkan hanya dua episode yang dimaksud. "Bohong lo."

"Nggak afdol kalau nggak tau endingnya," aku Rifka pada akhirnya.

"Tuh, kan. Kebiasaan! Mampus deh lo."

Benar saja. Ketika Bu Hayati datang dan Rifka mendapatkan hukuman yang benar-benar buat depresi. Bagaimana tidak? Masa sudah SMA hukumannya macem hukuman anak SD. Bu Hayati mengatakan Rifka harus hormat bendera sampai jam mata pelajarannya selesai.

Rifka kesal bukan main. Ia hanya ketinggalan buku tugas, kok hukumannya gitu amat, batinnya menolak melakukan hukuman. Namun, tatapan Bu Hayati bagai laser, saat Rifka malas-malasan untuk pergi ke lapangan dan menghormat

"Kulit skincare gue bakalan gosong kalo gini ceritanya dah," monolognya memandang tiang bendera yang menjulang tinggi. Matahari malah bersinar dengan cerahnya.

Tidak pakai topi, matahari bersinar terang banget. Luar biasa. Hebat banget penderitaan Rifka. Telapak tangannya sudah berada di kepala untuk menghormat pada sang saka merah putih.

Rifka benar-benar heran mengapa ia bisa sesial ini. Berusaha bersabar, ia menghitung setiap detik ia berada di sana sejak tangannya menghormat. Berdoa pada sang kuasa, waktu dapat berputar dengan cepat.

Peluh dengan mudah membasahi wajah dan beberapa bagian tubuh Rifka lainnya. Perempuan tidak akan  mengalami ini kalau saja drama Korea itu tidak seru, maka dalam hati Rifka mengumpati si pembuat drama.

Ketika sibuk dengan memaki dalam hati, tiba-tiba sebuah topi dipakaikan di kepalanya. Dengan cepat Rifka menoleh ke samping. Lelaki tinggi menjulang berbaik hati memberi ia topi.

"Panas banget."

Rifka berkedip-kedip tidak percaya, bahwa ternyata yang membantunya adalah Riski. Senyum lebar tertaut diwajahnya.

"Makasih."

"Kenapa bisa dihukum?" Tidak hanya memasangkan topi, laki-laki itu juga menyerahkan sebotol minuman dingin.

Because of You Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt