Chapter 4 : Sebagian Kebenaran

10.5K 1.1K 39
                                    

Apa kau baik-baik saja, dobe?" Tanya Sasuke seraya mengisi gelas miliknya dan gelas Naruto dengan wine.

Sasuke menatap Naruto yang membalas tatapannya. Sasuke merasa jika ada sesuatu yang tidak beres dengan Naruto. Sebelumnya lelaki itu begitu banyak bicara, namun kini lebih pendiam. Bahkan ketika mereka berjalan-jalan tadi, Naruto juga lebih banyak diam dan tak terlihat antusias. Terkadang ketika Sasuke melirik kearahnya, lelaki itu seolah sedang melamun, entah memikirkan apa.

Sikap Naruto membuat Sasuke terganggu hingga ia tak bisa melakukan apapun dengan benar. Ketika ia mengerjakan dokumen kantor, yang terpikir ialah sikap Naruto yang membuatnya khawatir. Bahkan ketika ia sedang berbaring dan bersiap tidur, ia masih memikirkan hal itu.

"Aku baik-baik saja, teme," Naruto memaksakan diri untuk tersenyum tipis meski sebetulnya ia jengkel. Untuk apa lelaki jahat itu memperhatikan dirinya?

Sasuke menghela nafas. Ia sudah menduga jika Naruto akan menjawab seperti ini. Beberapa tahun belakangan ini Naruto hampir tak pernah menunjukkan emosi negatif yang dimilikinya secara eksplisit. Dan terkadang hal ini membuat Sasuke merasa agak bersalah. Ia menyesal telah bersikap dingin pada Naruto di tahun-tahun pertama Naruto tinggal bersamanya.

Sasuke bahkan masih ingat ketika Naruto menangis setelah berduka atas kematian orangtua nya dan ia memasang ekspresi tidak suka serta menjauhi Naruto ketika ia seharusnya memberi dukungan emosional. Ketika Naruto mendapat nilai buruk atau mengalami kekalahan dalam lomba, ia malah menekankan pentingnya untuk terlihat sempurna dihadapan orang lain dengan berbagai alasan logis, seperti yang selalu diutarakan sang ayah. Saat Naruto menangis keras dalam perjalanan ke rumah sakit karena tulang hidungnya patah setelah terjatuh saat olahraga, ia malah mengatakan jika menangis malah akan membuatnya semakin kesakitan serta memberitahukan aturan untuk menjaga ketenangan ketika berada di dekatnya.

Rasanya kini Sasuke merasa benar-benar bersalah telah melakukan hal-hal itu meski ia telah mengubah sikapnya setelah berkonsultasi dengan psikolog, membaca puluhan buku parenting serta mendengar nasihat dari sang kakak yang jauh lebih ahli dalam berurusan dengan anak-anak ketimbang dirinya.

"Hn? Belakangan ini kau lebih pendiam dibanding biasanya," Sasuke mengernyitkan dahi dan menatap Naruto yang menghindari tatapannya secara refleks.

"Ahaha... mungkin ini hanya perasaaanmu saja," Naruto berpura-pura tertawa dan berusaha tak menghiraukan tatapan tajam dari Sasuke.

Sasuke menatap Naruto lekat-lekat. Ia bisa menyadari jika Naruto sedang berbohong hanya dengan bahasa tubuh lelaki itu.

Sasuke merasa lelah menghadapi seseorang yang berbohong padanya. Karena itulah ia memutuskan menawari alkohol pada Naruto untuk meringankan suasana meskipun ia sebetulnya tak mengijinkan Naruto meminum alkohol hingga berusia dua puluh tahun.

Sasuke mengangkat gelas dan mendekatkan gelas pada Naruto. Naruto mengangkat gelas miliknya dengan ragu dan menatap Sasuke.

"Eh? Aku boleh meminum ini? Bukankah kau bilang aku baru boleh meminumnya ketika aku berulang tahun ke dua puluh?"

Sasuke menggelengkan kepala, "Mau bagaimana lagi? Aku memesan terlalu banyak wine. Sayang jika tidak kuhabiskan."

"Kalaupun kau ingin mabuk, aku juga tidak keberatan. Aku akan menemanimu kalau itu yang kau inginkan, teme."

Sasuke menyeringai, "Kau yakin? Katanya aku sangat merepotkan kalau sedang mabuk, lho."

Naruto teringat dengan keluhan Itachi saat Sasuke mabuk. Menurut Itachi, Sasuke sangat banyak bicara dan bersikap sangat kekanakan saat mabuk hingga Itachi benar-benar lelah, baik secara fisik maupun emosional. Naruto tidak pernah melihat secara langsung, namun ia bisa mengerti bagaimana merepotkan nya hanya dengan mendengar cerita Itachi.

Daddy's BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang