"Sampai ketemu di meja makan, young girl."
000
Besok adalah hari keberangkatanku untuk kembali ke Hogwarts. Tahun terakhirku juga sebenarnya. Sebenarnya aku masih segan untuk meninggalkan Dad sendirian di rumah. Sudah jauh-jauh hari aku meminta Aunt Ginny dan Granny untuk memantau Dad. Aku tak tahu apakah ia akan sarapan atau makan malam tanpa adanya Mum atau aku. Memori itu masih teringat di ingatanku saat aku dan Mum berlibur selama beberapa hari di Malta dan apa yang terjadi pada Dad dan rumah ini. Rumah kami terlihat seperti tak berpenghuni dan yang lebih mengejutkan dan membuatku kesal adalah makan malam terakhir Dad adalah saat kami terakhir kali makan malam bersama sekitar empat hari yang lalu. Ia mengaku hanya makan siang di kantornya dan sedikit minum saat pulang. Padahal setahuku dari semua Uncle Harry dan teman-temannya, Dad terkenal akan perut karetnya yang tak dapat dibiarkan kosong walau sekejab saja. Berdasarkan segala kekhawatiran itu, aku memutuskan untuk menyewa jasa pelayan harian untuk membersihkan rumah serta membuatkan Dad makan malam dan mempersiapkan makanan siap saji untuk sarapannya, untuk berjaga-jaga bila Granny mendapatkan halangan.
Setelah membereskan koper-koper dan semua barang bawaan, aku segera mandi dan bergegas menuju makam Mum. Hari ini begitu cerah. Namun angin tetap bertiup dengan sejuknya. Awal musim gugur ini memang membuat suhu kota ini semakin menurun. Matahari bersinar dengan cantik yang seiring dengan awan yang terus berarak mengikuti kemana angin itu akan bertiup. Tak jauh dari makan itu, aku membeli seikat bungan fresia. Hanya fresia saja. Karena setahuku, Mum hanya menyukai bunga itu.
Langkahku terhenti saat melihat sosok yang sedang berdiri tepat di hadapan makam Mum. Seakan tak ingin ketahuan bila aku sedang mengamatinya, aku menyembunyikan diri di balik pohon yang berjarak sekitar 10 meter dari sosok itu berada. Pria tinggi dengan rambut pirang serta setelan serba hitam menaruh sesuatu diatas makam Mum-ku. Apa yang ditaruh Mr. Malfoy? Aku terus memperhatikannya sambil tetap bertanya-tanya di dalam hati. Hal ini merupakan keganjalan tersendiri bagiku. Aku tak pernah tahu bila Mum dan dia berteman. Walaupun aku tahu mereka sama-sama bekerja di Kementerian, tapi Mum berada di Departemen Kekuatan Hukum Sihir sementara Mr. Malfoy setahu yang kubaca dari harian Daily Prophet bekerja di Departemen Hubungan Sihir Internasional. Dan hal yang membuat keganjalanku terus bertambah adalah dari semua cerita yang kutahu bahwa Mr. Malfoy tidak berteman baik dengan Mum dan Trio Gryffindor-nya, malahan cenderung bermusuhan. Lalu apa yang ia lakukan di makam Mum? Pikiran baikku adalah bahwa ia hanya kebetulan lewat dan mampir sebagai teman lama. Pikiranku teralihkan saat melihat ia tersenyum sambil memegang nisan batu itu lalu pergi meninggalkannya. Dahi ini berkerut dengan sendirinya. Dan aku berjalan menuju tempat persemayaman Mum dengan berbagai tanda tanya.
Tanda tanya itu kembali hadir saat aku sampai di makam itu. Seikat fresia sudah terbaring cantik dan segar disitu. Mr. Malfoy tahu bunga kesukaan Mum? Aku mengedikkan bahu dan duduk tepat di samping makam.
"Hey, Mum," sapaku lalu menaruhkan bunga yang kubawa di samping bunga pemberian Mr. Malfoy itu.
Kuhela napas sebentar lalu membersihkan beberapa daun cokelat yang berada di atas makamnya. "Kau tahu besok aku akan kembali ke Hogwarst? Aku yakin kau tahu, karena jika kau masih ada pasti kau sekarang sedang sibuk membantuku packing dan menasihatiku tentang segala macam peraturan di sekolah. Demi Merlin, Mum, aku sudah bersekolah disana hampir tujuh tahun," tawaku pada makam ini.
"Omong-omong, aku sudah selesai dengan semua barang dan koper-koper itu, selimut yang darimu juga sudah kumasukkan. Ooh yaa, jangan lupa doakan untuk ujian NEWT-ku, Mum. Aku gelisah setengah mati bila mengingat hal itu. Aku juga berharap kau mendoakanku untuk bisa melalui hariku di sekolah tanpa semua surat darimu lagi. Kau tahu, Mum? Aku sangat merindukanmu sekarang," tanpa sadar air mataku mengalir kembali.
Entah sudah berapa liter air mata yang kutumpahkan sejak kepergian Mum. Buru-buru aku menghapus air mata ini dan kembali tersenyum. "Maafkan aku yang berubah jadi cengeng, Mum. Kepergianmu sangat berdampak besar padaku sepertinya," kekehku.
"Aku pulang dulu, Mum. Jangan lupa doakan aku dan jaga Dad selama aku tak ada di sisinya. Bye, Mum," ujarku kemudian bangkit dan pergi meninggalkan makam dengan deraian angin yang menemani.
000
Setelah perpisahan yang cukup dramatis dengan Dad, Uncle Harry, dan Aunt Ginny aku berhasil naik ke Hogwarts Express dengan linangan air mata. Sekitar sore hari kereta ini sudah sampai di Hogsmeade. Aku kehilangan Helaine seharian ini. Jadilah, seharian ini aku habiskan dengan membaca di kompartemen. Barulah saat kami sampai, Helaine menghampiriku. Senyum Helaine tetap terkembang seperti biasanya. Aku berteman dengannya sejak pertama kali kami menginjakkan kaki di Hogwarts. Latar belakangh anak tunggalah yang membuat kami bisa cepat akrab. Asas kesepian sepertinya yang menyatukan kami. Hal yang aku suka darinya adalah ia tak pernah membesar-besarkan atau mendramatisir suatu masalah. Terbukti dengan hari ini, setelah sekian banyak yang mengucapkan bela sungkawa padaku secara berlebihan hanya dialah yang menyambutku dengan senyum seceria mungkin. Mungkin saja ini adalah efek dari kami yang menangis seharian saat ia datang setelah tiga hari kepergian Mum. Maklum saja, dia selalu menghabiskan musim liburannya di Italia.
Upacara penyambutan siswa baru, baru saja usai. Seperti biasa riuh rendah dari para siswa saat mendapatkan murid baru memenuhi Aula Besar ini. Dan seperti biasa juga, aku tak akan peduli apa yang terjadi di ruangan ini. Aku tak peduli siapa yang akan menjadi penerus kami di Gryffindor atau siapa pendatang baru yang akan mengisi tiga asrama lainnya.
Mataku bersibobrok dengan Scorpius Malfoy saat hendak menenggak jus labuku. Aku kembali teringat dengan kejadian kemarin saat ayahnya menyambangi makam Mum. Ada perasaan penasaran untuk menanyakan hal ini padanya. Mungkin saja ia tahu apa hubungan Mum dengan ayahnya, tapi aku dengan secepatnya menguburkan niat itu. Bagaimana bisa bertanya padanya, bertegur sapa saja aku tak pernah. Tak usah bertegur sapa padanya, aku saja tak tahu nama siswa asrama satu angkatan denganku.
"Miss Weasley."
Aku berbalik dan menemukan penjaga sekolah kami sudah berada di belakangku. "Ada apa, Mr. Filch?" tanyaku bingung.
"Ada kiriman untukmu," lalu ia mendaratkan sebuah kotak yang ukurannya lumayan besar di hadapanku.
"Ooh terima kasih," jawabku gelagapan.
Pria tua itu hanya mengangguk lalu pergi meninggalkan Aula ini. "Apa itu?" tanya Helaine dari sampingku.
Aku mengedikkan bahu. "Entahlah," dengan sigap aku membukanya "dari ayahku."
Aku dapat melihat dari sudut mataku saat Helaine mengangguk serta mengerutkan dahi dan kembali sibuk dengan daging panggangnya. Kini dahiku yang mengerut saat melihat apa yang ada di dalamnya. Tumpukan buku bewarna hitam. Entah ada berapa banyak di dalamnya. Aku langsung mengambil secarik perkamen yang ada di dalamnya.
Itu adalah hadiah dari ibumu
Dad
Hanya itu tulisan yang berada dalam perkamen itu. Aku mengangkat satu dari sekian banyak buku hitam itu. Dahiku semakin mengkerut.
"Jurnal?"
000
to be continued
YOU ARE READING
The Notebook by AchernarEve (END)
RomanceCukup dengan tulisan dan kau akan mengetahui segalanya. Read and Review, please. Harry Potter, T, Indonesian, Romance & Hurt/Comfort, WARNING : beberapa chap akan di privat
Chapter 1. PROLOG
Start from the beginning
