Chapter 1. PROLOG

5.3K 244 3
                                        

Hallo readers 😊 admin gak jelas balik lagi dengan cerita baru request dari @ aIrunnIswa , semoga kalian suka dan maaf lama baru update 😊

Happy Reading ^^ dan jangan lupa tinggalkan jejak ya, untuk menghargai kerja keras author dan admin 😘

====================================

Agustus

Wiltshire, Inggris

Musim panas

Angin bertiup lebih kencang dari sewajarnya. Sewajarnya musim panas. Sewajarnya dari seharusnya. Bukankah musim panas angin akan sangat mustahil bertiup sekencang ini? Karena memang sesungguhnya ini bukanlah saat yang wajar. Sinar matahari sore menelisik dari balik pepohonan hijau yang mulai merekah beberapa bulan lalu. Artinya badai tak mungkin datang. Lagi-lagi sangat mustahil akan datang badai di bulan Agustus seperti ini. Lagipula tadi sudah kukatakan bahwa matahari sedang menampakkan cahayanya.

Masih dengan tiupan angin kencang, aku menatap sendu kearah batu hitam di hadapanku. Sudah entah berapa lama aku duduk disini. Terdiam. Sesekali air mata meleleh. Kuseka. Dan meleleh lagi. Angin yang kini bertiup terasa akan merontokkan satu persatu tulang yang dengan kokohnya menempel di dagingku. Sekali lagi kuingatkan, hari ini adalah hari ketiga dalam minggu pertama di bulan Agustus. Jadi, aku sangat merasa alam ikut berkonspirasi dalam kesedihan yang kualami sejadi-jadinya. Petir seketika terdengar di telinga. Sinar matahari yang tadi menunjukkan wujudnya dari balik pepohonan itu kini meredup perlahan-lahan. Perlahan dan perlahan sinar itu menghilang dan digantikan dengan awan hitam yang menggumul di angkasa. Petir itu terdengar kembali. Angin semakin berani memperlihatkan kehebatannya. Aku menengadah ke angkasa. Setitik air jatuh membasahi wajah ini. Setitik demi setitik yang dengan singkatnya berubah menjadi guyuran maha dahsyat. Awan yang baru saja menggumul bak kapas hitam kusut di langit kini dengan perlahan memecah dan sinar matahari itu kembali menampakkan silaunya. Senyum terkembang dari wajahku. Sudah saatnya aku harus berdamai dengan kenyataan, bukan?

Mataku terasa berat. Mungkin dengan memejamkannya sesaat akan menghilangkan sedikit beban kesedihan yang kurasakan saat ini. Atau mungkin saja semua ini hanyalah mimpi dan jatuh tertidur merupakan sebuah jalan untuk keluar dari mimpi terburuk yang pernah kualami ini. Dan mata ini kian berat. Senyum masih mengembang diwajahku saat semua pandanganku menjadi gelap dan rasa dingin kini menghantam tubuhku.

000

Chapter 1

Tubuh ini terasa remuk redam. Apakah kalian pernah merasakan saat tulang belulang kalian copot dari dagingnya? Mungkin seperti itu perasaan yang kurasakan terhadap tubuhku saat ini. Perbedaan yang kurasakan saat ini dengan beberapa saat atau lebih tepatnya jam yang lalu adalah kehangatan. Sisanya tak ada yang berbeda.

Aku mendengar derap langkah dari lantai ruangan ini. Ruangan? Kehangatan ini berasal dari sebuah ruangan. Masih dengan mata yang terpejam aku membaui ruangan ini. Bau yang sangat kukenal. Ini kamarku. Wangi melati bercampur dengan pinus seketika menyeruak di penciumanku. Ada sensasi lain yang kurasakan di kasurku. Perlahan aku membuka mata. Hal yang kutangkap untuk pertama kali adalah sosok pria dengan kacamata yang menghiasi wajahnya tengah memperhatikanku saat ini. Aku sama sekali tak mengetahui apa yang ada dipikirannya saat ini. Wajahnya tersenyum namun tak dapat menutupi kekhawatiran yang menyembur dari segala mimiknya.

"Hey," sapanya untuk pertama kali.

"James," aku mencoba untuk bangkit dari tidur namun dengan sangat cepat ia mencegahku dan dengan sangat lembut kembali membuatku kedalam posisi semula.

"Rebahan saja," ucapnya lembut lalu menjulurkan tangannya untuk menyentuh keningku. "Kau demam, aku akan mengambilkan ramuan penurun panas untukmu, tapi sebelumnya kau harus mengisi perutmu terlebih dahulu."

The Notebook by AchernarEve (END)Where stories live. Discover now