James Potter. Sepupu yang sudah kuanggap seperti saudara kandungku sendiri ini masih menatap sendu kepadaku.
"Aku baik-baik saja."
Baiklah, untuk masalah itu aku berbohong. Tubuhku sangat sakit seperti seorang budak yang sudah berkerja lima hari lima malam tanpa tidur serta kepalaku yang terasa akan segera pecah membutatku merasa sangat tidak 'baik-baik saja'.
"Kau tidak baik-baik saja, setidaknya beberapa jam yang lalu," ujarnya "kau tahu betapa pucatnya wajah Uncle Ron saat seorang petugas makam membawamu ke rumah dengan keadaan yang sangat menyedihkan?" tambahnya lagi.
Aku hanya mengedikkan bahu dan menaikkan sebelah alis. "Kau terlihat seperti jasad yang tak berdaya."
"James, aku minta maaf," ujarku sungguh-sungguh.
"Tak ada yang perlu dimaafkan, Rose. Temui ayahmu besok pagi, dia pasti senang melihatmu kembali ceria lagi," ucap James yang terdengar sangat menenangkan.
Aku menggangguk dan setetes air mata membasahi pipiku. Tangan besar James dengan cepat menyekanya. "Jangan menangis lagi, kau kuat, Rose. Semua orang tahu itu."
"Dad?"
"Dia sama kuatnya dengan dirimu."
Anggukan dariku sudah menjawab pernyataan James tadi. "Dimana Dad?"
James hanya tersenyum. "Ini sudah tengah malam. Eehm aku tak tahu pastinya sebutan apa untuk saat ini. Kau menyebut apa untuk keadaan di pukul tiga seperti sekarang?"
"Menjelang pagi kurasa cocok," aku tertawa lemah.
Dia melengkungkan bibirnya dan mengangguk setuju. "Kau mengantuk?"
"Aku rasa tidak. Aku lapar."
James kembali tersenyum. "Tunggu disini aku akan membawakanmu sup dan ramuan untuk demammu," ucapnya.
Setelah mengacak-acak rambutku dia menghilang dibalik pintu dan rasa sakit ditubuhku kembali mendera.
000
Tak terhitung sudah berapa banyak orang yang berkunjung kerumahku sejak kepergian Mum. Hampir seluruh temannya dan teman Dad dari Kementerian tak henti-hentinya berkunjung untuk menunjukan bela sungkawanya. Granny Weasley sedari tadi sudah sibuk di dapur. Dia tak henti-hentinya membuat kudapan untuk para tamu yang datang silih berganti. Ada yang berbeda dengan Granny saat ini. Aku tak pernah membayangkan wajah sedihnya saat berada di dapur. Granny sangat menyukai dapur dan memasak. Setidaknya hal itulah yang aku ketahui darinya selama hampir 17 tahun menjadi cucunya. Tetapi, kali ini sangat berbeda. Senyumnya terkesan dipaksakan dan kerutan umurnya semakin jelas terlihat. Aku tahu sebenarnya apa yang terjadi. Hal ini adalah salah satu efek dari kepergian Mum untuk selamanya.
"Dia wanita yang sangat baik," ujar salah satu tamu Dad dari Kementerian yang tak kutahui namanya saat menjabat tangannya.
"Terima kasih," jawab Dad.
'Terima kasih' adalah satu frasa yang selalu Dad ucapkan selama tiga hari kebelakang ini. Hanya Dad yang terlihat sangat tegar menghadapi situasi ini. Bahkan Uncle Harry tak dapat menyembunyikan kepedihannya saat melihat peti Mum dimasukkan ke dalam liang lahat.
Sekitar sore hari, rumah kami sudah lenggang. Semua tamu itu akhirnya sudah kembali ke dalam aktivitas mereka masing-masing. Hanya tersisa para sepupu Weasley dan Potter, Granny dan Grandpa Weasley, Nana dan Granddad Granger serta semua Uncle Weasley. Mereka juga sudah tampak asik dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang sibuk dengan televisi Muggle milikku, bermain catur sihir, membaca koran, melihat-lihat album foto keluargaku, atau sekadar berbincang-bincang bersama saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Notebook by AchernarEve (END)
RomansaCukup dengan tulisan dan kau akan mengetahui segalanya. Read and Review, please. Harry Potter, T, Indonesian, Romance & Hurt/Comfort, WARNING : beberapa chap akan di privat
Chapter 1. PROLOG
Mulai dari awal
