Chapter 6 : •Cursory•

3.5K 549 14
                                    

Kucing hitam Mrs. Jeanice tidak berhenti menatap Crimson, mata hijau menyala itu menatapnya lekat.

"Jangan menatapku seperti itu Afred!"

Sekarang, bahkan binatang-binatang dari dalam rumah itu keluar seperti membentuk formasi mulai dari kucing, burung gagak dan burung hantu semua keluar dari sana.

"Rumah ini memang benar-benar aneh." ujar Crimson sambil merunduk.

Crimson berlari keluar dengan 3 buku di tangannya, tadi ia sudah menyelipkan amplop coklat ke dalam buku jadi sekarang semua aman.
Gadis itu bergegas keluar dari halaman belakang Mrs. Jeanice dan mengambil sepedanya yang ia letakan di depan tangga masuk rumah Mrs. Jeanice.

"Hati-hati di jalan." kata Mrs. Jeanice dari dalam rumah yang terdengar pelan hampir seperti bisikan karena suara seraknya itu. Mrs Jeanice hanya membuka sedikit pintunya cahaya remang-remang terlihat dari dalam.

"Aku pergi Mrs. Jeanice." ujar Crimson lalu mengayuh sepedanya menuju jalan utama.

Meskipun wanita tua itu aneh dan agak menakutkan tapi tidak ada yang lebih ramah dan memerlakukannya dengan baik seperti Mrs. Jeanice.

•••

"Crimson!" ujar Bibinya ketika Crimson baru saja menginjakan kaki di ruang tamu.

"Iya bibi?" jawab gadis itu santai.

"Kenapa kau tidak mengatakan itu?" kata Bibi Gretta.

"Ada apa?" tanyanya tidak mengerti, "Apa yang tidak kukatakan bibi?" Sambungnya.

"Kau mendapatkan beasiswa?" tanya bibinya sambil mengerutkan alis.

"Bibi tahu darimana?" tanya Crimson yang terkejut.

"Ravena menemukan ini di kamarmu." ujar Thomas menunjukan amplop berwarna coklat muda.

"Ya, kepala sekolah yang memberikannya." ujar Crimson yang tidak dapat menyembunyikan raut wajah kesal miliknya.

"Lalu apa keputusanmu?" tanya Thomas.

"Jelas-jelas akan kuambil." ujar Crimson mengingat perkataan kepala sekolah dan Mrs. Jeanice.

"Tidak bisa!" teriak Ravena yang menuruni tangga, ia sangat marah, raut wajahnya garang dan memerah.

"Apa maksudmu?" tanya Crimson dengan nada kurang senang.

"Kau tidak bisa pergi disana!" teriaknya kembali.

"Biarkan saja dia mengikuti maunya Ravena." kata Thomas melihat ke arah Crimson.

"Tidak bisa, aku tidak setuju!" teriaknya kembali seperti orang kesetanan, Thomas langsung menyimpan amplop coklat muda itu di dalam sakunya, takut-takut jika adiknya itu memiliki ide gila.

"Kenapa Ravena? Aku harus pergi! Ini keputusanku, di surat itu tertera sesuai dengan keputusanku bukan keputusanmu!" ujar Crimson tetap pada putusannya.

"Tidak bisa dan Thomas jangan membelanya!" kata Ravena yang terdengar putus asa.

"Lalu? Toh dia pergi kesana untuk belajar." ujar Thomas membela Crimson.

"Aku tetap tidak suka, jika ibu menyetujuinya aku tidak akan makan!" Teriaknya lalu berlari ke atas menuju kamarnya.

"Kau tidak boleh pergi." ujar Bibi Gretta lalu mengejar Ravena.

"Tapi..." Crimson tidak melanjutkan perkataannya, ia tahu ini bukan saat yang tepat.

"Tenanglah, aku akan membujuk ibu." ujar Thomas lalu menyerahkan amplop coklat dari sakunya kepada Crimson.

"Terima kasih Thomas." ujar Crimson.

"Pergilah tidur." ujar Thomas lalu pergi menuju kamarnya menyisakan Crimson sendiri di ruang tamu.

•••

Tengah malam Crimson terbangun dengan keringat dingin yang jatuh dari pelipisnya ia bermimpi buruk, sangat buruk.
Tentang burung yang terbang lalu api, kemudian banyak yang jatuh dari langit seperti burung gagak menimpanya, tidak ada tempat untuk berteduh dan dia terjebak. Kakinya tidak bisa digerakkan lalu ada orang-orang aneh yang mendekat ke arahnya dengan senyum menyeringai. Ia sangat ketakutan tapi tidak dapar menyelamatkan diri, untunglah ia terbangun di saat yang tepat.

Crimson mengatur napasnya, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, dan mendapati kaca jendela yang berembun sama seperti di kelas waktu itu, dia mengingat kembali kejadian di kelas.
Cukup lama ia menunggu tapi tidak ada api.

"Mungkin itu hanya karena udara dingin" ujar Crimson berusaha menenangkan dirinya.

"Tapi ini aneh, jika hanya karena udara dingin kenapa tidak semua jendela yang berembun?" ujar Crimson ketika mendapati permukaan jendela lainnya biasa saja, dan hanya jendela itu saja yang berembun.

Ia turun dari tempat tidurnya dan mendekati kaca jendela itu, meskipun ada rasa takut tapi rasa ingin tahunya lebih besar sehingga ia memberanikan diri untuk mendekat.

"Apa ini?" ujarnya menggosok kaca jendela yang berembun itu tapi tak hilang, padahal sudah dari 2 sisi, ini sangat aneh, bahkan sudah menjadi menakutkan, hal-hal aneh ini diluar logika.

Bunyi terdengar seperti permukaan kaca yang disentuh jari dan ditarik seperti kita yang sering menulis sesuatu di kaca berembun dengan jari telunjuk, anehnya Crimson sama sekali tidak menyentuh atau menulis di kaca, entah apa atau siapa yang tidak terlihat pastinya sedang menulis sesuatu di kaca. Bunyi nging muncul dan dengan cepat Crimson berlari ke arah pintu dan menutupnya rapat-rapat.

Perantara

Ketika Crimson kembali ia sangat terkejut, pada kaca tertulis perantara.
Crimson kembali mengusap sisi depan dan belakang kaca tapi kata itu tidak mau hilang.

Jantungnya berdegup lebih kencang.

"Apa ini ada hubungannya dengan kejadian tadi?"









================================
Gimana ceritanya?
Vote dan comment ya😘😙😚
Saran dan masukan sangat di terima
Makasih buat yang udah vote dan comment cerita ini❤💙💚💛💜

Ps : kalau ada typo atau kesalahan apapun harap ditandai agar dapat diperbaiki secepat mungkin

Salam kasih
MG

CrimsonWhere stories live. Discover now