Kiss

11.8K 690 25
                                    

Brian mengetuk-ngetukkan jari tangannya ke atas meja. Tiba-tiba merasa jenuh dengan kehidupannya. Terlalu monoton hingga terasa hambar tak bernyawa.

Brian menghela napas lelah dan memejamkan matanya. Dia sudah berumur tiga puluh tahun. Hampir memiliki semua yang diinginkan oleh setiap orang yang hidup di dunia. Harta, tahta, dan wanita.

Bisnisnya cukup sukses sehingga ia yakin hartanya tidak akan habis sampai ke anak cicitnya. Dan dia tidak pernah kekurangan stok wanita di hidupnya, wanita lajang dan berpasangan berlomba-lomba ingin menjadi teman kencannya atau hanya sekedar untuk menjadi teman one night stand bagi Brian. Namun Brian sudah merasa muak, yang ia inginkan adalah satu wanita saja. Wanita yang mau melahirkan anaknya, merawat mereka hingga tumbuh dewasa. Seorang wanita yang akan ia lihat pertama kali ketika bangun tidur dan satu-satunya wanita yang akan ia tatap sebelum jatuh ke alam mimpi. Brian menginginkan seorang isteri.

“Arrrggghhh!” Brian berteriak frustasi sambil mengacak-acak rambut coklatnya.

“Semuanya sudah siap, Sir.” Rossary, sekretarisnya baru saja membuka pintu kerja Brian. Wanita yang akrab disapa Rosa itu berjalan santai semakin ke dalam meskipun Brian belum memberi izin kepadanya untuk masuk.

“Lima menit lagi anda tidak berada di sana, saya tidak akan mengatur ulang jadwal untuk agenda ini.”

Brian mendengus, menatap kesal kepada Rosa yang tidak memiliki etika baik sebagai seorang sekretaris.

“Jaga sopan santunmu, Rosa. Aku sedang mempertimbangkan untuk mencari penggantimu.”

Rosa hanya tersenyum senang, tangannya begitu cekatan ketika merapikan penampilan Brian. “Dengan senang hati, Sir. Saya sudah sangat bosan bekerja dengan anda.”

Brian ingin mencekik Rosa, tetapi perempuan itu sudah lebih dahulu melakukannya karena Rosa sedang merapikan dasinya. “Anda sudah siap, silahkan, Sir.” Rosa mengedipkan sebelah matanya sebelum meninggalkan Brian yang mengusap lehernya pelan.

*

Brian berjalan seperti biasanya, tegap, tenang dan terkesan mengintimidasi. Melihat kedatangannya, orang-orang pun mulai melihat ke arahnya, terpana, kemudian saling berbisik-bisik. Sesuatu yang sering terjadi setiap kali dia memperlihatkan diri.

Beberapa manajer yang hadir, memberi hormat kepadanya sebelum Brian menaiki podium dan berbicara. Brian menjelaskan mengenai terobosan baru Brian’s Hospital yang akhirnya bisa ia resmikan sekarang. Pembentukan tim khusus yang dinamai Brian’s Operations untuk menangani kasus-kasus sulit di rumah sakit mereka, Brian telah melengkapi rumah sakitnya dengan perlatan medis terbaru.

“Kalau begitu, dengan bangga saya perkenalkan.” Brian menoleh ke layar proyektor raksasa di belakangnya, “Dokter Haikal, selalu ketua departemen bedah di Brian’s Hospital, selanjutkan akan mengayomi dan mengepalai Brian’s Operations.”

Tepuk tangan menggema di seluruh ruangan, mengiringi langkah Haikal yang menaiki podium untuk berdiri di belakangan Brian. Selanjutnya, Brian menyebutkan satu per satu nama-nama dokter yang terlibat dalam Brian’s Operations. Sama seperti yang dilakukan oleh Haikal, para dokter yang namanya disebut juga menaiki podium untuk berdiri di samping Haikal.

“Jessica Nichole Pranata.” Brian mneyebutkan nama terakhir dalam list yang tadi disiapkan oleh Rosa.

Brian menunggu, tetapi tidak ada satu pun yang menaiki podium hingga suara pintu terbuka di sisi kanannya, membuat Brian menoleh.
Seseorang baru masuk melalui pintu itu, napasnya terengah-engah karena Brian melihatnya sedikit membungkuk dalam usahanya untuk menormalkan napas. Dengan posisi membungkuk dan kedua tangan berada di lutut, perempuan itu bersuara, “Saya di sini.”

Me and BrianWhere stories live. Discover now