kepada Dia (surat ke2)

23 3 0
                                    

Hai, apa kabar bang? Ini surat keduaku. Aku tahu pasti abang sehat, semoga selalu dalam lindungan Tuhan ya bang. Abang kemana aja? Gak pernah ketemu, gak ngabarin juga. Abang sibuk banget ya? Bang, inget aku gak? Abang gak kangen sama aku? Sama sekali enggak? Gak papa, tapi aku masih nungguin kabar dari abang.

Sekarang sepi banget, gak ada yang aku usilin dengan prank teks, gak ada yang aku gangguin kalo lagi ngopi, gak ada yang aku ajak debat, gak ada lagi yang kasih aku coklat beng-beng. Tiba-tiba aku ngerasa aku sama abang itu dulu sedekat jengkal, sekarang jadi sejauh bintang. Kalo dulu sehangat nafas, sekarang sedingin laut lepas. Ah memang waktu berjalan sekejap mata. Tidak terasa.

Bang, aku sekarang bingung karena gak ada temen lagi buat cerita, biasanya kan sama abang. Aku juga gak tau mau nanya ke siapa, karena biasanya juga nanya ke abang. Aku gak tau harus berbagi dengan siapa lagi kalo bukan sama abang. Karena abang yang bisa ngerti aku, abang yang mengerti maksudku. karena abang yang bisa bikin aku percaya dengan diriku, abang yang bikin aku kuat, abang yang kasih semangat.

Tapi sekarang gak ada lagi. Abang ngilang gitu aja. Gak pamit. Aku sedih. Aku marah. Tapi aku cukup tahu diri, aku bukan siapa-siapa, aku tidak punya hak untuk semua itu. Dulu abang yang membuat semua menjadi mudah, sekarang aku harus menghadapi semua sendiri, ini terasa berat bagiku. Sungguh.

Kemarin di kampus aku lihat abang, aku pengen banget nyamperin trus mau kutanya dengan kenapa, kenapa, dan kenapa yang sangat banyak. Tapi tidak bisa, aku tidak sanggup mendekat lagi rasanya. Aku ingin berlari kearahmu, tapi rasanya sudah tidak bisa, ada banyak hal yang masih ingin kusampaikan bang.

Hari ini begitu berat bagiku, tidak ada teman yang bisa menjadi tempat berbagi, tidak ada teman yang mendengar keluhku sebaik dan sesabar abang, tidak ada teman yang mengerti posisiku, selain abang. Aku tidak mengerti kenapa harus sekarang aku melewati ini sendiri, kenapa abang tidak disini?

Jika saat ini ada abang bersamaku mungkin aku sekarang sedang abang marahi karena aku cengeng seperti ini, abang akan marah mengatakan semua hal yang akan membuatku semakin percaya pada diriku, abang pasti akan menghapus air mataku dan mengatakan semua akan baik-baik saja. Dan aku akan berhenti menangis dan kembali percaya dengan semua yang abang katakan. Hari ini juga, aku seperti sedang menonton film. Bagaimana tidak, aku melihat dan mengingat begitu jelas setiap peristiwa yang kita lalui bersama. Semuanya seperti sedang diputar kembali dihadapanku.

Saat pertama kali abang memberiku coklat, berkenalan denganku, neduh di tenda, bercerita tentang banyak hal, mengirim pesan untukku, menggenggam tanganku agar tidak jatuh sendiri, membuatku tertawa saat aku patah hati, menemaniku saat aku membutuhkan bantuan, dan masih banyak lagi. Apa abang ingat? Aku rasa tidak. Tidak apa-apa sunggug, tapi perlu abang tahu aku selalu mengingatnya.

Tapi keadaannya sekarang aku disini sendiri, harus melewatinya. Aku akan memberanikan diriku melewati ini sendiri, aku akan percaya pada diriku sama seperti saat abang ada bersamaku. Aku tidak akan membuat semuanya sia-sia. Aku sudah berjanji padamu kan bang? Aku tidak akan mengecewakanmu. Percayalah.

Mungkin bila suatu saat abang kembali, abang akan bangga denganku karena aku bisa bertahan dan melewati segalanya sendiri. Mungkin bila suatu saat abang kembali, aku akan memarahi abang sebentar lalu seketika langsung memelukmu. Mungkin juga bila suatu saat abang kembali aku sudah tidak disini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 15, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RandomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang