6 : Heran :

57.7K 9.4K 589
                                    


6

: h e r a n :


2014


Tak mau membendung perasaan sendiri, Leia akhirnya memilih untuk menceritakannya kepada Nirna dan Asti saat mereka makan siang di luar kantor.

Respons keduanya sama; heran. Sebab, mereka tak habis pikir bagaimana Leia bisa menyukai Bara. "Soalnya, Lei," ujar Nirna saat ditanya apa alasannya, "Bara tuh biasa banget. Kayak... biasa aja gitu. Gue kira lo bakal naksir Aksel."

"Atau Pak Re," sela Asti. "Iya, gue tahu dia ketuaan. But, hey, lihat sisi baiknya. Dia bule, bisa memperbaiki keturunan. Lagian, nikah dengan cowok yang jauh lebih tua lagi ngetren, kan? Terkesan lebih matang."

"Oh God, Asti...." Nirna memutar bola mata, mengibas poninya, menatap Leia. "Gini, Leia. Please, jangan bilang ke gue kalau lo nggak sadar tampang lo itu gimana."

Leia mengernyit. "Gimana apanya?"

"Masih ingat pas kita bertiga ke divisi HRD dan tiba-tiba ada anak sana yang bilang ke gue kalau dia mau kenalan sama lo?" tanya Nirna. Leia mengangguk. Nirna melanjutkan, "Atau, lo masih ingat pas kita lagi jalan kemanalah, pasti ada aja cowok yang godain lo?"

Leia menautkan alis. "Bukannya kebanyakan cowok-cowok jalanan itu emang suka godain cewek, ya?"

"Yah, iya bener. Tapi, pastinya kan, mereka godain yang menurut mereka oke, dong?"

"Lei, sebenarnya Nirna cuma mau bilang kalau lo itu cakep," ujar Asti, mengaduk-aduk salad buahnya. "I mean, temen gue yang cowok di bagian keuangan aja bilang, Leia itu walau ngupil tetap kelihatan cantik. Makanya, gue sama Nirna heran kenapa dari semua orang, lo malah naksir Bara."

"Yang kayak papah muda," lanjut Nirna. "I mean, don't you see? Bara rada buncit gitu perutnya."

Spontan, Leia tertawa. "Emang kenapa kalau perutnya buncit?"

"Ya... gitu...." Nirna berdeham, berusaha berucap dengan halus. "Don't you think it's a turn off?"

"Buat Bara?" Leia meninggikan alis. "Of course not."

"Oh my God," Nirna memegangi kepalanya. "You're sick."

"Sickly in love, dan butuh pertolongan dokter Bara uwwhh," ujar Asti sambil menyengir. Leia tertawa.

"But, why?" tanya Nirna. "How? Kok, lo bisa suka?"

"Dia baik," balas Leia. "Dan dia bukan tipe yang suka memaksakan kehendak, yang mau istri tuh harus kerja di rumah buat masak, ngurus suami dan anak doang. Kalau ada perbedaan pendapat pun, dia nyantai aja. Dia sama adiknya itu punya pandangan hidup yang berbeda banget, tapi dia nggak mempermasalahkan itu. Mereka tetap akur. Dia toleran orangnya, dan emang naturally baik. Trus, dia nggak mau ikut-ikutan orang lain gitu. Dia punya prinsip sendiri. Aku suka yang kayak gitu."

Nirna dan Asti saling menatap, kemudian melabuhkan pandangan pada Leia. "Oke, Lei," Nirna memutuskan, "lo suka sama Bara. Like, really really like him, karena lo udah bodo amat sama bentuk fisik dia. So, the next step is... lo udah deket sama Bara apa belum?"

Leia menipiskan bibir. Pelan, dia menggeleng. "Kami cuma dekat sebagai teman aja."

"Lo nggak chatting gitu sama dia?" tanya Nirna. Leia menggeleng. "Kenapa?"

"Aku nggak mau ganggu dia, Nir." Leia menunduk, memainkan rambutnya yang dikepang satu ala Katniss Everdeen. "Dokter tuh sibuk, kan? Aku nggak mau ganggu dia. Lagian, aku juga nggak tahu kalau nge-chat harus ngomong apa."

"Si Bara sama lo gimana? Kayak, ada effort dari dia buat kenal lo gitu, nggak?" tanya Asti. Melihat Leia menggeleng, Asti melanjutkan, "Ya kalau nggak ada act atau komunikasi intens, hubungan lo nggak bakal bergerak maju, sih."

"Komunikasi, tapi aku nggak tahu harus chat apa." Leia menarik napas. "Aku juga nggak mau terkesan agresif gimana-gimana. Dia pasti risi juga dideketin cewek."

"Iya, sih...." Asti ikut menarik napas. "Repot ya, jadi cewek. Kalau kita yang suka, nggak bisa pedekate duluan, takut cowoknya malah risi. Sementara kalau cowok naksir cewek dan mereka pedekate, pasti diwajari."

Nirna menghela napas panjang dan menopang dagunya. Memandang Leia. "Jadi, lo nggak mau 'gerak' nih? Realistis aja ya, Lei. Kalau lo udah tahu Bara biasa aja ke elo, dan lo nggak ngelakuin pergerakan apa pun, ya Bara akan selamanya merasa 'biasa aja' ke elo."

"Balik lagi, Nir," balas Leia. "Aku nggak tahu harus ngapain. Tadi aja Asti bilang, kalau kita yang deketin duluan, si cowoknya bakal risi. Bukannya mau jual mahal atau gengsi, tapi, yah, cowok emang pasti bakal risi kalau dideketin sama cewek yang nggak mereka taksir."

Keheningan menyusul kemudian. Pada akhirnya, Leia memilih memecah keheningan itu. "I've only seen Bara at his best, though. Never at his worst." Gadis itu menyuap potongan terakhir sandwich-nya. "Selama ini, aku suka sama Bara karena itu, sih. Aku bisa menerima fisik dia yang emang nggak ganteng, yang perutnya buncit. Tapi, aku nggak tahu kekurangan-kekurangan Bara yang fatal sampai-sampai nggak bisa kutoleransi."

"Leia Sayang," ujar Nirna. "Kalau emang bukan jodoh, Tuhan pasti—entah gimana caranya—akan menunjukkan kepada kita kekurangan-kekurangan atau kebiasaan buruk si doi yang nggak bisa kita toleransi."

"Itu dia, Nirna." Leia menatap dengan nanar. "Aku mau kenal dia lebih dekat untuk tahu apakah dia emang worth it atau enggak. But at the same time, aku nggak tahu gimana harus deketin dia. Maksudnya, kami juga nggak seprofesi, nggak kerja di tempat yang dekatan, dan nggak pernah satu sekolah atau kuliah. Nggak ada bahan obrolan."

"Hmm...." Nirna mengelus-elus dagunya. "Sulit sih, ini. Perkara hati emang nggak pernah mudah."

Leia terdiam, menghabiskan makanan dan minumannya. Selepas makan siang, mereka kembali ke kantor.

Sebenarnya, Leia sudah tahu kontak Bara. Namun, dia tidak tahu kapan lagi bisa berinteraksi dengan lelaki itu. Leia tak ingin semua terasa dipaksakan. Dia ingin mengenal Bara dengan alami. Tapi, jika itu yang dia harapkan, bukankah ini sama seperti kata Nirna? Jika tidak ada aksi, maka Bara akan selamanya merasa 'biasa saja' kepada Leia. Namun, Leia juga enggan mendekati Bara duluan karena tak ingin Bara merasa risi. Dan semua akan terus-terusan berputar di lingkaran itu.

Leia menghela napas lebih panjang dari sebelum-sebelumnya. Lagi-lagi, Nirna benar. Perkara hati memang tak pernah mudah.

[ ].



-;-;-;-

why do you read this story?

Remediasi | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang