Kutarik koper berdebu berwarna biru cerah diatas lemariku.
Kumasukkan pakaianku, visa, pasport, dan beberapa hal yang kuanggap pokok untuk dibawa.
Kalian tau gue bakalan kemana? Pasti tidak.
Gue bakalan kerumah seseorang yang bahkan ayah membencinya.
Ayah dulu pernah bersumpah takkan menjalin hubungan apa pun dengan orang itu.
Ayah sudah memutuskan hubungan keluarga dengan orang itu.
I dont know what is the problem. Yang kutahu, ayah sangat membencinya, itu saja.
Kuturunkan koperku melalui jendela.
Ku ikat berbagai macam seprei yang ada di lemari, setelah memastikan seprei itu cukup kuat untuk menahan bebanku dan koperku, aku bergegas menuruni tembok.
Nekat? You can say like that.
Itu lebih baik daripada tinggal dipenjara tak berjeruji ini.
Aku keluar lewat pagar di belakang, pagar itu tidak pernah dikunci.
Kuberhentikan taksi, lalu aku berencana untuk pergi ke atm yang agak jauh dari rumah.
Kutarik semua uang tabungan ku, sepertinya cukup untuk sampai di London.
Aku naik taksi ke bandara. Paspor dan visa ku kembali diperiksa.
Setelah beberapa jam penerbangan, aku akhirnya sampai ke London.
Aku mencari alamat yang kuketahui ini.
Setelah bertanya sana sini, akhirnya aku menemukan sebuah rumah megah dan mewah.
Dengan pagar tinggi yang menjulang menjadi pembatas antara rumah dan jalanan.
Aku menekan bel yang ada di dekat pagar itu.
Sebuah suara timbul dari micriphone di sebelah bel.
"Who are you?" Suara berat dan seraknya membuatku tau, dia seorang pria.
"Sorry sir, can you tell me. Where is Mr Harry Cark?"
"Its me. Whats wrong?"
"Sir, im Renata Diandra James. i..."
"Kau putri pertamanya Ivan?" Belum selesai aku berbicara, dan dia memotognya.
"Ya, sir"
"Tunggu," aksen bahasa Indonesia nya cukup bagus. Bahkan bisa dibilang sangat baik.
Belum sampai satu menit, seorang satpam membuka pagar itu dan meminta ku untuk masuk.
Ku seret koperku lalu berjalan menuju pintu rumahnya.
Belum ku ketok, seseorang pria yang sedang mengenakan kaos polo putih dan celana pendek berbahan jeans muncul.
"Hai honey" ia langsung menghamburkan pelukannya kepadaku.
Risih sih, tapi dia adalah pilihan terakhirku untuk menjauh dari si brengsek pecinta pelacur itu.
"Hai sir" ujarku ramah sambil tersenyum.
"Ada apa kau membawa koper? Apa kau di usir?"
"Tidak sir. Daddy menyuruhku kesini."
"Really?" dia nampak tidak percaya tentu saja.
Anggukan hanyalah tanggapan dariku.
Ia berbalik membelakangiku lalu jalan menuju ruang tamunya. Aku hanya mengekorinya.
ВЫ ЧИТАЕТЕ
Can I Go?
Подростковая литератураSiapa yang dalam hidupnya tidak pernah punya masalah? Aku rasa tidak ada. Yah, jika bisa, aku ingin mati saja dari pada harus menanggung masalah seberat ini. Please, yang baca 16+ yah 😚
