4. TANGGAL MAIN

1.1K 68 14
                                    

Happy reading!
Lyrics Song by : Lemonade Mouth - More Than a Band

"G-gue.. gue nggak bisa gambar lagi Vi!"
"Terus gue harus gimana sekarang?"
"Gue harus bilang apa ke Dayat dan mereka yang udah ngantri di stan gue?"
Sivia tertegun, tapi nggak berusaha bicara apapun.
Dia membiarkanku menangis sampai beberapa menit, karena dia tahu, aku paling pantang buat nangis. Sebenarnya aku juga malu menangis di hadapannya.
Suasana seketika sunyi. Tiba-tiba Sivia memasangkan headset ke salah satu telingaku..
"I can't pretend to know how you feel.."
"But know that I'm here. Know that i'm real"
Dia menatapku serius.
"Say what you want or don't talk at all.. I'm not gonna let you fall"
Sivia menyanyikan bait selanjutnya. Aku tersenyum kecil. Sivia tersenyum miring sambil mengangkat sebelah alisnya sok cool.
Meski Sivia terbilang cerewet, namun kuakui suara cemprengnya itu akan berubah jadi merdu saat dia mulai bernyanyi. Dia sama sepertiku. Masih menyembunyikan keahliannya itu.
"Gimana? Bagus nggak?"
Aku menyeka air mataku dan tertawa. "Lumayan.. lumayan.."
"Iyalah.. guee.." Sivia membanggakan dirinya sendiri.
"Suara lo mirip tikus kejepit"
Sivia langsung mengerutkan bibir.
"Ehh.. nggak ding. Mirip-"
"Lo niat muji apa nyela?!" selanya sebal.
Aku berdecak. "Nyanyi lo emang lumayan. Tapi suara cempreng lo? Nggak banget!"
"Sialan lo Fy.." Dia menggetok kepalaku dengan gulungan kertas yang entah dia ambil darimana.
Aku melipat tanganku di dada. Aku sewot sendiri.
"Udah nggak galau lagi kan?" tanya Sivia setelah kami mulai sama-sama terdiam.
Aku mengangguk.
Sivia berdiri. "Kalo gitu.. Yok, jelasin yang tadi."
"Masalah lo yang itu nanti dipikirin bareng-bareng," lanjutnya sambil berjalan mendahuluiku. Aku tersenyum kecil di belakangnya. Aku bersyukur banget punya temen kayak dia meski nyebelin dan kadar 'kepekaannya' yang jarang muncul itu, malah muncul di saat aku butuh banget.
Aku berlari mendekatinya dengan senyum dan berjalan sejajar dengannya.

~o0o~

Aku memainkan jariku selagi Sivia tersenyum tanpa dosa ke seluruh penghuni kelas dan anak kelas lain-yang kebetulan ada di kelasku-dan berteriak seakan ingin memberi pengumuman heboh. Seharusnya hanya bicara ke penanggung jawab kelas aja udah pasti dimaklumin. Yang ada bukannya aku malu dengan kejadian tadi, tapi aku malu dengan kelakuannya yang sekarang.
"Oke guys! gue bikin pengumuman masalah yang tadi. Jadi.. karena si Ify ada masalah satu dan lain hal, jadi.. buat sementara.. dia nggak bisa bantu kelas kita buka stan. Sori banget ya semua!"
Beberapa orang yang terlanjur mengantri langsung bubar pergi dan sebagian ada yang melihat-lihat stan lain. Dayat yang sedari tadi diam di balik kerumunan teman-teman mulai menghampiri kami. Dia menepuk bahuku dan tersenyum maklum.
"Gue nggak tau apa masalah lo, tapi.. semoga masalah itu nggak ngganggu lo banget. Lo beresin aja barang-barang lo yang masih ada di stan, nanti sisanya gue yang urus. Gue coba tanya ke yang lain, mungkin ada yang mau pake stan itu besok." Ucapnya padaku lalu pergi hendak memeriksa stan lain.
"Makasih banget dan sori Day!" teriakku. Dayat membalas dengan acungan jempol sambil berlari mendekati stan Pricilla yang mulai heboh dengan suara teriakan.
Aku menghela napas panjang dan berjalan lesu ke stanku. Sivia sudah menghilang entah kemana sejak Dayat mendekatiku. Beberapa peralatan menggambar yang sudah terjajar rapi di meja ku kembalikan lagi ke kotak kardus, bergabung dengan tumpukan kertas kosong. Aku menatap tumpukan benda tak berguna itu dalam-dalam.
Bagaimana ini bisa terjadi?
Dahiku mengernyit, mencoba berpikir lebih dalam.
Tiba-tiba sebuah pemikiran melintas. Kedua mataku melebar.
Apakah ini karena efek Rio yang keluar dari komik?
Aih.. nggak mungkin kan? Lebih baik aku diskusikan dulu sama Via.

~o0o~

Aku menendang sebelah kakiku asal. Sekali lagi aku melirik jam tanganku. Sudah sepuluh menit. Hampir saja aku mau menemuinya yang nggak kunjung keluar, dan Sivia keluar dengan pakaian yang sudah berganti dengan seragam.
"Yok," ujarnya.
Kami berjalan melalui puluhan tangga dan lorong gedung sekolah, melihat sekeliling yang mulai sepi dan kelas-kelas yang mulai dibersihkan.
"Vi.."
"Hmm?" gumamnya.
"mustahil nggak.. kalo masalah tangan gue ini ada sangkut pautnya sama Rio?"
Tidak ada jawaban.
Aku melirik ke arahnya. Kulihat dia memainkan hp sambil cekikikan nggak jelas. Aku mendengus.
"Lo ngapain sih?"
Sivia menjauhkan handphonenya dari pandanganku.
"Eh.. privacy ya!"
Aku menyipitkan mata, curiga. Dengan cepat ku ambil handphone di tangannya dan melihat apa yang sejak tadi membuatnya cekikikan.
"Lo!" aku menatapnya terkejut. Sivia langsung mengambil handphonenya dari tanganku.
Sivia membekap mulutku dengan sebelah tangannya. "Jangan kasih tau dia ya.. plis.." ucapnya. Kedua tangannya menangkup di depanku.
"Lo kurang kerjaan apa? Ngambil fotonya Rio diam-diam?"
"Lucu tau. Liat! Liat! Foto dia pas bengong natap jendela cafe kemarin. Untung gue nggak ketahuan."
Aku berdecak lalu berjalan mendahuluinya. Tapi tiba-tiba aku berhenti dan berbalik menatapnya. "Kirim ke gue juga Vi."
"Dasar. Tadi gue dibilang kurang kerjaan. Buat apa lo minta?"
"Buat nakutin tikus di rumah!"
"Seriusan?"
"Nggak lah.. buat jaga-jaga aja," jawabku menahan senyum.
Sivia melepas kuncir rambutnya lalu menepuk bahuku yang sejajar dengannya. "Eh tapi tadi lo ngomong apa sih? Karena Frioz?"
Aku mengangguk.
"Eih.. masa sih? Lo jangan negative thinking dulu. Mending lo lihat dulu situasinya sampek beberapa hari, kalo lo udah nyoba nggambar dan masih belum bisa, baru lo cari solusinya."
"Cari solusi apa?"
"ya cari solusi dari masalah lo dan solusi buat balikin Frioz. Nggak mungkin kan dia terus di rumah lo?" Sivia menatapku dalam-dalam.
Aku mengangguk lagi. Bener juga yang dibilang Via. Nggak mungkin aku sembunyiin Rio di kamarku terus.
"Eh, Fy. Lo jadi minta fotonya Frioz?"
"Jadi lah. Mungkin bisa jadi referensi komiknya Rio nanti."
Sivia menatapku dengan alis tertarik ke atas. "Tunggu. Tunggu. Gue baru sadar. 'Rio'?" Dia menyipitkan mata, menatapku lama.
"Sejak kapan lo manggil dia 'RIO'?" ucapnya sengaja menekankan nama Rio.
Aku meneguk ludah. Aku sendiri-pun baru sadar, kalau aku mulai sering memanggilnya Rio. Mungkin sejak tahu dia sering membuat masalah di rumah.
"Sejak... tadi?" jawabku dengan memasang senyum garing.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 29, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MIRACLE KISSWhere stories live. Discover now