Berawal dari memimpikan sosok laki-laki yang terus menghantui di setiap tidurnya membuat Ify mencari cara untuk mengusir bayangan itu, salah satunya dengan membuatnya menjadi tokoh utama di serial komiknya dan berharap bayangan mimpi itu hilang.
Hin...
Makasih buat kalian yang masih setia menunggu saya update.. :D
Jadi... sebagai gantinya, saya kasih sketsa Rio versi saya. Moga nggak jelek2 amat. wkwk
so.. happy reading!
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
3. BAYI GEDE
"OH MY GOD!! IFYYYY!!"
Suara teriakan nyaring itu begitu memekakkan telinga. Aku langsung menutup telingaku dengan guling. Duh.. telingaku rasanya sakit sekali.
"IFYYYYYYY!!"
"duh.. apaan sih Vi!" Terpaksa aku bangun dan mengucek mata, mencoba menghilangkan kantuk.
"L-lo.. s-sama dia ngapain?" cicit Sivia terbata-bata.
Dia? Dia siapa?
Apa dia nggak tahu kalau aku bener-bener masih ngantuk?
Aku menghela napas lelah. "Lo-ngomong apaan sih Vi?"
Aku tertegun saat sesuatu di sampingku ikut terbagun, terlihat dari sudut mataku. Dia masih memijat keningnya hingga ikut tertegun saat melihatku melotot terkejut ke arahnya. Reflek ku dorong tubuhnya sampai dia jatuh meringis.
"Aduhh.."
Aku masih melotot ke arahnya dan Via ikut meringis melihatnya jatuh.
Kenapa... kenapa aku bisa ada disini?
Aku melirik Sivia. Gimana aku harus jelasin ke dia?
Sivia menatapku tajam. Aku meringis. Dia terlihat bersedekap siap mendengar alasan apapun dari ku.
Aku melirik ke samping. Dia menatapku kesakitan sambil memegangi sebelah pantatnya.
Aku berdeham. "Ada apa Vi?" tanyaku sok cool.
Sesuatu memukul kepalaku, membuatku kembali meringis. Sivia melotot ke arahku. "Lo gila! Dia siapa?! Kenapa lo bawa orang asing kesini?! Kalo kak Shilla tau bisa hab—"
Dengan sengaja kubekab mulutnya yang kelewat cerewet itu dan kugeret dia keluar kamar.
"Ihhhh!" Aku mengelap telapak tanganku yang tiba-tiba dijilati Sivia. Bener-bener menjijikkan.
Sivia menjulurkan lidahnya padaku. Aku merengut.
"Fy! gue..."
"Iya! Iya! Gue tahu! Gue jelasin nanti!" putusku.
Sivia terkekeh. Aku berbalik kembali masuk ke kamar bersiap-siap untuk sekolah. Aku nggak mau melihat wajah bodohnya.
