"Menyambung tali silaturahim sama tetangga macan kamu? Hahaha," dia tertawa sumbang lalu ekspresinya kembali galak, "Nggak butuh! Pulang sana!" uirnya kejam.

Aku tergelak. Ya ampun, lama tidak bertemu, mantan istriku kok jadi makin lucu dan menggemaskan begini ya? Jadi mau cepat-cepat rujuk deh.

"Kalau perlu, pulang balik ke rumahmu yang ada di kota gih! Nggak usah balik ke sini lagi dan ngebuat kacau hidup saya."

"Aduh Bu Elva. Galak banget deh," aku berkedip genit dan Dama langsung memasang raut wajah seperti orang yang ingin muntah.

"PULANG SANA!"

Dama berteriakamengabaikan beberapa orang, terutama ibu-ibu tetangga yang mulai memperhatikan kami penasaran.

"Iya-iya. Saya pulang. Nggak usah teriak-teriak gitu, Bu."

Aku berbalik. Pura-pura akan kembali ke rumah bercat putih sederhana yang baru beberapa hari kutempati.

"Oh ya Bu Elva," aku menoleh lagi ke arah Dama, yang sepertinya ingin kembali masuk ke dalam rumahnya.

Dama menatapku tajam, "Kalau menyambung tali silaturahim dengan tetangga tidak boleh, bagaimana kalau kita menyambung kembali tali pernikahan yang pernah putus?" godaku sambil menaik-turunkan alis.

Wajah Dama memerah. Sepertinya bukan karena tersipu, tapi karena marah. Tak menjawab godaanku, Dama malah mengacungkan jari tengahnya ke arahku, kemudian masuk dan membanting pintu rumahnya.

Hahahaha Dama ... Damaa.

Aku kembali ke rumahku, sambil sesekali melemparkan senyum pada beberapa tetangga yang sedari tadi menonton adegan kami.

***

"Ditolak mantan kok masih bisa senyam-senyum, Bos?" sambut Erik ketika aku membuka pintu rumah.

Dia melemparkan senyuman mengejek padaku. Dasar bawahan kurang ajar!

"Daritadi lo ngintip ya?" Tuduhku sembari melemparkan diri dan berbaring di atas sofa panjang ruang tamu.

Erik tertawa. "Cuma ngintip dikit. Bu Elva kayaknya benci banget sama Bos."

"Iya, sih. Dama kayaknya emang benci banget sama gue." Aku membenarkan.

"Wajar sih kalau Bu Elva benci sama Bos. Bos kan udah nyakitin dia banget waktu kalian nikah, pake acara selingkuh sama Bu Rara," teman SMA sekaligus bawahan kurang ajar ini memberiku pendapat. "Seandainya saya jadi Bu Elva, tadi saya sudah ngusir Bos pakai air bekas cucian piring, biar nggak singing depan pagar rumah."

Aku menatap Erik tajam. "Lo mau gue pecat ya?" semburku.

Laki-laki berkulit hitam manis dengan potongan rambut cepak itu terkekeh melihat kemarahanku. "Sorry Bos. Sorry. Kan saya cuma ngasih pendapat."

"Pendapatmu bisa memicu pembunuhan," aku menggerutu. "Be de we gue laper. Beliin gue makanan di luar gih," perintahku.

"Oki doki Bos." Erik melangkah masuk ke kamar sebentar, lalu keluar dengan pakaian berbeda yang lebih rapi. Bukan kaos oblong dan celana pendek yang dia pakai tadi.

"Oh ya Bos, tadi waktu Bos ke rumah Bu Elva, ada telpon dari Mas Esa di hape Bos, saya yang ngangkat."

Aku mengerutkan kening sambil melirik ponselku yang ada di atas meja ruang tamu. Tadi aku memang lupa membawanya.

"Apa kata Esa?"

"Dia bilang Ayah sama Mama Bos mulai nanya-nanya, kemana anak sulungnya yang merepotkan ini pergi? Alasan Mas Esa sih, Bos lagi sibuk ngerjain proyek di luar kota."
Aku mengangguk pelan mendengar informasi dari Erik.

"Sama kata Mas Esa ada masalah di kantor kemarin. Mertua Bos, Pak Winarto datang ke kantor nyariin Bos. Dia ngamuk-ngamuk bilang kalau Bos menantu yang nggak bertanggungjawab, anaknya mati dan Bos lepas tangan sama keluarga mereka."

Aku mendesah. Dasal kadal tua matre. Sepertinya dia marah karena aku menghentikan tunjangan uang dalam jumlah banyak, yang selama menikah dengan Rara, kuberikan pada keluarga mereka.

"Dia ngancem bakalan ke kantor lagi Minggu depan kalau Bos masih nggak mau nemuin dia."

Terserah.

"Dan Mas Esa juga suruh nyampein kalau Bos dapet salam dari Mbak Inez. Salam cinta dan rindu katanya," Erik terkikik.

Aku cemberut dan memberi Erik isyarat untuk segera keluar membeli makanan karena perutku benar-benar lapar.

"Oh ya Bos."

"Apa lagi?!" bentakku tak sabar.
Erik meringis.

"Daripada beli makanan jauh-jauh, kenapa nggak pesan makanan di katering Bu Elva aja?" usulnya brilian, "Sambil menyelam minum air, Bos," ucapnya sambil menaik-turunkan alis.

Aku langsung sumringah. "IDE BAGUS!"

***

(Bukan) Tetangga BiasaWhere stories live. Discover now