Didapur, acil Jannah terlihat sibuk berkutat dengan potongan ayam yang tengah dicucinya. Amanda memperhatikan meja. Ada wortel, kol, kentang dan lain-lain.

"Mau masak sop, cil?"

"Iya, luh."

Amanda langsung bergerak memotong wortel yang sudah dicuci. Mereka membagi tugas tanpa banyak bicara. Sembari melakukan pekerjaannya, Amanda kembali merenungi nasibnya. Tak banyak yang tahu dia sudah menikah. Selain karena pernikahan ini begitu tertutup dan sederhana, Amanda memang tidak punya banyak teman. Saat ayahnya masih berjaya, dia bukanlah tipe anak yang bergaul dengan sesama anak orang kaya lainnya. Apalagi dengan kondisi keluarganya sekarang, dia tidak punya satu orang pun yang bisa dianggapnya teman.

"Luh... Luh Manda?"

"Eeh iya?"

Acil Jannah tersenyum dan menyodorkan tangannya, meminta mangkuk potongan wortel dari Amanda.

"Pagi-pagi sudah melamun."

Amanda tersenyum malu. "Iya, maaf, cil. Kepikiran papa sama mama."

Saat menyaksikan pemberkatan nikahnya kemarin, ibunya tampak menangis tersedu-sedu. Lebih melankolis dibanding saat melihatnya menikah dengan Michael. Ayahnya juga terlihat kuyu dan pucat. Mungkin mereka merasa bersalah sudah mengorbankan Amanda. Tapi dia mengerti. Setidaknya, mencoba mengerti. Ini demi dirinya juga. Ayahnya sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan mereka. Mereka bahkan pernah menunggak bayaran air dan listrik karena tidak punya uang. Daripada melihat Amanda bekerja dicafe atau toko, ayahnya lebih rela melihat dia menikah dengan pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Setidaknya, Amanda bisa hidup dengan layak. Begitu kan maksud ayahnya? Jadi, dia bisa menerima. Tapi....

"Mang Usis kemana ya, cil?"

Mahesa mendadak sudah berdiri dipintu dapur, mengabaikan keberadaan Amanda yang berjengit kaget karena kehadirannya yang tiba-tiba.

"Biasanya pagi begini masih keliling komplek bawa Digo jalan, bang."

Bibir Mahesa membulat. Ia pergi begitu saja. Digo, anjing peliharaan Mahesa sejak awal kuliah. Saat itu ia pulang karena libur semester. Anjing milik Ronald, sahabatnya, melahirkan banyak anak anjing lucu. Karena kewalahan mengurus semuanya, salah satu anak anjing itu diberikan pada Mahesa untuk dirawat. Mahesa memberinya nama Digo. Jangan tanya dia terinspirasi dari mana. Karena masih harus kembali kuliah, Mahesa merelakan Digo dirawat oleh Maretha, kakaknya.

Sejak sebulan lalu, Digo sudah tinggal terpisah dari rumah Fevri karena wacana kepulangan Mahesa. Ia berniat memulai bisnis di Palangka Raya. Mahesa suka tantangan. Jadi, acil Jannah dan mang Usis ditransfer ke rumah Mahesa yang dia dapat sebagai kado kelulusan dari Fevri, lengkap dengan Digo dan mobil lama Mahesa.

"Cil, Ry kalau pagi biasa minum teh gak sih?"

"Ry?" Perempuan paruh baya itu terlihat bingung.

"Mahesa, maksud saya."

"Ooo.... Gak, luh. Bang Mahesa dulu paling suka cokelat panas kalau pagi-pagi begini."

"Ooh..."

***

Dengan ragu Amanda meletakkan secangkir cokelat panas ke meja diiringi tatapan tajam Mahesa. Sudah terlanjur. Dia memang membuatkan minuman itu dan berniat memberikannya.

"Apa ini? Racun?"

"Itu cokelat panas. Acil Jannah bilang kamu suka."

Alis kanan Mahesa terangkat naik. "Untuk apa?"

"Hah?"

"Untuk apa kamu berbuat begini? Supaya aku bersikap baik ke kamu? Kamu pikir aku bisa percaya kamu gak akan racunin aku? Abangku kena sial gara-gara kamu, Mikha. Dan sekarang kamu bahkan merusak pagi pertamaku dirumah ini." Mahesa berdiri dengan cepat. "Sebaiknya, kamu gak usah menampakkan muka kamu didepan aku. Bikin eneg!"

9. FLARE [Jackson Yi]Where stories live. Discover now