Prolog

427 193 129
                                    

-More Feelings-

   Aroma obat-obatan tercium dari luar ruangan sebuah rumah sakit. Baunya, sangat menyengat dan membuatku sedikit panik. Apakah tanganku ini, nantinya akan di tusuk berkali-kali oleh jarum suntik atau aku harus menginap di sini dengan makanan yang paling ku benci, bubur. Sepertinya aku hanya bisa pasrah.

     Aku menyusuri koridor rumah sakit dengan keadaan terbaring lemah. Beberapa orang di sampingku, lengkap dengan seragam putih seperti dokter telah membawaku di sebuah ruangan. Mataku sulit ku buka seutuhnya, aku hanya bisa melihat keadaan sekitar secara samar-samar. Ku lihat dua orang berpakaian hijau lengkap dengan masker, menghampiriku, membawa cairan putih. Entah cairan apa itu, seperti yang ku katakan tadi, mataku tak bisa melihat dengan jelas. Ya, saat ini aku berada di sebuah rumah sakit Keluarga.

     Tak berapa lama kemudian, aku merasa bahwa tangan kiriku di tusuk oleh jarum suntik yang tersambung pada selang putih. Dugaanku semua benar, aku akan menginap di sini dengan makanan yang paling kubenci, dan saat ini di tanganku tertancap jarum infus.

"Dokter, bagaimana keadaan anak saya?" Tanya wanita paruh baya yang sedang menunggu kabar dari dokter dengan raut wajah khawatir yang berlebihan, begitu juga dengan perasaannya.

"Audrey hanya terlalu capek sehingga kondisi tubuhnya down. Saya sudah memberikan cairan infus untuk sementara waktu, dan efek dari cairan infus akan menidurkannya secara perlahan agar fikirannya tetap tenang. Jika kondisi tubuhnya besok sudah stabil, Audrey bisa pulang besok sore." Ucap seorang dokter perempuan sambil bercengkerama saat itu. Lalu dokter tersebut membalikkan badan dan pergi begitu saja.

"Usahakan yang terbaik untuk anak saya dokter." Wanita paruh baya itu menghadang jalannya dokter tersebut, dan menatap penuh harap.

     Yaa, itu Mamaku. Mamaku selalu ingin yang terbaik untukku, bagaimanapun caranya. Dia adalah pekerja keras, dan dia selalu menunjukkan senyum manisnya bagaimanapun keadaannya di hadapanku. Mama di temani oleh Bi Surti. Sudah 5 tahun lebih, Bi Surti bekerja di rumah sebagai ART.

Keesokan harinya...

"Pagi... Atas nama ananda Audrey?" Tanya seorang laki-laki membawa satu kotak makanan dan segelas minuman, yang tak lain adalah perawat di rumah sakit ini.

"Ini sarapannya, silahkan. Cepat sembuh." Dengan ramahnya, laki-laki tersebut meletakkan makanan tersebut di meja sebelah kiri dan menunjukkan senyuman khasnya.

     Aku sendirian pagi ini, Mama pulang satu jam yang lalu untuk mengantarkan Bibi agar ia menjaga rumah.

"Tuh kan, makanan ini! Benar ada lauknya, tapi kenapa harus lembek sih, nasinya!" Keluhku sambil menjauhkan kotak makan tersebut dari hadapanku.

Beberapa menit kemudian....


"Sayang... Sudah makan belum? Mama bawain makanan dari rumah." Tanya Mama dengan suara lantang dari koridor sambil berjalan masuk ke dalam kamarku.

"Aku nggak mau makan bubur, Ma!" Keluhku dengan nada kesal.

"Ini Mama bawa makanan kesukaan kamu sama sayur sop buatan Bibi. Ya udah makan yang ini aja kalau nggak mau makanan rumah sakit." Aku tersenyum lebar mendengar ucapan Mama tersebut.

More Feelings💕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang