Chapter 22

2.2K 192 7
                                    


"Mwo? Ya, mana mungkin ia bisa meninggal akibat ingatannya kembali."

"Seharusnya memang tidak bisa, namun otak Sehun menjadi lemah setelah ia tersadar dari koma. Keadaanya tidak stabil, bahkan ia seringkali jatuh pingsan, jadi kata dokter lebih baik ia tidak mengingat kejadian sebelumnya," ucap Jongin.

"Tapi mana mungkin ia melupakan kejadian itu, ia harus mengingatnya."

"Aniyo, itu tidak boleh. Apa kau mau dia mati?"

"Ani, aku percaya dia adalah orang yang kuat. Ia akan mengingat semuanya dan ia akan tetap baik-baik saja. Aku akan membantunya."

"Ya!" bentak laki-laki itu. Luhan terkejut, begitu pula dengan orang-orang yang duduk di sekitar mereka.

"Kenapa kau sangat egois? Apa kau berharap Sehun mati? Mungkin kau kesal padanya, aku juga tidak melarangmu untuk membalas dendam, tapi dia hanya melukai perasaanmu, apa dia pernah mencoba membunuhmu? Setidaknya lakukan hal yang setimpal untuk balas dendam padanya."

"Aniyo, aku tidak ingin membalas dendam..."

"Lalu apa?"

"Kau ingat apa yang ia lakukan padaku?"

"Ne, wae?"

"Kau pikir mudah untuk melupakan itu semua?" ucapnya pelan.

"Mwo?"

"Sudah 6 tahun dan aku masih ingat dengan jelas apa yang ia lakukan padaku. Kau pikir itu adalah hal yang mudah untuk melupakannya? Bagaimana bisa ia melupakan itu? Kenapa bukan aku saja yang kehilangan ingatan? Kau tau betapa inginnya aku melupakan hal itu?" ucap Luhan.

"Geurae, mungkin aku memang bisa melupakannya. Tapi kau tau apa yang sangat aku harapkan? Aku ingin laki-laki itu, sekali saja, aku ingin dia minta maaf padaku, aku ingin ia menyesal atas perbuatannya, walaupun itu hanya pura-pura, aku tidak terlalu peduli."

Jongin menatap kearah gadis itu lalu menghela nafas, Luhan mulai meneteskan air mata, ia menghindari tatapan Jongin. Laki-laki itu pun segera beranjak dari tempat duduknya dan berpindah ke sebelah Luhan. Ia merangkul gadis itu dan menenangkannya.

"Dia meminta maaf ataupun tidak kurasa itu tidak penting, anggap saja kecelakaan itu adalah pembalasan untuknya. Kini terserah padamu, apa kau mau memaafkan Sehun?"

"Tinggalkan aku sendiri," ucap Luhan. Gadis itu segera berdiri dan dengan langkah cepat ia keluar dari cafe.

Sebuah taksi berhenti di hadapannya tak lama kemudian, ia pun segera masuk dan memberitaukan alamat yang ingin ia tuju. Kendaraan itu melaju dengan cepat melewati puluhan gedung di sisi jalan.

Langit terlihat gelap, tak satupun bintang terlihat di langit, hanya ada sebuah bulan yang bersinar dengan terang, namun sinarnya itu terlihat sendu dalam kesepian.

Tiba-tiba ponselnya berdering, Luhan segera mengambil benda itu dari dalam tasnya. Nama bossnya tertera pada layar, tanpa berpikir panjang, gadis itu pun segera mengangkatnya.

"Ne, sajangnim?"

"Apa kau sudah berbicara dengan pihak Rumah Sakit S?"

"Ah... itu..."

"Wae? Kau belum sempat menemuinya?"

"Aniyo, hanya saja..."

"Jangan buang-buang waktu Xi Luhan, besok adalah hari terakhirmu di sana, segera selesaikan semua urusanmu, ini bukan sepenuhnya liburan."

"Geundae sajangnim—" Panggilan terputus sebelum Luhan sempat menyelesaikan kalimatnya. Ia menghela napas dan bersandar pada jok mobil yang empuk, matanya sibuk memandangi barisan toko dan bangunan di balik jendela.

love is not for us ; hunhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang