0%. Stalker [Yura Lim's Point of View]

798 343 396
                                    

Pukul 03.30 adalah waktu di mana harusnya aku masih tertidur. Namun karena aku mendengar suara sesuatu yang sepertinya berasal dari dapur, jadi aku menghampirinya.

Hm, benar, kan. Siapa lagi anjing pengganggu yang hobi nangkring di dapur hanya untuk membobol kulkas demi mengisi perut yang kosong selain Lim Sejun?

Aku mengucek-ngucek mataku bukan untuk memastikan orang di hadapanku ini yang kemungkinan jika orang lain yang menemukannya dalam keadaan duduk manis di depan kulkas sambil menggigit hamburger pasti akan langsung pingsan karena mengiranya adalah hantu binatang.

Pasalnya siluet bayangannya seperti kucing garong. Lagian dia kenapa sih setiap jam tiga dini hari begini tidak pernah absen mengenakan bunnyhat? Itu kan punyaku. Memang apa juga fungsinya bunnyhat dengan makanan yang dimakannya? Apa benda itu membantunya memakan camilan?

"Ya! Tidak bisakah kau mengurangi kebiasaanmu seperti kucing garong itu? Kau membangunkanku setiap jam tiga dini hari!" Protesku ketus seraya mendekati kulkas dan Lim Sejun, kemudian mengambil pizza beku dari dalam sana.

Tak kudengar balasannya karena dia sibuk mengunyah hamburgernya hingga tandas kemudian beralih ke sandwich lalu menggigitnya dengan mulut terbuka lebar-lebar.

Aku duduk di bar station seraya menyantap pizza-ku tanpa menghiraukan Lim Sejun yang sudah selesai memakan habis santapan dini harinya. Kusadari dia mendekat ke bar station dan duduk di sebelahku sambil menyangga kepalanya di tangan.

"Kurasa aku akan gila sebentar lagi," tuturnya membuat mataku melirik sedikit. Ada apa dengannya?

"Hei, Lim Yura. Apa aku tampak gemuk di matamu? Apa aku seperti seseorang yang kelihatan habis melahap seekor babi?"

"Kau mirip babi."

Sejun menggertakkan gigi kesal menatapku tajam lalu dua detik kemudian kembali meluruskan kepala ke depan. Aku kembali meliriknya dengan sudut mataku. Oke, jika dia frustasi begini, dia pasti memiliki masalah terhadap kepribadiannya—maksudku, dia pasti stress karena pekerjaan utamanya sebagai aktor. Dan aku yakin dia dituntut untuk meniruskan pipi atau membentuk tubuh yang atletis untuk memenuhi peran 'sempurna'.

Haha. Keluhannya dari dulu ya dua itu.

"Aku benci jika harus mengatakannya," ucapnya. Kurasa dia menyentak kepalanya ke arahku. Dan kurasakan tatapan tajam itu menusuk sebelah wajahku.

"Aku punya stalker!"

"Lalu apa hubungannya denganku?" balasku acuh.

Sejun menangkap kedua bahuku, membuatku berbalik ke arahnya dengan ekspresi terkejut. Sial manusia satu ini. Mengagetkan saja. Untung tampan, untung juga suamiku idamanku yang sebenarnya adalah lelaki brengsek.

"HEI! Aku memiliki seorang stalker! Dia gila!" jeritnya.

Aku memutar bola mataku malas. Ya terus hubungannya denganku apa? Dia yang punya stalker kenapa harus aku yang ribet?

"Terus? Aku harus apa? Apa aku perlu menjerit seperti YA TUHAN!! LIM SEJUN PUNYA STALKER!! TOLONG! KITA HARUS LAPOR POLISI!!! begitu?" balasku dengan wajah lebih datar dari sebelumnya.

"Ya tidak begitu juga, Almarhumahku."

"Lalu apa, Almarhumku?"

OVERMORROWWhere stories live. Discover now