Selamat Datang Anak ku

2.5K 28 0
                                    

"Kak. Kak. Hey kak!" ucapan Shinta mengagetkan lamunanku.

'Eh dek.' Kataku ke Shinta.

"Kakak mikirin apa sih? Sampe ga dengar suara Shinta."

'Ga ada dek. Oh ya, kamu sudah siapkan makanan untuk buka puasa?'

"Belum kak. Ya sudah, Shinta ke dapur dulu ya."

Aku melamun tentang Maria sedari tadi. Entah sejak kapan Maria memakai busana muslimah dengan cadar menutupi wajahnya. Aku juga rindu anak ku yang laki-laki.

Bahkan aku tak pernah melihat wajah anak ku. Maria bersama bayiku pergi ke Jakarta. Hubungan kami tak direstui ibunya.

Azan magrib telah berkumandang, aku dan Shinta berbuka puasa bersama. Selepas itu, aku menunaikan ibadah ku lainnya.

Sebelum ku tidur, aku kembali hanyut dalam lamunan ku akan kenangan indah dengan Maria..

"Sayang, ini sakit sekali." Kata Maria.

'Apa kamu ga tau obat pereda sakitnya?' Tanyaku ke Maria.

"Aku tau. Ya sudah, kamu ke apotik, aku catatkan nama obatnya."

Dua kali aku berhubungan badan dengan Maria, yaitu ketika malam hari dan pagi hari. Maria menangis ketika keperawanan nya telah ku renggut malam itu.

Maria memintaku berjanji untuk tidak meninggalkan nya dalam keadaan apapun. Dia juga ingin agar hubungan kita kelak, mendapat restu dari ibunya.

Pagi itu, dia merintih kesakitan. Aku pergi ke apotik terdekat, untuk membeli obat pereda nyeri pada 'kemaluan'nya.

Saat-saat mesra kami, lama-kelamaan mulai hilang, setelah aku dan Maria mendapat kabar bahwa Maria positif hamil.

Dua bulan sejak pertama kali aku berhubungan badan dengannya, lalu Maria hamil. Maria menangis dalam pelukanku. Dia bingung bagaimana akan menghadapi ibu dan kakaknya, juga kariernya.

Aku berusaha menenangkan nya, dan aku juga berjanji saat itu untuk tidak meninggalkan nya. Aku bertamu ke rumah Maria, aku menemui ibunya.

Dengan santun, aku berusaha mengambil hati ibunya. Aku selalu membawakan makanan ke rumah Maria, agar ibunya menyukai ku.

Maria tak lagi tinggal di kos, dia sudah kembali ke rumahnya. Aku tetap mengantar jemput Maria saat bekerja.

Perut Maria kian membuncit, saat itu aku memutuskan untuk meminang Maria. Dengan bantuan paman ku sebagai waliku, kami pergi ke rumah Maria.

Namun tak bisa ku percaya, ibu Maria tidak merestui hubungan ku dengan anaknya. Maria menangis saat itu di dalam pelukan kakak kembarnya. Lalu aku berkata jujur pada ibunya Maria.

"Saya sudah memohon dengan baik untuk melamar anak ibu, tapi ibu menolak kami." Kataku pada ibunya.

"Saat ini, saya memang ga punya banyak harta Bu, tapi saya rela banting tulang untuk menafkahi Maria." Tambahku.

'Tapi nak, Maria masih sangat muda. Dia juga sedang mengejar kariernya.' Ibu Maria.

"Lalu, bagaimana dengan jabang bayi yang dikandung Maria Bu? Ada anakku di dalam rahimnya."

Bagaikan pohon yang tersambar petir, ibu Maria terdiam kaku. Dia kembali berdiri dari tempat duduknya dan menuju pintu kamarnya.

Aku, pamanku, dan Maria bersaudara, hanya melihat ibunya jalan ke arah kamarnya. Dan seketika ibunya Maria pingsan di depan kamarnya.

Aku dan pamanku menggotongnya ke kamar, Maria dengan keadaan tenang, memeriksa tubuh ibunya. Dia berusaha membangunkan ibunya.

Pamanku menyalahkan ku saat di depan rumah Maria, karena aku tidak berkata jujur sebelumnya. Dan pamanku meninggalkan ku sendiri di rumah Maria.

Saat ibunya sadar, dia kembali duduk di sofa ruang tamu. Tampak pucat wajah ibu Maria. Aku mendekatinya, lalu membungkuk di depannya.

"Saya mohon maaf Bu. Saya janji akan selalu bahagiain Maria, tolong restui kami bu." Kataku sambil menangis.

Ibu itu hanya diam, menatapku kosong. Kakaknya Maria menyuruhku pulang, sampai suasana jadi tenang. Dia juga akan membantuku mendapat restu dari ibunya. Lalu aku pulang ke rumah.

Aku di marahi oleh paman dan tanteku. Pamanku menyesal atas perbuatanku yang membuatnya kecewa lagi.

Malam itu, aku menemui ustad setelah sholat isya di masjid. Dia menyuruhku untuk taubat, dia juga mengajarkan ku tentang agama.

Ustad itu memberiku nama baru, nama yang katanya dapat mengubah jalan hidupku. Aku pun menerima nasehat ustad.

Ibrahim adalah namaku mulai malam itu. Aku memberitahu adik dan keluarga pamanku. Lalu pamanku memaafkan ku lagi, untuk yang terakhir kali.

Kakak Maria datang ke rumahku seorang diri. Dia memberitahu ku bahwa ibunya tetap tidak merestui hubunganku dengan adik kembarnya.

Setiap malam aku ke rumah Maria, namun ibunya selalu melarangku masuk rumahnya. Hanya sesekali aku melihat wajah Maria dari jendela kamarnya. Kerinduan ku padanya tak bisa ku bendung lagi.

Tak ada lagi gairah hidupku saat aku mendengar kabar itu. Aku juga tidak masuk kerja hingga dua minggu. Hari-hari ku dipenuhi kesedihan.

Pamanku yang melihat ku dalam keadaan putus asa, menasehati ku agar aku menjauh dari Maria. Aku disarankan merantau kerja ke Malaysia.

Tujuan pamanku agar aku tidak dianggap hina dan miskin. Aku disuruhnya mengumpulkan uang yang banyak dan menjadi orang sukses.

Setelah itu, aku dibolehkan menemui Maria lagi, dan melamarnya dengan mahar yang cukup. Supaya ibu Maria dapat merestui ku.

Aku menerima saran pamanku. Dan aku diberikan uang dari pamanku untuk mengurus paspor dan visa kerja. Aku pun berangkat ke Malaysia, tanpa bertemu dengan Maria lagi. Hanya surat yang ku titipkan adikku agar diberikan pada Maria.

"Sayang, andaikan diriku ini seorang yang kaya raya, tentunya kita ga akan berakhir seperti ini. Andaikan saja ibumu bisa menerimaku apa adanya, aku rela berjuang bersamamu dan tak jauh darimu.

Tapi nasib belum memihak padaku sekarang. Aku ingin mengubah nasibku, agar masa depan kita menjadi baik.

Aku minta tolong jagalah anak kita, jangan kau gugurkan janin mu. Sampai saatnya tiba, aku akan kembali untukmu.

Aku pergi ke Malaysia, untuk mencari rejeki yang lebih baik. Dalam doaku, aku selalu memohon pada Tuhan, agar kamu dan anak kita selalu sehat dan bahagia.

Sekali lagi maafkanlah diriku yang tak sempurna ini, tapi aku akan mengubah nasibku. Ini bukan akhir cinta kita sayang, ini baru permulaan.

Salam rindu ku, Ibrahim (Alex)."

Ku harap suratku sampai di tangan Maria, bagaimana pun caranya adikku memberikan suratku pada Maria.

Aku tiba di Malaysia, aku mulai mencari rumah kontrakan teman pamanku. Awalnya aku bekerja serabutan sebagai buruh bangunan. Aku tinggal di rumahnya, dan mulai belajar tradisi baru di negeri orang lain.

Hingga satu tahun, akhirnya aku mendapat kerja tetap di pabrik. Tapi sesekali aku tetap bekerja sampingan sebagai buruh bangunan.

Dan seringkali aku menghubungi Shinta lewat hp kecilku. Aku sangat ingin tau kabar Maria dan anakku.

Shinta selalu gagal untuk mendapat nomor hp Maria. Dan suatu hari, Shinta mengabarkan bahwa Maria menuju Jakarta bersama seluruh keluarganya.

Entah bulan apa anakku lahir, aku juga tidak tau jenis kelaminnya. Aku tak dapat kabar sedikitpun mengenai Maria dan anakku. Aku hanya mengucap dalam hati dengan menangis;

"Jika kau sudah lahir nak, jadilah anak yang soleh/ solehah. Jangan ikuti ayahmu ini. Di manapun kau berada nak, selamat datang ke dunia ini."

Hanya doa yang selalu ku minta pada Tuhanku, di manapun Maria dan anakku berada, aku berdoa supaya mereka selalu sehat dan bahagia.

Dan suatu hari, jika doaku dikabulkan Tuhanku, aku ingin anakku tau bahwa aku ayah kandungnya. Tapi itu semua ada waktunya, aku saat ini hanya konsentrasi bekerja untuk mengumpulkan uang.

Hari demi hari di Malaysia, aku tetap tak dapat kabar apapun mengenai Maria dan anakku. Hingga aku dikenalkan seorang wanita bernama Tina.

PREMAN dan WANITA BERCADARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang