18. Wakwau

63K 3.3K 194
                                    

Kevin Pov
----------------

Pertemanan tak ubahnya seperti persahabatan, layakya tali yang mengikat sangat erat dan tak bisa dilepaskan. Meski sudah bertahun-tahun, terpisah jarak yang sangat jauh, tak lantas membuat aku dan sahabat-sahabatku yang lain merenggang.

Terbukti seperti sekarang, Lukas menikah dan semua yang mengetahui kabar tersebut menyempatkan waktu mereka untuk datang. Tak peduli seberapa sibuk mereka, seberapa jauh mereka, tetap hadir untuk memberi ucapan selamat. Itulah gunanya teman, bahagia ketika temannya yang lain bahagia.

Beberapa menit didalam perjalanan, akhirnya aku sampai di apartmen Gio. Acara ngumpul-ngumpulnya diadakan apartmen Gio, karena hanya dia yang tinggal sendiri. Orang tuanya tinggal di luar kota, sama sepertiku, dia anak perantauan juga. Awalnya Sammy menunjukk apartmenku sebagai tempat minum-minumnya, tapi karena mengingat satu dan banyak hal lain aku menolak. Serius, Sasa bisa datang kapan saja dan bisa dipastikan dia tidak akan suka dengan hal itu. Lebih baik mencegah daripada mengobati, moto yang sangat pas jika berpacaran dengan pacar pendekku itu.

Setelah memarkirkan Alphard hitamku, aku keluar kemudian melihat beberapa mobil yang kukenali telah terparkir dekat dengan mobilku. Mobil Rafa juga ada, berarti tinggal aku saja yang belum datang. Aku masih belum tahu kemana tadi dia pergi dengan Juio, menebak-nebak pun tak ada gunanya, aku tidak akan berhasil.

Jas yang tadinya aku kenakan sudah kulepas dan kuletakkandi jok belakang, hanya tersisa kemeja putih yang kini melekat ditubuh bagian atasku. Lengan kemejaku pun kugulung hingga siku, membuat diri senyaman mungkin adalah harus sebelum aku menghadapi kegilaan di atas sana.

Tidak ada yang tahu apa yang tengah mereka lakukan di apartmen Gio, kalau melihat betapa gilanya sebagian besar temanku, aku tidak akan berani membayangkannya. Jam di tangan kiriku--pemberian kekasih cantikku yang saat ini tertidur manis di apartmenku--menunjukkan hampir pukul setengah sebelas malam. Aku menghela napas, sebelum berjalan meninggalkan area parkir. Sasa akan menghajarku bila tak pulang malam ini, atau setidaknya sampai jam tiga pagi.

Betapa perhatiannya pacarku itu.

**

Aku terkejut saat melihat dua orang, laki-laki dan perempuan, sedang berciuman ketika aku hendak masuk kedalam lift. Bukan ciuman manis, lembut yang biasanya pasangan antar kekasih yang sering perankan, ciuman mereka layaknya ciuman terakhir mereka, seolah-olah dunia akan kiamat dan mereka tak akan memiliki waktu lain selain sekarang.

Aku berdehem dan berkata, "maaf." Tidak tahu juga aku meminta maaf untuk apa, seharusnya mereka yang berkata begitu karena sudah tidak sopan mempertntonkan hasrat mereka.

Si pria sudah sedikit menjauh dari si wanita, nampak sekali dia salah tingkah. Wajah laki-laki itu terlihat tidak asing bagiku, samar-samar aku seperti mengenalnya. Aku pernah bertemu dengannya! Tapi dimana?

Keduanya terlihat malu karena aksi mesum mereka terlihat olehku. Jelas saja terlihat, yang mereka naiki ini lift umum, tentu banyak orang yang berkeliaran. Seharusnya otaknya itu bisa berpikir sebelum melancarkan aksinya, atau dia sedang tidak bisa berpikir? Mungkin saja.

Tak pernah terlintas di pikiranku kalau aku akan mencium Sasa seperti itu di tempat dimana ada orang yang akan melihatnya. Aku belum gila, membiarkan orang lain melihat wajah terangsangnya. Cukup aku saja yang menikmatinya.

Aku tahu seorang pria lebih sering bernafsu dan suka nyosor duluan, tapi hal itu tidak akan terjadi padaku. Aku sudah tidur dengan Sasa, kami bercinta, tapi itukan tidak ada orang yang lihat. Jadi itu tidak masuk hitungan.

Berdiri membelakangi dua insan yang tengah dimabuk napsu itu, aku menunggu lift mengantarku ke tempat tujuan, berharap mereka bisa mengendalikan diri mereka, seenggaknya tunggu sampai aku keluar.

My Young Boyfriend (Play Store)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang