Dia kembali tersenyum "Hanya menebak-nebak saja. Maaf, jangan tersinggung ya. Aku cuma ngga mau kamu menyesal setelah apa yang kita lakukan semalam karena aku tahu dengan jelas perasaan kamu ke aku seperti apa. Kamu hanya ingin menepati janjimu malam itu, kan."

Awalnya memang seperti itu, aku sangat merasa bersalah dengan kondisi rumah tangga kami selama ini, dan aku berniat untuk mengubah semuanya menjadi lebih baik, ya salah satunya dengan menunaikan kewajibanku sebagai seorang isteri. Tapi setelah apa yang terjadi semalam, aku merasa bahwa itu semata-mata bukan hanya karena hak dan kewajiban kami sebagai suami isteri, ada satu hal yang menyusup ke dalam hatiku. Aku tak tahu bagaimana perasaanku kini terhadapnya, yang jelas aku menikmati apa yang kami lakukan semalam. Apalagi saat Daffa mengatakan kalimat yang aku sendiri ragu akan keluar dari bibirnya.

I love you, Nayla.

Apa dia benar-benar mengatakannya dalam keadaan sadar? Kuharap aku sedang tidak berhalusinasi saat itu.

"Tapi hari ini aku sudah putuskan kalau aku akan membuat kamu jatuh cinta pada suamimu ini." Dengan sangat percaya diri dia mengatakan semua itu, membuatku hanya mampu terdiam. "Jadi.. bersiaplah untuk menerima segala pesona seorang Daffa." Lanjutnya dengan seringai khasnya.

Tak ada tanggapan dariku, aku masih tak percaya atas apa yang dia katakan barusan.

"Sudah hampir shubuh, sebaiknya kamu mandi, biar aku mandi di kamar mandi luar." Katanya sambil memungut celananya yang tergolek di lantai lalu memakainya tanpa rasa canggung sedikitpun.

Aku membuang pandangan kearah lain seraya mengangguk, kemudian melilitkan selimut ke tubuhku. Namun saat akan bangkit aku merasakan nyeri luar biasa dan tanpa sengaja mengeluarkan suara rintih kesakitan.

Daffa yang sudah hampir mencapai pintu langsung menoleh dan kembali menghampiriku "kenapa, Nay?" Tanyanya panik.

Aku berusaha menahan rasa perihnya "Ngga apa-apa."

"Apa semalam aku melakukannya terlalu kasar, maaf."

Aku menggeleng "Ngga, Daf. Kamu jangan berpikir seperti itu. Aku ngga apa-apa, ini wajar kok karena ini pertama kalinya untukku. Kamu jangan merasa bersalah begitu ya."

Dia menunduk, ekspresi wajahnya masih menunjukkan rasa bersalahnya. Kuraih wajahnya dan menangkupnya dengan kedua tanganku "Ngga usah khawatir, siang nanti juga baikan kok." Ujarku seraya tersenyum, membuatnya juga ikut tersenyum.

"Kamu mau mandi kan?" Aku mengangguk, dan tanpa aba-aba dia langsung mengangkat tubuhku ala bridal "Biar kubantu ke kamar mandi."

Tidak hanya menggendongku sampai ke kamar mandi, dia pun menyiapkan air hangat untuk aku berendam di bathub, mungkin dengan berendam sebentar akan mengurangi rasa nyeriku. Aku berusaha untuk tidak canggung saat dia membantuku melepas selimut, dia pun terlihat biasa saja saat mengangkat tubuh polosku ke dalam buthup. Tak ada nafsu atau gairah, dia benar-benar hanya ingin membantuku.

"Kalau sudah selesai panggil saja aku,"

Aku hanya mengangguk menanggapi ucapannya, terlalu senang memainkan busa-busa yang sudah menutupi seluruh tubuhku sampai tak sadar kalau Daffa sudah beranjak meninggalkanku sendirian. Tiba-tiba saja senyumku mengembang saat mengingat bagaimana khawatir dan merasa bersalahnya dia padaku tadi, rasanya sangat bahagia mengetahui bahwa dia benar-benar peduli padaku.

Hari ini adalah awal dimana kami akan memulai semuanya dengan benar, aku sebagai isteri dan dia sebagai suami. Jadi, kita lihat saja apa dia akan berhasil membuatku jatuh cinta padanya.

***

"Kamu masak semua ini?" Tanyaku dengan tatapan tak percaya, memang sih dia jauh lebih mahir dalam hal memasak dibanding aku, tapi soto ayam dan sambal goreng kentang bukanlah jenis masakan yang bisa dibuat dalam waktu singkat, tapi nyatanya dalam kurun waktu kurang dari setengah jam dua masakan tersebut sudah tersaji di meja makan.

Nayla CanggungWhere stories live. Discover now