NC 5

4K 240 1
                                    

Kepalaku menunduk sepenuhnya dengan tangan meremas satu sama lain, ketakutan yang kurasakan saat ini melebihi rasa takut saat aku ketahuan bolos sekolah dulu. Tak sanggup memandangi wajah kecewa satu persatu anggota keluargaku akibat perbuatan diluar batasku. Bunda, Bang Yoga, Kak Luna dan juga Mba Dira, aku tahu mereka semua marah dan kecewa padaku, dan aku tidak memiliki pembelaan sedikit pun karena aku sadar aku memang bersalah.

Tindakan yang kulakukan di restoran tadi memang sungguh memalukan, Bang Yoga bahkan langsung menyeretku pulang bersamanya setelah sebelumnya memberikan satu pukulan keras untuk Daffa yang sempat membuatku berjengit kaget. Sepanjang perjalanan pulang Bang Yoga hanya diam, aku tahu diamnya itu marah dan kecewa. Marah karena adiknya melakukan tindakan amoral, juga kecewa karena adiknya tidak bisa menjaga sikap di luar rumah.

"Sekarang jelaskan pada kami apa yang sebenarnya terjadi. Setahu kami Resta itu pacar kamu, tapi kenapa dia malah bersama wanita lain sementara kamu melakukan hal memalukan dengan pria lain."

Bingung harus menjawab apa, yang kulakukan hanyalah menangis. Aku sendiri tak tahu kenapa aku bisa senekat itu, selama ini aku berhubungan dengan Resta masih mematuhi batas-batas yang tidak boleh kulanggar, hanya sebatas pegang tangan saja. Tapi kenapa dengan Daffa yang notabene bukan siapa-siapaku, aku malah berani menciumnya di hadapan banyak orang hanya untuk memperlihatkan pada Resta kalau aku mampu pulih dengan cepat dari tragedi patah hati ini.

Kalau saja aku tak bersikap munafik seperti tadi, hal ini pasti tidak akan terjadi. Aku menyesal, sungguh aku menyesal.

"Kamu masih tidak mau bicara?" Tanya Bang Yoga , kali ini dengan suara yang lebih keras.

Nyaliku makin menciut, aku tidak mungkin menjelaskan alasan kenapa aku bisa nekat mencium pria yang bukan pacar ataupun suamiku. Bisa-bisa Bunda terkena serangan jantung mendadak, aku tak mau itu terjadi.

"Mas, sabar mas. Jangan pake emosi!" Mba Dira mencoba meredam amarah Bang Yoga.

"Bagaimana Mas ngga emosi, kelakuan dia benar-benar kelewatan. Dan sekarang dia masih tidak mau menjelaskan alasannya."

Mba Dira mengusap pundak Bang Yoga yang tegang, masih berusaha membuatnya tenang namun sepertinya tak cukup berhasil.

"Nayla, sayang. Bicaralah! Jangan membuat kami berpikir yang tidak-tidak." Bunda yang sejak tadi hanya diam akhirnya angkat suara.

"Aku... aku udah putus sama Resta, kami sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi." Jelasku pada akhirnya, aku tak mungkin selamanya menutupi kenyataan ini.

"Ohh.. jadi karena kalian sudah putus lantas kamu bisa seenaknya bertindak murahan seperti tadi?" Lagi-lagi Bang Yoga membentakku. "Abang benar-benar kecewa sama kamu," Ujarnya dingin kemudian berlalu meninggalkanku yang makin terisak, ini bukan pertama kalinya aku membuat ulah yang membuat kakakku marah tapi ini adalah pertama kalinya aku melihat gurat kekecewaan di matanya.

"Maafin Nayla, Bang. Maafin Nayla."

Langkahnya sempat terhenti mendengar permintaan maafku, tapi Bang Yoga tetap bergeming. Sama sekali tak menoleh atau menggubris, dia hanya berlalu seraya menghela nafas yang berat sekali.

Mba Dira segera menyusul Bang Yoga setelah sebelumnya memintaku untuk memaklumi ucapan kasar Bang Yoga barusan, aku tahu itu. Bang Yoga bukanlah sosok kakak yang sering membentak atau bersikap kasar pada adik-adiknya, dia adalah kakak yang terbaik yang aku punya. Meski dulu sikapnya berandalan tapi dia selalu menyayangi aku dan juga Kak Luna.

Akhirnya, untuk kesekian kalinya, malam ini lagi-lagi kuhabiskan dengan tangis. Bukan tangis karena dikhianati tapi karena sudah membuat seluruh keluargaku kecewa, terlebih aku sudah membuat mereka malu dengan kelakuanku.

Nayla CanggungWhere stories live. Discover now