9: Maaf

922 98 2
                                    

Aku masih berpikir tentang apa yang Radin katakan malam sebelum aku pulang tadi. Tentang ucapannya yang kini sukses membayang-bayangi pikiranku.

Kupikir ia hanya sekadar berbicara dalam arti tidak akan pernah merealisasikannya. Namun, aku sepertinya anggapanku itu nggak berlaku setelah sehari setelah hari itu Auree menelponku untuk menemuinya setelah jam pulang kerja.

Oke, aku tidak ingin cari masalah.

Sore itu, tepatnya jam empat, aku bergegas pulang dari rumah sakit dan menuju ke kafe dimana Auree menjanjikannya kemarin sore. Setelah menemukan Auree yang duduk di pojok, aku langsung menyapanya dan duduk berhadapan dengannya.

"Hai Mora," bukanya ramah. "Udah lama nggak ketemu ya?"

Aku tersenyum, "Iya nih. Kamu apa kabar?"

"Baik," Auree balas tersenyum lalu tangannya mengelus perutnya pelan, "Yang di sini juga baik hehe."

Pandangan mataku mengarah ke perut Auree yang agak membuncit, kalau tidak terlalu diperhatikan, perutnya yang membesar belum terlalu kelihatan. "Wah sudah isi? Selamaaaat! Udah berapa bulan Re?"

"Masuk bulan ke empat," jawabnya lalu tersenyum sumringah.

Hening beberapa saat sebelum akhirnya seorang pelayan menghampiri meja dan menaruh dua cangkir kopi.

"Kamu suka kopi?" tanya Auree padaku.

Aku mengangguk pelan, "Makasih yaa udah dipesenin."

Auree tersenyum ramah lalu mengisap kopinya sebentar sebelum memulai inti pembicaraan.

"Mor, maaf nih ya sebelumnya kalo aku nanya hal-hal kayak gini," ucapnya pelan. "Aku bukannya ngira yang macem-macem sama kamu, serius aku nggak ada niatan apa-apa."

"Kamu ada apa sama Radin?"

Pertanyaan itu akhirnya terurai. Tenggorokanku tercekat seakan pertanyaan itu menohok langsung hatiku.

Aku harus jawab apa?

"Aku...," jawabku mulai membuka suara, "...jujur ada apa-apa sama Radin."

"Tapi aku sendiri nggak mau ada apa-apa sama Radin," lanjutku.

Auree terdiam. Ekspresi wajahnya berubah.

"Ree, aku mau minta maaf sama kamu."

Auree tersenyum, "Buat apa? Yang salah kan bukan kamu, Mor."

"Tapi aku penyebabnya, Ree. Aku minta maaf banget sama kamu," jawabku pelan.

"Ree, kalo aku mau cerita jujur dari awal sama kamu, kamu keberatan nggak?"

Auree menggeleng, "Enggak lah, cerita aja, Mor."

Aku menghela napas bersiap menceritakan semuanya dari awal.

"Dulu aku punya pacar, namanya Arel. Dia pacaran sama aku dari SMA sampe akhirnya dia meninggal beberapa tahun yang lalu.

"Arel itu mirip banget sama Radin cuma kelakuannya aja yang beda. Arel kalem kalo Radin rame. Aku ketemu Radin di toko kue waktu kamu sama dia anniv ke lima tahun. Waktu kamu mau berangkat balik ke Itali soalnya liburan semester kamu udah habis.

Di situ aku mikir Radin nggak punya pacar soalnya dia nggak pernah bilang, nggak pernah cerita sama sekali sama aku. Waktu itu akhirnya aku suka sama dia, dan jujur aku suka sama dia karena ada bayangan Arel. Iya, aku munafik.

Sampe akhirnya kamu dateng dan buat aku sadar kalo apa yang aku rasain itu salah. Aku minta maaf.

Enam bulan setelah kamu nikah, nggak tau kenapa Radin dateng ke aku, dia bilang kalo dia suka sama aku tapi aku yakin kalo sebenernya enggak.

Aku nggak suka sama Radin, Ree. Aku masih cinta sama Arel. I'm just nggak bisa move on dan dulu sempet nganggep kalo Radin itu Arel. Aku nggak bener-bener cinta sama Radin.

Aku minta maaf, Ree. Aku mau minta maaf sebesar-besarnya dari kamu. Aku yakin Radin cintanya sama kamu, bukan aku yang jelas jelas baru beberapa bulan dia kenal. Sumpah demi apapun aku nggak pernah punya niatan buat ngerebut Radin dari kamu atau sampe ngancurin rumah tangga kamu. Aku minta maaf banget, Ree karena udah datang di kehidupan kamu."

Mata Auree berkaca-kaca, senyumnya mengembang. Ia tiba-tiba memelukku erat, sangat erat.

"Ree, kamu mau maafin aku, nggak?" tanyaku di sela-sela pelukannya.

Ia mengangguk, "Kamu tuh nggak salah apa-apa. Jangan ngerasa bersalah kayak gitu."

"Makasih banyak, Ree. Tolong titipin minta maafku juga buat Radin ya. Terima kasih banyak kalian sudah pernah ada di hidup aku," ucapku lirih sembari melepas pelukannya perlahan.

Auree menghapus air mataku yang sudah membasahi pipi lalu senyumnya mengembang. Ia mengangguk.

***

a/n

aku minta maaf banget sudah luamaaaa ga update cerita ini. serius tugasku banyak banget, ulangan terus terusan dan sekarang baru sempet nulis ehehe.

makaaasih banyak yang sudah mau nungguin. abis ini udah deket deket part akhir kok ngehehehe.

selamat puasa hari pertamanya yaaa, semangat!

❤❤❤

AM-PM 3: TimerrowWhere stories live. Discover now