6: Potongan Reminisensi

1.2K 118 3
                                    

Setelah keluar dari ruang BK, aku langsung menarik Arel ke bagian belakang sekolah.

Aku ingin mengadilinya.

"Maksud lo apa?" Tanyaku sambil menatap matanya tajam.

"Biar lo jera." Jawabnya santai.

"Biar gue jera?"

Ia mengangguk.

Aku makin geram dengan tingkahnya.

"Yang ada, lo yang kalah." Ujarku ketus.

Ia mengangkat kedua tangannya ke atas. "Kebetulan." Ucapnya seraya tersenyum.

"Maksud lo ngelaporin gue ke BK apa sih? Tadi gue ajak lo, lo mau kan?"

Ia diam lalu tersenyum miring. "Gue mau ngerubah lo."

Aku tersenyum sinis menanggapinya. "Ngerubah gue jadi apa? Cewek baik-baik?"

"Mungkin." Jawabnya lalu melipat tangannya di dada.

Seketika, aku menemukan satu ide gila. "Ikut gue." Ujarku seraya menarik tangannya menuju kantin.

***

Setelah pesanan bakso yang tadi kupesan datang, aku langsung menjelaskan maksudku.

"Gue bikin taruhan." Ujarku seraya menggebrak meja pelan.

Ia mengerutkan keningnya. "Ngapain?"

"Kalo gue ngabisin bakso ini duluan, gue nggak mau berubah jadi cewek baik-baik kayak yang lo bilang tadi. Tapi, kalo lo yang ngabisin bakso duluan, gue bakal berubah jadi cewek baik-baik." Jawabku lalu tersenyum miring.

"Oke." Ujarnya.

"Dalam hitungan ketiga, mulai. Satu. Dua. Tiga." Ujarku lalu melahap bakso di depanku dengan terburu-buru.

Aku masih memakan bakso terakhirku.

Dan, Arel menggebrak meja.

"Gue selesai." Ucapnya seraya tersenyum penuh kemenangan.

Aku mendongakkan wajahku. Sial.

"Lo harus jadi cewek baik-baik. Gue bakal bimbing lo." Ujarnya seraya meletakkan satu lembar uang dua puluh ribu di atas meja.

"Gue balik dulu." Ujarnya lagi lalu ia berdiri dan berjalan menjauh meninggalkan kantin.

***

Aku ingat bagaimana kita dulu. Bagaimana hari pertama kita bertemu.

Aku ingin.

Ingin mengulang masa laluku yang lalu bersama kamu. Dengan kamu aku larut.

Kamu dingin namun kadang bisa menghangatkan.

Dengan kamu, Rel, aku nyaman dengan kedewasaan kamu.

Kamu yang selalu menginginkan aku untuk bahagia.

Kamu yang selalu tersenyum menghadapi masalah-masalahku dulu.

Kamu yang memilih mengalah dari Prima.

Kamu yang bisa merebut rasa ketertarikanku terhadap lawan jenis pertama kali.

Dengan kamu, bebanku hilang.

Dengan kamu, kamu selalu memaksaku untuk membagi bebanku dengan kamu.

Reminisensi tentang kamu menjadi pecah berkeping-keping di benakku. Berseruan seakan-akan kamu mendesak agar aku membagi ruang hatiku untuk kamu.

Aku tak akan membagi hati.

Karena...,

keseluruhannya masih utuh menjadi milik kamu, Rel.

***

(a/n)
weheee malming yaa. telat update ngga nih aku? ehehehehe

AM-PM 3: TimerrowWhere stories live. Discover now