Dua : Kebetulan Yang Memalukan

169K 11.5K 363
                                    

Danang memijit kepalanya yang berdenyut sakit. Hari ini ia harus menangani tiga kasus operasi yang cukup menguras energi serta emosinya. Salah satu pasien yang ia tangani tidak bisa ia selamatkan dan keluarga pasien menyalahkan dirinya.

"Sabar, Nang. Resiko jadi dokter saat operasi sukses dokter hanya akan mendapatkan ucapan terimakasih tanpa embel-embel lain tapi disaat pasien tidak dapat diselamatkan kita akan mendapat hinaan, tuduhan dan embel-embel lainnya akan mengikuti di belakangnya," ujar salah satu teman sejawatnya.

Danang hanya tersenyum tipis. Lantas memilih berlalu dari ruang operasi menuju ruangannya.

Baru saja ia menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang ada di ruangannya telepon berdering nyaring. Telepon dari Dokter Wirawan, atasan Danang di bagian bedah menanyakan perihal tentang kematian yang menimpa pasiennya. Andai saja yang meninggal bukanlah salah satu orang penting di dunia politik, ia jamin atasannya tidak akan repot-repot langsung memberondongnya dengan banyak pertanyaan.

"Keadaan perutnya sangat mengerikan ketika saya bedah," ujar Danang melalui sambungan telepon, memberitahu penyebab pasien tidak dapat ia selamatkan meskipun ia sudah mengerahkan segala kemampuannya, "Radang dan penyumbatan pembuluh darah mesenterial," jelas Danang kepada Dokter Wirawan.

"Pihak keluarga tidak terima operasi gagal. Mereka mengancam akan membawa kasus ini ke meja hijau."

Danang menghela napas panjang, Yasudah terserah mereka. Ia sudah bekerja sesuai dengan prosedur yang ada. Sukses tidaknya sebuah operasi itu tentu Allah yang menentukan, bukan dia.

※※※

Citra sudah hendak menjemput mimpi indah saat tiba-tiba pintu kamar kossan-nya digedor. Ia langsung terperanjat dari atas tempat tidur.

"Ada apa?" tanyanya pada teman kossan-nya yang berdiri tepat di depan kamar kossan-nya.

"Si Desi minum racun serangga."

Mata Citra terbelalak, "A..apa?" tiba-tiba lidahnya terasa kelu. Kakinya gemetar.

"Ayo Cit, bantu gue bawa dia ke rumah sakit."

Dengan kaki gemetar Citra langsung menuju kamar Desi. Ia membekap mulutnya saat melihat keadaan Desi yang kejang-kejang menggelepar di atas lantai, mulutnya berbusa, matanya melotot. Pemandangan yang sungguh mengerikan.

"Cit lo kan anak FK. Tolongin dong si Desi. Nggak tega gue liatnya," Riani, teman kossan Citra yang cukup dekat dengan Desi terisak pelan melihat keadaan Desi.

Tidak ada yang bisa Citra lakukan selain membawa Desi ke rumah sakit. Desi harus segera mendapatkan penanganan medis. Keadaannya benar-benar sudah parah.

Saking paniknya Citra pergi ke rumah sakit menggunakan pakaian tidur yang benar-benar tidak layak di pakai di luar rumah, teman-teman kossan-nya pun tidak ada yang mengingatkannya karena merekapun sama paniknya dengan Citra. Hingga akhirnya saat ia tengah berdiri di depan UGD ada seorang dokter yang tiba-tiba datang menghampirinya dan menyampirkan sebuah selimbut tipis berwarna biru di bahunya.

Citra menahan napasnya saat melihat wajah si Dokter yang sudah menyampirkan selimut di bahunya, "Ka..kau," Shit.. kenapa tiba-tiba dia gagap. Malu-maluin.

"Apa kamu tidak malu?" ucap Dokter itu. Matanya fokus menatap ke arah pintu UGD. Tidak menatap ke arah Citra padahal Citra lah yang tengah ia ajak bicara. Benar-benar tidak sopan. Bantin Citra mendumel.

Air Mata Cinta | ENDWhere stories live. Discover now