Prolog

11.8K 722 21
                                    

"Ini pak."

Alby menyerahkan kertas yang berisi percakapan di grup pesannya dan menyebar di beberapa siswa di sekolah. Di sana ditulis bahwa Alby menyukai laki-laki dan ada foto yang jelas bagian lainnya dipotong. Poto itu hanya menunjukkan bagian wajah Alby yang sedang berpelukkan dengan seorang laki-laki sebayanya.

"Kenapa berbeda dengan yang ada di sini?" Pak kepala mengangkat ponselnya dan memperlihatkan hasil screenshot percakapan itu. "Ini asli, kan?" Pak kepala menambahkan.

"Bapak bisa cek, waktunya ada seleisih beberapa menit karena sebagian pesannya di hapus dan yang di sini semuanya urut. Dan ini foto yang sebenarnya." Alby menyerahkan foto itu ke hadapan Pak kepala.

"Baiklah, akan saya teliti. Kalau ini semua benar maka saya harus memanggil orang tua kamu dan merundingkannya bersama dewan sekolah, tindakan apa yang harus kami ambil. "

"Baik, Pak."

"Sekarang kamu bisa kembali ke kelas."

"Terimakasih Pak."

Alby berlalu meninggalkan ruangan Pak kepala. Ia masih sibuk memikirkan siapa orang yang membantunya.

* * *

"Apa kita mesti ngelabrak si Esa?" Jeni mengetukkan jemarinya di atas meja.

Saat ini, Juan, Edrick, Alby, Jeni dan David sedang berkumpul. Mereka berlima sedang berada di tempat tinggal Alby.

"Lo nggak malu ngelabrak cowok?" Ujar Edrick sembari melahap kue buatan Hansa, Bunda kesayangannya Alby.

"Emang dia cowok?" Juan menimpalinya. Menurut David, Esa itu sebangsa dengan dirinya. Bangsa setengah laki-laki dan setengah wanita. "Feeling gue sih, dia ngelibihin gue." Dengan sinisnya David berceloteh.

"Ada gitu yang ngelebihin elo, Vid?" Jeni menimpali.

"Ada, noh buktinya si Esa." David membela dirinya sendiri. "Sorry, ya. Walapun gue kemayu tapi gue masih berani buat bertarung satu lawan satu, gak main tusuk dari belakang kaya dia."

"Iya lah, elo mana bisa maen tusuk dari belakang orang posisinya aja elo terus yang ditusuk dari belakang." Ujar Juan sembari tertawa.

"Kok, lo paham bener Ju, jangan-jangan lo pernah nusuk dia juga?" Tawa Edrick membahana, meledek Juan dan David.

Alby yang masih belum tenang dengan masalah yang ada hanya menggeleng mendengar celotehan teman-temannya. 

"Rencana lo gimana sekarang?" Edrick tiba-tiba menepuk pundak Alby. Hanya Edrick yang bisa berpikiran waras selayaknya laki-laki.

"Rencana soal apa?"

"Si Esa," Edrick meneguk minumannya sebelum melanjutkan ucapannya. "Dia mesti dikasih pelajaran, lo nggak bisa diemin kaya gini."
Alby hanya tersenyum mendengar ucapan Edrick barusan, Edrick yang melihat senyum Alby itu merasa heran. Bagi Edrick, Alby adalah orang yang tidak bisa mengontrol emosinya. Apalagi kalau sudah menyinggung hal seperti ini.

"Kenapa lo malah senyum, By?" Tanya Edrick lagi.

"Nggak apa, gue malah lagi mikirin siapa yang bantu gue Drick."

"Eka!" Juan berteriak dari luar kamar Alby. "Eka di luar By, Nda lo baru nyuruh dia masuk, rmnag dia gak tau kalo kalian udah putus?"

Mendengar nama Eka membuat Alby sedikit merasa gugup.

"By," Edrick memanggil Alby lirih.

"Gue keluar sekarang, kalian di sini aja."

Jangan sampai Eka datang dan membuat keributan di rumahnya yang pada akhirnya Ndanya akan tau kalau mereka berdua sudah tidak lagi berpacaran.

* * *

Eka sudah berdiri di depan pintu, Alby yang tergesa keluar segera menyuruh Eka untuk mengikutinya untuk mengobrol di luar apartemen, berharap Ndanya tidak mendengar percakapan mereka berdua.

Di ujung lorong apartemen, Alby dan Eka berdiri menatap ke arah luar apartemen dari jendela besar yang terpasang di sana. Mereka berdua masih saling terdiam, seolah sedang membenahi perasaan masing-masing.

"Ada apa, Ka?"

Alby tak pernah setenang ini, Alby tak pernah sesabar ini, seperti Eka tak mengenali Alby lagi. Semua sikap posesif Alby, keegoisan Alby yang selalu membuat Eka merasa lelah nyatanya kini Eka rindukan. Eka lebih suka Alby yang pemarah, yang cerewet, yang posesif.

"Lo, baik-baik aja, kan?" Eka membuka percakapan.

"Hm ..." Alby hanya mengangguk, ia benar-benar mencoba untuk menghindar dari Eka.

"Syukurlah."

Satu pelukan saja, Eka ingin memeluk Alby sekarang, melindungi Alby. Tapi Alby sudah jelas menghindarinya dan Eka tidak bisa melakukannya.

Ini kisah kedua dari The Time We Were In Love.
Kisah Alby Fahreza, Eka Ksatria Putra, Esa Rahardian dan Eza Rahardian.

Republished.

REPLAYWhere stories live. Discover now