"Isshh!!" Ucap Ranti sembari melayangkan pukulan ke arah lenganku.

Aneh..pukulan kecil yang dilayangkan Ranti justru semakin membuatku ketagihan untuk menggodanya. Atau, sudahlah, hentikan sampai sini saja, semua orang mungkin akan curiga kalau aku malah menikmati itu semua.

"Aduh! Apa sih, Ranti?!" Jawabku atas perlakuannya padaku.

Ayu dan Smara melihat kami berdua dengan gelengan kepalanya bergantian. Mungkin mereka paham, bahwa pertengkaran seperti itu yang kerapkali muncul saat aku dan Ranti dipertemukan.

Smara. Mungkin orang yang paling paham atas apa yang terjadi pada kami. Aku dan Ranti.

Ranti dan Ayu memilih pergi, tentu Ranti yang menggiring Ayu untuk segera terlepas dari perkelahian kecil ini.

Setelah aku berteriak untuk menghujani komentar pedas tentang Ranti yang pastinya akan merepotkan Ayu bukannya membantu, Smara mendekatiku.

"Mas..Mas, seneng banget ngegodain Ranti? Mas gak berubah pikiran, toh?"

Aku sedikit terpancing dengan ucapan Smara barusan, "Menurutmu? Mas ini tipe orang yang mudah berubah pikiran?"

"Jawabannya cuma Mas yang tahu. Ranti udah punya cowok gak sih? Kok kelihatan adem ayem aja setelah sempet dikenalin Mas Sada?"

"Heh? Sada?"

"Iya..Mas gak ngerti ya? Sebelum Mas Sada ketemu sama Raras, Ranti itu sempat dikenalin. Tapi namanya belum jodoh ya."

Aku diam tidak merespon apapun tentang itu.

"Kalo aku yang coba deketin Ranti, gimana menurut Mas?"

Aku menghela nafas dalam, kemudian memutuskan untuk tidak terlalu jauh membahas urusan tentang Ranti, "Terserah kamu saja, lah."

Baru rasanya selesai berdebat dengan Smara mengenai setan cilik, kini di parkiran aku harus berhadapan dengan si setan cilik itu sendiri.

Ranti hendak menuju mobilnya, Ia sempat melihatku yang juga berjalan menuju mobilku untuk segera keluar dari pelataran parkiran Keraton.

Tunggu, kenapa dia hanya melihatku tanpa menyapaku?

Pandangannya berubah, jujur saja, aku kira Ia akan bersikap sama ketika kami bertemu berdua saja, seperti ketika kami dipertemukan saat ada beberapa anggota keluarga lainnya. Namun ternyata tidak demikian.

Ada perasaan tidak terima dalam diriku yang entah apa itu. Saat Ranti sudah membunyikan alarm kunci untuk membuka mobilnya, disitulah adrenalin aneh muncul dari dalam diriku dan bergegas berjalan ke sisi pintu penumpang mobil milik Ranti.

"Ngapain, Mas??" Tanya Ranti kaget, siapa yang tidak terkejut tiba-tiba ada seseorang yang masuk begitu saja ke dalam mobilmu tanpa diundang..aku tidak berbeda dengan seorang penyusup, sedang apa kamu Swarna?

"Menyejukkan diri." Jawabku abstrak dan aku merasa semakin bodoh.

Biasanya, dengan jawaban demikian Ranti akan segera membalas dengan tidak mau kalahnya. Entah jawaban lelucon apa yang keluar dari mulutnya, yang biasanya mampu membuatku tertawa.

Tapi ini tidak..

Ranti hanya diam sembari menyalakan mesin mobilnya, kemudian Ia mencoba sibuk dengan menyalakan beberapa aksesoris kendaraannya dan setelahnya beralih mencari sesuatu dalam tasnya, sebuah ponsel.

"Mas kira kamu sudah lupa."

"Tentang?"

"Kamu masih sama, belum berubah, dimana keadaan membuat kita berdua saja seperti sekarang ini. Ternyata...kamu cuma akting?"

"Terserah Mas mau bilang apa, apapun yang aku lakuin itu terbaik menurutku. Mas gak berhak ikut campur, emang Mas siapa?"

"Oke..kamu jangan emosi dulu, Mas cuma sekedar beropini."

"Lain kali, sebelum bicara itu dipikir dulu, Mas. Sebelum ternyata omongan Mas itu nyakitin orang lain."

"Bagian mana omongan Mas ada yang nyakitin?"

"Udah ya Mas, aku lagi keburu waktu, Mas masih mau ngadem disini? Kan Mas punya mobil sendiri..Aku keburu ada janji nih sama mbak Ayu di mall."

Akhirnya aku memilih untuk segera keluar dari mobil daripada membuat emosi anak orang. Tapi sebelum itu, Ranti menahanku kembali dengan ucapannya.

"Eh Mas, aku bisa minta tolong kan?"

Aku menoleh, tanpa mengucapkan apapun tentunya, menunggu Ranti menyelesaikan apa yang ingin dikatakannya.

"Aku dapat tugas dari mbak Ayu, supaya jaga-jaga untuk hal-hal yang gak diinginkan. Mbak Ayu nyuruh aku lihat sekitaran pas hari H nikahan mas Sada, kalau-kalau ada perempuan namanya Dewi, biar kalau dia dateng, aku bisa nemenin dia. Supaya dia gak bisa lalu-lalang kemana-mana..."

"....kata mbak Ayu, Mas kenal sama perempuan namanya Dewi itu, jadi waktu hari H kalau Mas lihat dia, tolong kasih tahu aku ya."

Seketika aku terkejut, sudah pasti Ranti tidak tahu permasalahan tentang aku, Sada dan Dewi. Sampai-sampai Ia meminta bantuanku mengenai Dewi.

"Maaf, tapi permintaanmu yang itu Mas gak bisa bantu."

"Kenapa? Takut terjerat masa lalu? Ya..aku maklum sih, perempuan yang namanya Dewi ini kan sampai bisa bikin berantem para sepupu Keraton, ckckck. Kok bisa ya? Jadi penasaran."

Aku terbelalak. Ini diluar ekspektasiku. Ternyata Ranti tahu persoalan tentang Dewi. Lantas, mau apa dia berbuat demikian?

"Maumu apa, Ranti? Berarti kamu tahu kan hubunganku dan Sada jadi kurang membaik gara-gara Dewi? Dan kamu masih minta bantuan Mas untuk itu? Yang benar saja."

"Aku cuma bercanda kok. Santai aja, Mas. Jangan terlalu serius." Jawab Ranti tersenyum.

Senyumnya itu aneh, ada maksud dan tujuan lain di dalam sana. Tapi aku memilih segera turun dari mobil Ranti, tanpa aba-aba Ranti langsung memundurkan mobilnya dan berputar untuk keluar dari parkir Keraton, meninggalkan aku yang masih bertanya-tanya dalam pikiranku sendiri.

My Sun (Dineshcara) [TAMAT]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن