Prolog

7.8K 768 17
                                    

"Kamu ngapain disini?"

Aku kaget mendengar suara tidak asing itu bertanya. Meskipun tidak terlihat siapa yang kumaksud karena aku membelakangi suara tersebut, tapi sudahlah...tebakanku kali ini pasti benar. Karena suaranya memang sangat familiar.

Perlahan kutolehkan pandanganku dan ya....orang itu disini. Pikiranku ketika melihat pria ini selalu saja tidak bisa santai.

Aduh....kenapa orang ini disini sih? Salah alamat ngajak Mbak Ayu ketemuan disini. Bukannya dia harusnya di Jakarta ya??

"Yess? Ada janji nih sama mbak Ayu. Tumben Mas disini?"

Basa basi deh biar agak sopan dikit.

"Ngigau kamu? Ini kan rumahku?"

Tuh kan? Pasti ngegas!

"Biasa aja kali.. Aku juga ngerti ini rumah Mas!Maksudku bukannya Mas di Jakarta??"

"Nggak. Cuti."

"Mana ada cuti." Ujarku sambil sedikit memberikan senyuman culas.

Mana ada perusahaan punya dia sendiri pakai acara cuti. Nggak jelas banget jawabannya.

"Ada gini buktinya. Yu, aku ada titipan buat Bapak. Nanti tolong sampaikan ya." Ujarnya berkata pada mbak Ayu setelah mengabaikan aku sejenak.

"Oke, Mas. Nggak mampir?"

"Aku ada janji ketemu orang."

"Cieee, kencan buta ya mas Swarna? Gitu dooooong. Kasihan aku liat kamu Mas, kurang belaian, hahahhahahah." Aku tertawa kencang, sampai pada akhirnya...

..tanpa basa basi..

..yang kemudian terjadi adalah..

..kerah bajuku ditarik dari belakang dan..

"Mbak, ini perempuan pakai baju putih ini usir saja keluar. Sekarang. Merusak citra kafe saya saja."

Kemudian Mas Swarna pergi setelah mengatakan itu di depan beberapa pegawainya dan tentunya setelah melepaskan kerah bajuku dengan sedikit 'kasar'--maksudku--bahkan dia tidak peduli bajuku berantakan setelahnya.
Pokoknya lihat aku merana aja, mas Swarna itu sudah terlihat puas.

Sialan Mas Swarna.

Hubunganku dengan dia memang tidak akan pernah akur. Kami sudah ditakdirkan menjadi musuh bebuyutan.

Mbak Ayu di sebelahku tidak berhenti tertawa. "Kalian ini lho? Kok bisa-bisanya masiiiiiih aja kayak gitu? Kamu juga, Dek! Kualat lho suka ngerjain orang tua."

"Halah! Kalo orang tuanya kayak Mas Swarna sih, nggak akan mbak." Jawabku sambil mengibaskan tangan.

"Mas Swarna ya gitu. Nggak ngerti tuanya ya ngajakkin kamu berantem.." mbak Ayu menyambung perkataannya sambil masih terkikik.

"Hahaha. Ngomong-ngomong mantannya aja udah move on mau nikah lagi, lah dia kapan? Betah banget om-om jomblo."

"Hehe. Dia susah, Dek. Dulu aja kalau nggak dipaksa nikah ya nggak bakal. Salah juga sih dulu dipaksa sama Pakde. Palingan sekarang dia makin nggak tertarik urus begituan."

"Hmmm..iya sih. Lagian siapa yang mau sama om-om tua, galak, jutek begitu? Mana kalo ngomong suka nggak ngenakkin hati. Aduh mbak mimpi apa mbak punya sepupu begitu? Untung ya Mas Sada nggak gitu.."

"Hahaha, siapa bilang? Sada ya sebelas dua belas sama Mas Swarna kok. Cuma Sada lebih gampang dituturi. Kalo Mas Swarna ini agak susah, pengaruh umur juga mungkin.."

"Yah mbak.. beda setaun dua taun juga. Mas Swarna aja yang emang aneh! Ih udah ah mbak. Aku balik aja, diliatin mulu sama pegawainya! Dasar Mas Swarna ngeselin. Kapan-kapan jangan ketemuan disini lagi mbak!" Aku mengomel sambil sesekali melirik ke arah pegawai yang terlihat cekikikan sembunyi-sembunyi.

"Lho-lho, baru juga 20 menit masa gitu aja ngambek? Salahmu sendiri, make godain Mas Swarna.."

Aku mengerucutkan bibirku. Siapa juga yang nyangka om-om haus belaian itu pulang ke Solo?? Pas banget.

"Tumben juga sih Mas Swarna pulang ke rumah.." ujar mbak Ayu tiba-tiba.

"Ya kan emang rumahnya disini mbak. Mau pulang kemana lagi?" tanyaku kembali sembari menyeruput teh manis hangat yang kupesan tadi. Sesekali melemparkan pandangan galak supaya para pegawai di kafe itu tidak lagi melihatku dengan pandangan yang...tentu membuatku malu.

"Mas Swarna itu selepas cerai tinggal di flat. Sendiri. Udah nggak mau dia bareng-bareng keluarga, mungkin juga sungkan. Pokoknya apa-apa maunya sendiri lah.."

"Ooh, flat yang di Solo Baru itu?"

"Nah itu kamu ngerti? Kok?" Tanya mbak Ayu sambil mengernyitkan dahinya. Terlihat cukup kaget mbak Ayu kala tahu aku mengerti tentang tempat tinggal mas Swarna.

"Dulu pernah diajakin kesana, tapi nggak ngeh aja kalo Mas Swarna tinggal disana.."

"Sebentar.." mbak Ayu memotong pembicaraannya sembari mendekat padaku.

"...kamu ini ada hubungan apa sih sama mas Swarna? Mbak heran deh.. Kemarin-kemarin waktu mbak kenalin kamu ke Sada, nggak ada pikiran kamu sama mas Swarna udah saling kenal."

Ucapan mbak Ayu ada benarnya. Ini sudah ke 4-5 kalinya aku bertemu mas Swarna disaat juga ada mbak Ayu. Ditambah--selalu--kalau aku bertemu mas Swarna itu memang tidak akan terjadi suasana damai. Jadi mbak Ayu pada akhirnya tahu bagaimana karakterku yang sebenarnya. Jauh dari lemah gemulai seorang keturunan Keraton...

Tapi mbak Ayu ini orangnya friendly, itu kenapa aku selalu senang kalau ditawari hangout sama kakak mas Sada ini..

"Hubungan apa maksudnya mbak? Ya, aku kenal mas Swarna emang lebih lama dari kenal mas Sada.. Aku pikir kan mas Swarna emang dulu jarang ke Keraton, jadi ya ngapain juga dibahas?" Ujarku dengan halus, sedikit mencoba mengalihkan pembicaraan tersebut.

Sejujurnya ada satu hal lagi yang masih kusimpan dan mungkin akan selalu kusimpan sendiri, bahwa aku pernah menaruh hati terhadap mas Swarna.

Pernah.....

My Sun (Dineshcara) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang