Bab 16 - Siapa Dia?

Mulai dari awal
                                    

Lucita menggeleng, "Enggak kok bukan apa-apa" jawab Lucita mengalihkan pembicaraan.

Mereka bertigapun terlarut dalam obrolan yang sangat seru dan menyenangkan, ternyata Rian orangnya humoris juga meski terkadang kaku jika mama Lucita bertanya hal-hal yang luar biasa padanya. Biasalah emak-emak yang sangat kepo dengan teman anak gadisnya bukan suatu yang aneh.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, hingga Rian pamit untuk pulang. Lucitapun mengantar Rian sampai depan pagar rumahnya. "Hati-hati ya ..." pesan Lucita sambil melambaikan tangannya ke arah Rian yang sudah duduk di bangku kemudi.

Rian membuka kaca mobilnya, "Terima kasih" ucap Rian melambaikan tangannya pada Lucita. 'Astaga! Dia manis sekali ...' batin Rian dan mobilpun mulai meninggalkan rumah Lucita. Hari ini merasa sangat bahagia, ia bisa menjemput Lucita sepulang kerja. Rian terkekeh sendirian jika mengingat kejadian di halte tadi ketika bertemu Lucita. "Saya mungkin terlihat gila! Bagaimana bisa sejak jam lima sore berputar-putar di sekitar radio conexion" ucap Rian menggigit kepalan tangan kirinya sambil tersenyum tak jelas.

Ponsel milik Rian berbunyi, ia meraih ponsel yang ia simpan di sampingnya "Reynold ada apa?" gumam Rian dan segera mengangkatnya dengan loudspeaker.

"Pak Rian, kembali ke kantor bisa sekarang?" suara Reynold terdengar terengah-engah.

"Apa ada masalah di sana?"

"Kasus kebakaran di rumah Pak Handoko, Pak Ibrahim minta kita usut kembali kasusnya ... ada beberapa hal ganjil yang terlihat di rumah itu"

"Oke, segera saya ke sana" jawab Rian menutup sambungan telpon.

***

Hanya butuh waktu lima belas menit untuk Rian sampai di kantor polisi, Rian yang mengenakan pakaian bebas segera berlari ke dalam ruangan Pak Ibrahim yang sudah menunggunya.

"Dari tadi saya menunggu kamu!" ujar Pak Ibrahim sebelum Rian melapor kepadanya, "Tolong usut kembali kasus ini!" Pak Ibrahim menaruh dokumen setebal kamus ke atas meja kerjanya. "Silahkan duduk dan tolong dibaca ulang, saya ingin kasus ini segera diselesaikan!" ucap Pak Ibrahim dan Rian duduk lalu mengambil dokumen yang diberikan Pak Ibrahim.

"Baik Pak laksankan!" ucap Rian tegas, "Kalo begitu saya kembali ke meja kerja saja untuk mempelajari semua data-data dari kejadian itu" pamit Rian diangguk Pak Ibrahim setuju.

Rian keluar dari ruangan Pak Ibrahim sambil memijit kepalanya, "Gimana Pak?" tanya Reynold yang ternyata menunggunya di depan ruangan Pak Ibrahim. "Pak Ibrahim bicara apa? Lalu apa maunya—" ucapan Reynold terhenti karena mulutnya sudah dibekap oleh Rian.

"Diam! Atau kamu saya suruh lari keliling lapangan!" bentak Rian, sontak Reynold terdiam dan kini mengekori Rian yang kembali duduk di meja kerjanya.

Rian membuka lembaran dokumen itu satu persatu dan membacanya dengan seksama, "Warga sekitar sana bilang jika rumah kebakaran itu kini banyak hantunya" ceplos Reynold. Rian meliriknya sinis dan kembali membaca, "Banyak suara-suara aneh yang terdengar ketika malam, membuat para warga ketakutan untuk melewati rumah itu" timpal Reynold lagi membuat Rian sedikit jengkel. "Oke ... oke ... saya kembali ke meja, itu hanya sekedar info jika Bapak mau melakukan penyelidikan malam-malam" ucap Reynold berjalan kembali menuju meja kerjanya.

Rian berpikir sejenak, 'Kasus ini sudah ditutup dua minggu lalu karena terbukti bahwa kebakaran yang mengakibatkan meninggalnya Pak Handoko itu akibat konsleting listrik' batin Rian kembali membaca. 'Apa saya harus meminta bantuan Lucita? Arrghh ... sepertinya ia pasti akan menolak jika berkaitan dengan hantu' ucapnya lagi dalam hati.

IMPOSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang