Hening.

"Kamu bukannya yang tadi di dalam ya? Yang sama tante Asri?"

Lho, Ibuku disebut lho..

"Emang. Itu Ibu saya, kenapa?"

"Kamu anaknya? Ckckck, Ibunya sopan sekali anaknya model begini.. Belajar dulu, Dik, yang banyak ya.. kali ini saya maafkan keteledoranmu tentang sandal itu."

Sebenarnya aku tahu kalau dia mas Swarna, pria yang sedari awal kuperhatikan kemanapun dia melangkah. Tapi tengsin mau mengakui.

"Sebentar..Emang Bapak siapa?"

"Bapak? Saya bukan Bapak kamu." Jawabnya bernada sinis.

"Yah, terus saya harus panggil apa kalo bukan Bapak? Om? Pakde?"

Aku terkesiap, saat tiba-tiba pria itu berbalik arah yang ang tadinya hendak meninggalkan pelataran parkir.

"Bicara yang sopan sama yang lebih tua. Saya Swarna dan saya terlalu tua untuk kamu panggil Bapak. Kamu harusnya tidak perlu menutup-nutupi kenyataan bahwa sedari awal kamu sudah memperhatikan saya waktu di dalam tadi. Maaf, saya sudah menikah dan tidak tertarik dengan anak-anak." Setelah berkata demikian, dia pergi berjalan melesat begitu saja meninggalkan pelataran parkir.

Uhuk!

Rasanya seperti ada yang menonjok ulu hatiku. Bisa-bisanya orang ini bicara seperti barusan??

Sebelum pria tua menyebalkan itu berjalan jauh, kuambil selop 7 sentimeter ku dan kulemparkan ke arahnya.

Pletak!

...

Ya Tuhan! Aku tidak sengaja! Sungguh! Maksudku aku sengaja melemparinya tapi bukan ke belakang kepalanya. Mati aku mati!!

Pria tua itu berhenti, kemudian memegang belakang kepala di sisi kanan dekat telinga, seperti menyeka sesuatu yang tertempel disana--dengan tangan kanannya.

Apa berdarah?

Aku memilih diam di tempat, dekat mobilku, kalau-kalau ada sesuatu tidak diinginkan aku bisa langsung masuk dan kabur.

Ternyata feeling ku benar, pria tua itu dengan guratan kekesalan di wajahnya yang tergambar jelas, berbalik badan dan berjalan ke arahku. Entah rasa gugup darimana yang menerpaku tiba-tiba sampai kunci mobilku terjatuh entah dimana, aku takut, takut dengan kemarahan pria tua tersebut. Kalau dia membunuhku bagaimana? Ya Tuhan.. lindungi aku..

Akhirnya setelah meraba-raba hamparan pasir pelataran parkir yang gelap, kutemukan kunci mobilku dan segera kubuka pintu pengemudi.....terlambat.

Pria tua itu sudah berada di dekatku dan mendorongku masuk ke dalam mobil yang telah kubuka pintunya. Aku pasrah, saat itu gelap, dingin dan sunyi. Tangan besarnya meraih leherku sampai ke rahangku.

Tidak....dia bahkan belum mengeluarkan kekuatannya untuk mencekikku, tetapi perilakunya sudah membuatku gemetaran.

Perilakunya yang mengintimidasiku.

Entah aku ini memang bandel atau bagaimana, aku sama sekali tidak menangis. Memang aku takut, tetapi aku pasrah.

Kepalaku hampir menyentuh handrem di tengah mobil, karena tubuh mas Swarna itu ikut menggencetku masuk ke dalam mobil.

"Kamu..! Saya tidak suka diganggu! Sekali saya warning kamu, seharusnya kamu mengerti!!" Ujarnya sambil tetap mencengkeram leherku.

Spontan aku mengaduh, bukan karena dia mulai mengeluarkan tenaganya untuk mencekikku, hal itu sama sekali tidak terjadi. Namun, karena tubuhku sudah tidak sanggup lagi ditimpa oleh badannya yang besar itu.

"I-iya, Mas. S-saya minta maaf, s-saya nggak sengaja. Sumpah.."

Lalu pria tersebut meninggalkanku begitu saja. Karena aku merasa sangat bersalah, kemudian aku ingat ada kotak P3K di dalam mobilku, segera ku ambil apa yang ada di dalam kotak tersebut. Antiseptik! Aku berlari menuju ke arah mas Swarna berjalan.

"Mas! Tunggu!" Aku susah payah berlari menggunakan jarik tradisional ini untuk menyeberangi luas pelataran parkiran tersebut, tetapi yang dipanggil tidak ditoleh. Saat sudah berhasil aku gapai keberadaannya, aku tarik tangannya agar berbalik ke arahku.

"Hhh! Hh! I-ini Mas, ada antiseptik, buat kepala Mas kalo ada luka.." ujarku sambil menarik nafas pendek-pendek setelah lari kecil sambil menyodorkan obat tersebut.

Dan..obat di tanganku itu ditepisnya begitu saja, terjatuh kemudian di atas tanah.

Mas Swarna pergi. Jujur saja harga diriku jatuh kala pertolonganku ditolak mentah-mentah, ditambah tanganku yang ditepisnya tadi menjadi memerah. Tetapi kenapa aku malah sedih, khawatir dan kasihan melihatnya pergi dengan keadaan seperti itu?

My Sun (Dineshcara) [TAMAT]Where stories live. Discover now