Aku pun segera bersalaman dengan pria bernama Swarna tersebut. Tangannya kokoh dan kuat, namun hangat dan halus. Seketika seperti tanganku yang berjabatan tadi dialiri getaran sayap kupu-kupu. Aku merasa senang bisa bersalaman dengan pria yang sedari awal bisa memikat pandanganku itu.

"Mas Swarna akhirnya bagaimana, Mbak?" Tanya Ibuku saat itu pada seorang wanita di sebelahnya, selepas mas Swarna pergi.

"Ya begitulah. Nggak ada yang mau ngalah. Mbak Sinar juga tetep keras kepala, Mbakyu.."

"Oalah.. Ya apapun yang terbaik njih Mbak.. semoga cepat selesai lah."

Entah apa yang Ibuku dan seorang wanita paruh baya itu tengah katakan, aku hanya sempat mendengar kata 'Swarna', namun karena fokusku hanya ingin melihat sesosok mas Swarna yang tengah berbicara, berjalan berlalu-lalang, sesekali Ia berjalan kecil menuju tamu lain, kemudian sampai dia hilang dari pandanganku...aku baru bisa beralih. Kemana perginya pria itu?

Waktu semakin berjalan dengan sangat membosankan, sudah gelap diluar sana dan acara pun belum selesai. Rambutku yang digelung ala kadarnya tanpa menggunakan sanggul palsu seperti Ibu beserta semprotan hairspray, kugerai begitu saja dan menjuntailah rambut cokelat ebony panjangku itu, setelah berhasil keluar dari jeratan Ibuku, aku menyelinap keluar untuk menuju pelataran parkir dan memilih menunggu di mobil.

Sepanjang perjalanan menuju mobil aku menggerutu sendiri, saat tidak ada orang lain aku suka berbicara sendiri dengan maksud kukeluarkan serangkaian kata dalam hatiku. Jujur saja, daridulu hobiku adalah mengomel dan menggerutu sendiri.

"Ishh! Tiap kali tiap saat, harus banget diikutin acara begini?? Manfaatnya buat aku apa coba??"

Sambil terus berjalan dan kulihat mobil yang kukendarai sudah berada di depan mata, kemudian kubuka pintu belakang mobilku untuk mengambil sepasang sandal jepit dan kuganti selop 7 sentimeter ku dengan itu.

"Siapa yang mau jadi gini? Salah siapa begini?? Siapa juga yang mau lahir pake keturunan-keturunan macam gini?? Aiisshhh! Sial.." gerutuku terus sambil menendang-nendangkan kakiku yang rasanya sulit sekali terlepas dari selop tinggi itu.

Syuutt.....pletak!

Dan..mendaratlah selop sebelah kananku diatas kap mobil yang terparkir tepat di sebelah kanan mobilku. Aku sedikit terperangah sambil menutup mulutku dengan kedua tanganku.

Aku melirik ke kanan dan ke kiri. Sepi. Tidak ada orang selain aku. Untungnya juga mobil ini tidak peka yang bisa saja menimbulkan alarm berbunyi saat terkena benturan. Saat kedua kakiku sudah terbebas dengan mengenakan sandal jepit, aku hendak mengambil selop yang tadi tidak sengaja aku 'terbangkan' itu diatas kap mobil orang, sebelum aku mendengar suara pintu mobil terbuka-kemudian tertutup.

"Sandalnya mau dibuang, mbak?"

Mampus! Ada orang...

...dan dia...

...pria tua yang tadi.

Siapa? Swarna ya?

"Ngg, nggak kok." Jawabku mencoba santai.

"Terus? Kenapa bisa nyasar di kap mobil saya? Mbak tanggung jawab ya kalau ada apa-apa sama mobil saya."

Wah..ganteng-ganteng ngeselin. Judes amat sih.

"Eh, Pak. Biasa aja dong. Mana? Mana? Ada yang masalah sama mobilnya? Coba tunjukkin ke saya, orang nggak kena apa-apa juga." Jawabku tidak mau kalah ketus.

"Mbak sengaja ngelempar ke arah mobil saya ya? Mbak kenal dengan saya?"

"Saya nggak sengaja, Pak! Iihh, nggak percayaan amat sih?? Saya nggak kenal sama Bapak."

My Sun (Dineshcara) [TAMAT]Where stories live. Discover now