- Tedd Amstrong.
Isi e-mail itu membuatku tenggelam lagi dalam kenangan horor yang sudah lama terlupakan.
Aiden menemukan rumahku, Tedd mendapatkan alamat e-mail milikku, yang barangkali berkat bantuan Vincent. Pemburu serba tahu data korban yang pernah ditolong. Seperti jadi buronan saja. Padahal aku tidak ingin berurusan dengan mereka lagi.
"Kau pucat sekali. Apa ada masalah?" selidik Agnes.
"Aku tidak bisa." Tatapanku penuh penyesalan kepada orang-orang di meja kami. "Aku sudah punya jadwal di akhir pekan."
"Apa itu?"
"Mencuci pakaian."
*
Sekolah usai dan aku tidak bertemu Aiden. Apakah ia keasyikan tidur siang sampai melupakan janji menggabungkan tugas kelompok?
Ah, ya. Tidak jadi hari ini, mungkin besok. Ia bilang Senin atau Selasa.
Suasana lorong mulai sepi. Teringat petugas kebersihan aneh yang kujumpai tadi siang, cepat-cepat aku menyusun beberapa buku dalam loker.
Dan, karena aku memang plin-plan, kurang berhati-hati, ibu jariku tergores pinggiran sisi loker yang ternyata tajam. Kubasahi lukaku dengan sedikit air ludah sebelum darah segar menetes. Berdasarkan pengalaman, biasanya cepat kering.
Setelah membereskan buku, kututup pintu loker sambil menghela napas, kemudian terkejut setengah mati.
Jumpscare! Aiden entah sejak kapan sudah berdiri di samping. Ia menyandarkan punggung, kepalanya menoleh, memelototi tanganku.
"Oh, hai, Aiden," sapaku, gugup.
Ia sendirian. Belum ada yang bersedia berteman dengannya. Murid penyendiri biasanya diganggu, walau aku ragu ada yang berani mengganggu Aiden.
"Kau ...," geramnya, "kenapa selalu mencelakai diri sendiri? Tanganmu ...."
Mengapa ia menanyakan hal tak masuk akal begitu?
"Bukan. Aku hanya tergores."
"Hanya?" Ia mengernyit. "Bau darahmu ... memanggilku."
"Hah? Bagaimana mungkin?" Aku terkesima dengan pengakuan ajaib Aiden. Sebelum ini, ia juga pernah bilang begitu.
Sepertinya aku menemukan trik memanggil Aiden selain meneleponnya.
"Kau gadis paling ceroboh yang pernah ada."
Tersinggung, aku menatap kejauhan melewati lengannya, berderap pergi.
"Mackenzie." Ia berjalan mundur sambil menahan langkahku. "Aku minta maaf. Perkataanku kasar."
Aku berhenti sebelum menabraknya.
Ia merogoh sesuatu di saku bagian dada kemeja katun kelabunya yang dilapis jaket tebal. Kancing kemeja paling atas terbuka, memperlihatkan lekuk tulang leher. Aku berharap ia menutupnya. Walau orang akan menganggap ia culun, ia tak ada bedanya bagiku. Jaket tebal itu tidak menyembunyikan fakta dada bidang berlindung di baliknya.
Maaf. Peralihan musim semi menyebabkan aku mudah goyah.
"Ini." Ia menyodorkan sebuah USB ke hadapanku. "Sudah kukerjakan bagianku."
"Apa ini?" Aku mengerjap bingung sambil memijat samping kepala.
"Tugas biologi kita."
Ah, ya, biologi. Sesuai janji.
YOU ARE READING
RECURRENCE
FantasyGenre : fantasi - misteri - fiksi remaja Manipulasi kematian tahap awal: hilangkan bukti. Manipulasi kematian tahap akhir: membuat alibi. Sementara korban hanya diberi pilihan terbatas: hapus ingatannya, atau diasingkan. Mackenzie Rosenberg sempat...
FILE 20 | USB
Start from the beginning
