Bab 11 - Penyidikan Kasus

Bắt đầu từ đầu
                                    

"Enggak kok sini biar saya yang minta ijin mama kamu" Rian mengambil ponsel ditangan Lucita, mendeham dan kini menempelkan ditelinganya, "Selamat malam Tante, maaf ya Tante saya terlambat minta ijinnya ... Lucita mau saya pinjam sebentar biar nanti saya yang antar dia pulang" pinta Rian dengan nada sangat berwibawa.

"Hehehe ... gak apa-apa kok santai aja! Jangan kaku gitu ah ... iya bawa aja Lucitanya, kalo dia bawel sumpel aja mulutnya sama cabe!" pesan mama Lucita, Rian kembali dibuat terkekeh.

Lucita mengerutkan kening heran sambil memperhatikan Rian dan mamanya yang mengobrol cukup lama "Udah lama amat!" gerutu Lucita. "Keburu malam ..." Lucita menujuk jam tangan dipergelangan tangan kirinya.

"Iya Tante sama-sama ... oke Tante siap" jawab Rian lalu mengakhiri sambungan telpon dari mama Lucita. "Mama kamu seru" ujar Rian memberikan ponselnya kembali pada Lucita.

Lucita memicingkan mata, "Mama bilang apa aja?" ia curiga jika mulut mamanya ini sudah bocor.

"Mama kamu bilang kalo kamu bawel kasih cabe aja" cerita Rian terkekeh.

Lucita mengelengkan kepalanya, "Dasar emak-emak jaman sekarang" gerutu Lucita mengacak-ngacak rambutnya frustasi. Lucita bangkit, menarik tangan Rian untuk segera mengikutinya, "Ayo kita lanjut!" ajak Lucita karena Rian malah terdiam.

"Oh, iya ayo" ujar Rian kini mengekori Lucita.

***

Ternyata untuk menemukan cafe Uno tak semudah buang ingus, mobil mereka sudah berputar-putar tak jelas mengitari pertigaan yang menurut sumber tempat dimana cafe Uno berada. Setiap orang yang mereka tanyakan selalu memberitahukan arah yang berbeda hingga mereka berdua dibuat kebingungan. Lucitapun dibuat kesal karena disaat genting seperti ini Maharani malah tak menampakan batang hidungnya.

"Udah satu jam ini, masa belum ketemu juga cafenya?" ucap Lucita lesu, "Itu ada orang lagi! Kita tanya lagi" tunjuk Lucita pada seorang penjaga kios dipinggir jalan, Rian mengikuti saran Lucita, ia membuka kaca jendelanya lalu mulai bertanya pada bapak penunggu kios itu.

"Punten Pak, letak cafe Uno itu dimana?" tanya Rian sopan, namun berbeda dengan tatapan bapak penunggu kios yang seolah ketakutan.

"Udah gak ada Pak Cafe itu tutup" jawab bapak itu, namun pancaran matanya terlihat kebohongan. "Bapak pulang aja" perintahnya.

Lucita melirik Rian dari bawah sampai atas, 'Apa mungkin gara-gara Rian pake seragam polisi?' batin Lucita. "Udah yuk! Kita pulang aja, percuma cafenya udah tutup" potong Lucita menarik ujung seragam Rian.

Rian menutup jendela mobilnya dan kembali menekan pedal gasnya, "Kenapa? kamu ingin pulang?" tanya Rian pada Lucita.

"Buka seragam kamu! Ini pasti gara-gara kamu pake seragam, jadi mereka bikin kita kebingungan dan gak bakalan bisa nemuin cafe itu!" ujar Lucita, Rian menatap dirinya. "Ganti gih!" perintah Lucita.

"Oh iya! Saya sampai lupa kalo masih memakai seragam dinas" Rian menepikan mobilnya lalu membuka kancing seragamnya satu persatu dan Lucita buru-buru menutup matanya. "Kamu kenapa?" tanya Rian melihat Lucita.

"Tutup mata! Jangan sampai mata saya ngeliat dada kamu yang ada tahunya!" jawab Lucita tanpa membuka matanya.

"Tenang, saya masih pake kaos kok" jawab Rian melanjutkan membuka seragamnya sedangkan Lucita membuka tangannya pelan-pelan. "Lihat, saya gak telanjang dada kan?" ucap Rian terkekeh.

IMPOSSIBLENơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ