28. Ini Benar-Benar Cinta

Mulai dari awal
                                    


Bibir mereka kian dekat. Tak butuh waktu lama bagi Naruto untuk membawa bibir ranum Hinata menempel pada bibir merah kecokelatannya.

Cup.

Naruto mengecup lembut bibir mungil itu, mengecap manisnya jejak sari buah anggur yang baru saja di kunyah Hinata. Tangannya dengan sangat lembut membelai pipi Hinata yang sudah berubah warna menjadi merah padam.

Sementara Hinata kian mengeratkan pejaman kelopak matanya. Ciuman pertamanya akhirnya terjadi. Ia berikan dengan suka rela pada pria yang sempat ia tolak cintanya.

...

"Kaa-san, Tou-san, Kushina, hentikan, kalian tidak malu mengintip orang berciuman." Pria paruh baya itu tampak risih melihat kelakuan orang tua dan istrinya yang sedang mengintip salinan dirinya tengah berciuman dengan sang pujaan hati.

"Ini sudah tradisi Minato." Jawab Tsunade tanpa dosa. Sambil sedikit meninggikan jinjitannya agar lebih leluasa mengintip sang cucu dari jendela ruang makan mereka yang cukup tinggi. "Hei Jiraiya! Berjongkok sedikit. Kepala berubanmu bisa menyembul karema tubuhmu yang terlalu jangkung itu!" Desis Tsunade memarahi suaminya.

Dengan patuh Jiraiya sedikit berjongkok sesuai dengan perintah sang istri.

"Apa maksud Kaa-san dengan tradisi?" Minato masih penasaran dengan ucapan penghujung yang disebutkan ibunya.

"Kau tanyakan saja pada Kushina. Dia tentu masih ingat saat kalian berciuman disamping wastafel cuci piring di rumah kita yang di Sapporo." Timpal Jiraiya tanpa dosa.

Sementara Minato mematung dengan wajah memucat. Ia ingat jelas saat itu. Ciuman pertamanya dengan Kushina. Dimana Kushinalah yang mendominasi ciuman hingga tubuhnya di dorong kedinding oleh gadis bersurai merah itu dan mencium buas bibirnya. Dan bodohnya sebagai pria dia hanya bisa pasrah saat itu.

"Naruto jauh lebih mahir menguasai permainan dibandingkanmu Minato." Sindir sang Ayah, tanpa memperhatikan harga dirinya dihadapan sang istri yang kini tengah terkikik geli.

...

Rona merah di pipi tembamnya kian jelas terlihat. Hampir lima menit setelah ciuman pertamanya terjadi. Hinata masih terpaku duduk di tempat yang sama sambil menundukkan kepalanya dalam dan meremas ujung terusan selutut berendanya.

"Ummm....Anoo...." Naruto bergumam canggung. Ia merutuki kelancangannya mencium bibir Hinata. "Apa ini yang pertama untukmu?" Tanya Naruto tanpa dosa. Tak sadarkah dia jika pertanyaan sederhana yang ia lontarkan itu membuat si gadis semakin merona malu.

Dan dengan polosnya Hinata menjawab pertanyaan itu dengan anggukkan cepat.

Seketika semburat merah samar-samar menghiasi pipi madu yang dengan tiga goresan menyerupai goresan kumis kucing itu. Ada rasa bangga terselip di benak sang Inspektur saat tahu bahwa ialah pemilik ciuman gadis manis itu. Ia menang banyak dari Toneri yang lebih dahulu menjadi kekasih Hinata.

Dengan malu-malu Hinata mengangkat kepalanya dan menampakkan wajahnya yang sudah memerah bak kepiting rebus yang direbus berulang kali. "Kalau untuk Naruto-kun, pasti bukan yang pertama ya..?"

Hinata langsung menggigit bibirnya setelah selesai mengutarakan pertanyaan itu. 'Bodoh Hinata, apa yang kau tanyakan... kau sekarang terlihat seperti remaja labil yang menikmati ciuman pertama.' Rutuk batin Hinata.

Sweet DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang