"Biar aku saja yang bayar." Ujarku.

Aku membuka tas ku tetapi tangan Nathan memegang tanganku menyuruhku berhenti.

"Aku saja yang bayar." Ujarnya.

Dia langsung membuka dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang kemudian memberikannya pada wanita itu.

Wanita itu memberikan kedua gelang itu kepada kami. Lalu tersenyum penuh arti. Aku sampai merinding dibuatnya.

"Semoga hubungan kalian bisa berlangsung selamanya." Ujar wanita itu seperti sihir.

Enak saja!

"Eh, ti-"

"Terima kasih." Ujar Nathan.

Dia menarik tanganku dan menyeret aku keluar dari toko gelang ini. Aku menghentakkan tanganku agar genggaman Nathan terlepas, tetapi tangannya masih menggenggam tanganku erat.

"Ugh, lepaskan." Ujarku susah payah.

"Diam sebentar." Ujarnya.

Aku tetap memberontak, "kemana kau akan membawaku? Lepaskan!"

Nathan menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba sehingga tubuhku menabraknya dengan kuat.

"Aduh.."

Aku mengelus-elus kepalaku yang terbentur bahu Nathan. Ini cowok memang benar-benar membawakan sial untukku!

"Apa maumu? Lepaskan tanganmu dan jangan ganggu aku lagi!" Teriakku.

"Tak bisakah kau diam sebentar?"

Nathan mengambil gelang tadi dan memakaikannya pada pergelangan tanganku. Yaampun, sangat indah! Aku.. Aku benar-benar suka dengan gelang ini.

Aku tersenyum senang kemudian melihat Nathan, dia sedang memakai gelangnya sendiri tapi tidak bisa mengaitkan gelangnya. Aku meringis melihat Nathan yang kesusahan.

Aku baru tau wajahnya begitu tampan..

Tiba-tiba dia menatapku tajam, "Kenapa kau diam saja?"

Eh.. Apa? Aku salah tingkah. Wajahku tiba-tiba terasa panas. Segera aku mengaitkan gelangnya di pergelangan tangan Nathan. Aku langsung menunduk menahan malu.

Yaampun, kenapa bisa begini?

"Kau kenapa?" Tanyanya yang semakin membuatku salah tingkah.

"Urm...."

Bagaimana ini? Aku harus menjawab apa?

"Apa? Aku tidak bisa mendengarmu jika suaramu begitu kecil." Omelnya.

"Eh, tidak. Urm, t-terima kasih gelangnya." Ujarku gugup.

Dia hanya mengangguk kemudian berbalik badan meninggalkan diriku yang masih berdiam di tepi jalan. Kenapa aku selalu kalah jika berada di dekatnya? Auranya begitu mengintimidasi. Tatapannya yang menatap tepat di manik mataku dengan intens, membuat ku merinding kadang.

Dasar psikopat.

"Hey!" Teriaknya tiba-tiba dari kejauhan. "Kau mau ikut denganku atau hanya ingin berdiam diri di sana hingga malam tiba?" Sambungnya.

Aku mendengus pelan. Aku mulai melangkahkan kaki menuju ke arahnya dengan langkah gontai. Sampai di dekatnya, aku berhenti, menjaga jarak, tidak ingin salah tingkah lagi.

"Kenapa jalanmu sangat lambat? Kau ingin membuatku lumutan menunggumu?" Tanyanya tidak senang.

"Kau-"

"Apa?"

"Kau-"

"Sudahlah Jehna, waktuku tidak banyak."

Beautiful in Its Time (COMPLETED)Where stories live. Discover now