2 [dua] : Broken

201 18 4
                                    

Senja di ufuk barat menyita perhatian. Semburat jingga di langit Jakarta benar-benar suatu hal yang asing, namun menyenangkan. Musim panas di ibu kota selalu jadi hal menyebalkan bagi penduduknya. Panas! Begitu kata mereka.

Tapi tidak bagi dua remaja ini. Ya. Aku dan dia. Kania dan Galih.

Kami memandangi matahari yang mulai pulang, mendengarkan syair yang dihantarkan ombak, serta suara para nelayan yang ramai saling meneriaki di pinggiran Muara Angke.

Kami sibuk dengan dunia kami sendiri. Tak terpengaruh oleh berisiknya keadaan di sekitar kami. Aku dan dia punya cara tersendiri, yakni dengan memasangkan satu headset di telinga masing-masing. Aku yang kanan. Galih yang kiri.

Komposisi tepat antara suara merdu Bombay Jayashri dan instrumen sendu milik Mychael Danna dalam lagu Pi's Lullaby seakan menina-bobokanku. Aku menyandarkan kepalaku di bahu Galih, lalu memejamkan mata.

Rasanya ingin tidur.

Rasanya ingin lupa.

Rasanya ingin untuk tidak lagi bangun.

Biarkan aku larut dalam mimpi panjangku. Bahu ini sandaranku satu-satunya. Biarkan aku memiliki ini. Biar. Walau hanya sebuah bahu.

Tiba-tiba Galih menoyor kepalaku menjauh dari bahunya.

"Tidur lu?" tanyanya dengan suara bariton.

"Anjir! Si bego, sakit tau!" Aku memegangi leherku yang hampir saja keseleo. Galih mendorong kepalaku cukup kuat.

"Gue takut lu ngiler di pundak gue. Hahaha!" Gelak tawa Galih lepas, beradu merdu dengan debur ombak dan suara angin laut yang makin kencang di sore ini.

"Nggak lah, emangnya gue ini elu, tukang ngiler."

"Eh, iler burung walet, kan, laku dijual tau," balasnya melantur, keluar dari topik pembicaraan.

"Ngeles aja lu kayak gerobak sampah. Tadi kan lagi bahas elu si tukang ngiler," ucapku kesal. Pura-pura sih.

"Mana ada gerobak sampah. Biasanya juga kalo ngeles itu kayak bajaj. Ngarang aja lu kayak Bang Haji Roma." Dia menoyor kepalaku lagi.

"Bajaj kan udah mainstream. Gue anti-mainstream, sorry." Aku menunjukkan ibu jari dan telunjukku lalu meletakannya di bawah dagu—berpose.

"Hahahahahaha anjir lu norak kayak anak tahun sembilan puluhan. Jelek lu!"

"Jelek-jelek gini juga lu suka, kan," balasku dengan nada menggoda, menaik-turunkan kedua alis. Lalu dibalas oleh Galih dengan ekspresi ingin muntah. Ia berpura-pura muntah lalu meludah ke air laut.

"Sampe monyet punya lebarannya sendiri juga gue nggak akan suka. Weee," cibirnya sambil menjulurkan lidah.

"Awas lu ya, kalo sampe lu suka sama gue. Gue nggak akan terima pernyataan cinta lu walaupun lu sujud sambil nangis lumpur di hadapan gue. Nggak akan gue terimaaa!" teriakku sebal kepadanya. Galih hanya terbahak kencang. Sedangkan aku pura-pura memasang wajah kesalku.

Sebenarnya, aku memang kesal.

Bukan.

Tepatnya, aku patah hati.

**

A.N :

hai, semalem lupa apdet. Hehe :p

Gak lupa sih, tapi pas tengah malem mau apdet, trus wattpad eror, gak bisa publish. akhirnya nyerah deh buat apdet kekekek

pendek bingits ya? Iya, abisan aku juga masih bingung sebenernya ini boleh dishare apa gak x"D

hope you like this story?

xoxo

Meisesa

kudedikasikan dengan cinta untuk caramelmachiato91 tika_mener AnyuTaetae
yang udah jadi editorku sebelum kukirim naskah ini buat lomba. Kalian warbiyazah! :"D should i cry?

Dan buat JinggaSunkissed23 yang lagi vacum dari dunia maya dan belum ada kabarnya. Jangan lupa buat baca! Awas kalo gak baca!

ESCAPE (#Friendzone)Where stories live. Discover now