UNFRIEND (Spin-off)

540 40 0
                                    

Ting ... suara benturan gelasku terdengar saat kak Dimas mengetukkan Champagne flute milikku dengannya. Aku mendongakan kepalaku menatap kak Dimas saat menyesap minumanya.

"Pestanya membosankan?" tanyanya yang menyadari diriku yang terlihat bosan.

"Entahlah." Aku menaikan kedua pundakku dan menyesap sedikit minumanku. "Aku harus pergi kak," izinku padanya, pemilik pesta.

"Melakukan ritual akhir tahunmu, Alice?"

"Begitulah," jawabku santai yang menaruh gelasku, lalu melambaikan tangan padanya saat keluar gedung.

Aku sendiri tidak tahu apakah hal yang akan kulakukan ini masih bisa disebut ritual akhir tahun. Keadannya kali ini berbeda. Tanpa sebab. Dia menghilang tanpa kabar, lalu sebuah pesan aneh masuk ke surel pribadiku. Aku mengeluarkan ponsel pintarku sesaat aku duduk dan membacanya kembali di dalam mobil. Berulang-ulang dan entah sudah berapa kali aku membacanya sampai aku mengingatnya.

"Apa yang harus kakak lakukan Aini? Apa mulai sekarang kita harus menyudahi semuanya?"

Syuuu ... dor ... dor ... Aku mendongakan kepalaku saat suara kembang api tahun baru mulai terdengar. Cahayanya mewarni gelapnya malam, bersanding dengan indahnya cahaya bulan malam ini.

Kakak Bidadari mau berjanji untuk menyalakan kembang api saat ulang tahun Aini bersama kak Ekky, agar Aini dapat melihatnya dari atas?

Kalimat terakhir pada surat Aini terlintas di kepalaku begitu saja. AKu sudah janji padanya. Meski tidak bersama Ekky, aku harus memenuhi janjiku padanya.

Dengan cepat, aku menyalakan mobilku menuju penthouse kak Leonardo. Menyiapkan semua kembang api di balkon lantai dua. Tepat jam satu, aku menyalakan semua kembang api dan duduk diam memandang indahnya cahaya dnegan segelas es krim sundaes kesukaan Aini.

"Selamat ulang tahun, Aini. Seperti janjiku sebelumnya aku akan selalu menyalakan kembang api ... meski ... sendiri," ujarku lemah memandang langit.

"Seperti katamu, kembang api ini terlihat begitu indah." Suara yang kukenal terdengar di belakang. Aku berdiri dari tempatku dan mendapati dirinya berdiri dengan senyuman yang kusukai.

Ekky datang.

Aku terdiam di tempatku, tak percaya dengan sosok di hadapanku saat ini. Apa aku sedang berhalusinasi? Kenapa dia ada di sini?

"K-kamu ..." Aku mulai terbata melihat sosoknya yang melangkah satu langkah mendekat. Hanya satu langkah.

"Selamat tahun baru, Alice!"

Dia nyata. Suara itu terdengar kembali dengan sosoknya yang terlihat semakin nyata di bawah cahaya kembang api.

Aku mengusap pipiku dan mengusap mencoba meyakinkan diri bahwa dia tidak akan hilang.

"Kamu juga menyiapkan es krim lagi, tahun ini?" tanyanya sambil menunjuk es krim yang ada di atas meja.

"Ke-kenapa kamu ada disini? bukankah kamu ada di Aceh? Bukankah kamu tidak akan datang kemari lagi? Bukankah kamu sudah me-"

Ya. Dia tidak ingin datang. Dia memutuskan hubungan kami berdua. Memutuskan begitu saja melalui surel.

"Untukmu." Ekky mengeluarkan setangkai mawar merah yang terlihat cantik dari balik punggungnya. Aku terdiam menatap mawar itu bergantian dengan dirinya yang memandangku sayu.

"Aku kemari karena aku mengambil izin sementara untuk janjiku pada Aini untuk menyalakan kembang api." Ekky kembali bersuara saat aku hanya diam tanpa suara memperhatikannya.

Dia mengambil izin? Untuk apa? Bukankah dia tidak ingin kemari bersamaku?

"Bukankah kamu sudah tidak ingin melakukan ini bersamaku. Kamu memutuskan hubungan pertemanan kita," ucapku cepat dengan nada tinggi. Sepertinya aku tidak bisa menahan emosiku kali ini. aku sedang marah. Aku sedih. Aku ... entahlah.

"Memang. Aku tidak ingin melakukan hal ini semua bersamamu. Bersama temanku Alice yang kuanggap sebagai adikku."

Pembetulan akan ucapanku dari mulutnya membuat dadaku terasa sakit. Air mata yang sedari tadi aku coba tahan jatuh begitu saja. Dia tidak ingin bersamaku. Dia tidak ingin berteman denganku.

Ekky meraih tanganku yang aku letakan di dalam dada untuk menahan rasa sakit yang kurasakan. Dia menarik tanganku mendekat padanya dan memberikan tangkai bunga mawar yang sedari tadi dia pegang padaku hingga aku menggenggamnya.

"Aku sudah memutuskan untuk tidak berteman kembali denganmu, Alice. Aku tidak bisa berteman lagi denganmu karena ..." Ekky berjalan mendekat ke arahku, membuatku mengangkat kepala melihatnya yang kini ada di hadapanku dengan jarak yang dekat. "Aku menyukaimu Alice. Aku menyukaimu bukan sebagai teman maupun adik. Aku menyukaimu. Aku mencintaimu sebagai wanita yang ingin kujadikan pendampingku."

Deg ... jantungku berdetak begitu cepat mendengar ucapannya. Dia berbohong, bukan? Dia berbohong, bukan?

"Alice ... bolehkah aku menjadi pendamping hidupmu, menemanimu dan menepati janji kita bersama seperti malam ini dan seterusnya?"

Air mataku tumpah begitu saja mendengarkan permintannya. Permintaan tulus yang tidak pernah kusangka keluar dari mulutnya. Pernyataan yang selalu aku nantikan.

"Bodoh. kenapa kamu baru mengatakannya?" omelku sambil melangkahkan kakiku lebih dekat padanya. "Tentu saja. Tentu saja aku mau. Aku menunggunya."

Aku meraih lehernya dan mengalungkan kedua tanganku padanya. Kupeluk tubuh hangatnya yang membalas pelukanku. Bau tubuh yang kusukai merebak begitu saja saat angin tahun baru menerpa kami di balkon.

"Aku juga. Aku juga menyukaimu, Ekky," jawabku saat melepaskan pelukanku agar aku bisa menatap langsung wajah ramah yang kusukai.

Ekky kembali memberikan senyuman manisnya dan mendekatkan wajahnya padaku. Secara perlahan aku menutup mataku dan menerimanya. Menerima ciuman lembut dan hangat darinya. Ciuman yang membuat tubuhku memanas, mengalahkan dinginnya angin malam.

"Selamat tahun baru, Alice," bisiknya di depan bibirku saat dia melepas tautannya.

Aku memajukan kepalaku di samping wajahnya dan mengecup salah satu pipinya, "Selamat tahun baru Ekky. Dan Selamat tahuun untuk Aini," ucapku yang mendongakan kepala ke langit hitaam berhias cahaya kembang api.

"Ya. Selamat ulang tahun dan selamat tahun baru untuk Aini."


UNFRIEND ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang