12. Wujud Kepercayaan

766 127 3
                                    

Aku bangun dalam balutan rasa sakit yang terasa semakin parah.

Sesuatu menyengat leherku dengan rasa panas yang bercampur sakit, perih yang lain juga kurasakan di kaki dan ada nyeri yang sangat mengganggu di pinggang.

Apa yang terjadi? Kenapa ada banyak sekali rasa sakit?

Pikiranku meraba-raba dalam gelap sementara tanganku bergerak.

Jantungku mencelus. Tanganku terasa sedikit mati rasa dan tubuhku rasanya lemas sekali, seakan aku baru saja melakukan kegiatan berat yang tidak biasa kulakukan dan telah menguras banyak tenaga.

Gusti, kenapa ini?

Tanganku bergerak lebih jauh, merasakan permukaan lembut yang menjadi alas pembaringanku. Lembut seprai dan empuknya kasur ini terasa tak asing, rasanya persis seperti kasur di kamarku.

Hidungku menghirup udara pelan-pelan, mencium aroma familiar yang membuat seluruh tubuhku sedikit tenang, tak setegang tadi.

Ini aroma kamarku. Aroma kamarku di griya.

Tapi itu tidak menjawab kenapa aku merasakan semua rasa sakit ini.

Mataku perlahan membuka, menyesuaikan diri dengan cahaya yang menyilaukan. Langit-langit di atas kepalaku berwarna putih. Aku bisa melihatnya dengan jelas. Kepalaku menoleh ke samping untuk membuktikannya dan benar saja, tirai kamarku memang terbuka. Cahaya lembut yang masuk ke mataku ini berasal dari bingkai-bingkai jendela yang telah dibuka lebar. Mataku menatap helaian putih halus yang melambai-lambai pelan diterpa angin itu.

Sebagian dari diriku, untuk sebab yang aku sendiri tidak tahu, merasa tidak percaya sekarang ini aku berada di dalam kamar. Benar-benar ada di dalam kamar. Rasanya seperti mimpi, meski aku sendiri tak tahu kenapa sesuatu dalam pikiranku bisa berpikir demikian.

Benar-benar tirai kamarku, tirai putih kamarku. Dan jendelanya pun sudah terbuka lebar.

Pikiranku lantas berpikir lebih jauh. Jika tirai sudah terbuka dan aku tidur di sini, artinya ... aku sudah memasak sarapan, membersihkan rumah, dan menyiram taman kan?

Kalau begitu sekarang sudah siang? Aneh sekali. Aku tidak ingat sudah melakukan apapun. Aku baru saja bangun tidur.

Atau aku baru saja bangun setelah istirahat? Itu bisa menjawab kenapa tubuhku rasanya sakit semua.

Ah tidak, itu tidak mungkin. Aku sudah melakukan aktivitas ini selama enam bulan lebih. Seharusnya rasa sakitnya tidak lagi terasa. Dan lagi aku tidak ingat melakukan pekerjaan berat di luar kebiasaan.

Sementara berpikir, aku menyadari cahaya dari jendela tidak terlihat terlalu terang. Mungkin memang masih pagi. Kalau begitu, ini tidak siang dan aku tidak baru saja beristirahat.

Tapi kalau ini masih pagi ... astaga, Gusti, aku sudah bangun kesianngan!

Terdorong oleh kepanikan, aku menggerakkan tubuhku terlalu tergesa-gesa saat bangun dan akibatnya rasa sakit itu muncul kembali, kali ini lebih menyengat dari sebelumnya.

Di tengah rasa sakit itu, aku terpikir sesuatu.

Jika ini memang masih pagi dan aku baru bangun, bagaimana bisa tirai sudah terbuka? Siapa yang membukanya?

Tak tahan dengan semua pertanyaan itu, aku pun menunduk, mencoba memeriksa memar yang ada di pinggangku dan langsung terkesiap.

Pakaianku berlumuran darah.

Dengan panik, aku meraba-raba semua darah itu, mencoba membersihkannya, tapi percuma. Semua darah itu sudah kering. Warnanya sudah menempel di kebaya putihku.

Blood and RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang